Ahli BMKG Daryono Minta Warga yang Bermukim di Pantai Rawan Tsunami untuk Siaga, Ada Apa?

Selain menuliskan perminataan siaga tsunami, Daryono juga mengunggah video dari akun @1secB4disaster yang menggambarkan bencana tsunami

Penulis: dedy herdiana | Editor: dedy herdiana
Twitter Daryono
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono meminta semua masyarakat yang tinggal di kawasan pantai rawan tsunami untuk siaga, Sabtu (17/6/2023). 

TRIBUNCIREBON.COM - Ahli BMKG, Daryono yang menjabat sebagai Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG meminta semua masyarakat yang tinggal di kawasan pantai rawan tsunami untuk siaga, Sabtu (17/6/2023).

Hal itu diungkap Daryono melalui unggahannya di akun Twitternya, @DaryonoBMKG pagi ini.

Selain menuliskan perminataan siaga tsunami, Daryono juga mengunggah video dari akun @1secB4disaster ( -15 Jun) yang menggambarkan bencana tsunami yang melanda sebuah kawasan pantai wisata.

Baca juga: Setelah Bali, Gempa Terkini Mengguncang Barat Daya Sumbawa Barat NTB, Ini Unggahan BMKG

"Saudara-saudaraku yang bermukim di pantai rawan tsunami, satu saat peristiwa semacam ini dapat terjadi, bersiagalah, kokohkan masyarakat setempat sebagai komunitas siaga tsunami," demikian tulis Daryono di akun Twitternya.

Namun sayang, dalam postingan tersebut, sang Mantri Lindu atau Mantri Gempa tidak memberikan penjelasan lebih lanjut terkait video yang menggambarkan bencana tsunami tersebut.

Daryono juga tidak menjelaskan lebih rinci terkait latar belakang dan tujuan dari ajakannya kepada masyarakat yang bermukim di pantai rawan tsunami untuk siaga.

Sejumlah warganet ada yang meyebut bahwa unggahan tersebut berkaitan dengan peristiwa bencana tsunami yang terjadi tanggal 15 Juni.

Sementara berdasarkan penelusuran Tribuncirebon.com kejadian tsunami 15 Juni yang dahsyat itu pernah terjadi Jepang pada tahun 1896.

Baca juga: Gempa Terkini M 4,7 di Bali Guncang Barat Daya Kuta Selatan, Kedalaman Pusat Gempa 10 Km

Gempa berdampak tsunami 15 Juni 1896

Dilansir dari wikipedia, gempa bumi Sanriku tahun 1896 (Meiji Sanriku Jishin ) adalah salah satu peristiwa seismik paling merusak dalam sejarah Jepang.

Gempa bermagnitudo 8,5 terjadi pada pukul 19:32 (waktu setempat) pada tanggal 15 Juni 1896.

Pusat gempa berada di sekitar 166 kilometer (103 mil) lepas pantai Prefektur Iwate , Honshu .

Gempa ini menghasilkan dua gelombang tsunami yang menghancurkan sekitar 9.000 rumah dan menyebabkan sedikitnya 22.000 kematian.

Ombak mencapai rekor ketinggian 38,2 meter (125 kaki); ini akan tetap menjadi rekor tertinggi hingga gelombang dari gempa bumi Tohoku 2011melebihi ketinggian itu lebih dari 2 meter (6 kaki 7 inci). 

Dari rekaman tsunami perkiraan magnitudo tsunami adalah (M t = 8.2), jauh lebih besar dari yang diperkirakan untuk magnitudo seismik yang diperkirakan dari intensitas seismik yang teramati ( M s =7.2).

Gempa ini sekarang dianggap sebagai bagian dari kelas peristiwa seismik yang berbeda, yaitu gempa tsunami.

Baca juga: Gempa Terkini di Jawa Barat Mengguncang Cianjur 3 Kali, Sukabumi dan Garut, Ini Unggahan BMKG

Info Geologi

Pusat gempa terletak tepat di sebelah barat Palung Jepang, ekspresi permukaan zona subduksi yang mengarah ke barat .

Parit tersebut merupakan bagian dari batas konvergen antara lempeng Pasifik dan Eurasia .

Besaran 

Perbedaan yang tidak biasa antara besaran gempa bumi dan tsunami berikutnya mungkin disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor: 

1. tsunami disebabkan oleh runtuhnya lereng yang dipicu oleh gempa bumi

2. kecepatan pecahnya sangat rendah

Para ilmuwan percaya efek sedimen subduksi di bawah baji akresi bertanggung jawab atas kecepatan pecah yang lambat. 

Efek dari sesar mencelupkan 20° di sepanjang bagian atas lempeng subduksi ternyata cocok dengan respons seismik yang teramati dan tsunami, tetapi membutuhkan perpindahan sebesar 10,4 m.

Pergeseran berkurang ke nilai yang lebih masuk akal setelah pengangkatan ekstra yang disebabkan oleh deformasi sedimen di baji dan kemiringan patahan yang lebih dangkal sebesar 10° dipertimbangkan.

Model sesar yang telah direvisi ini memberikan besaran Mw = 8.0–8.1 .

Angka yang jauh lebih dekat dengan perkiraan besaran tsunami yang sebenarnya.

Magnitudo 8,5 pada skala momen magnitudojuga telah diperkirakan untuk acara ini.

Detik-detik terjadi tsunami

Pada sore hari tanggal 15 Juni 1896, komunitas di sepanjang pantai Sanriku di Jepang utara sedang merayakan hari raya Shinto dan kembalinya tentara dari Perang Tiongkok-Jepang Pertama . 

Pasca gempa kecil, tidak banyak yang dikhawatirkan karena sangat lemah dan banyak juga getaran kecil yang dirasakan pada beberapa bulan sebelumnya. 

Namun, 35 menit kemudian gelombang tsunami pertama menghantam pantai, diikuti gelombang kedua beberapa menit kemudian.

Kerusakannya sangat parah karena tsunami bertepatan dengan air pasang.

Sebagian besar kematian terjadi di Iwate dan Miyagi meskipun korban juga tercatat dari Aomori dan Hokkaido.

Kekuatan tsunami sangat besar: sejumlah besar korban ditemukan dengan tubuh yang patah atau anggota tubuh yang hilang. 

Seperti kebiasaan mereka setiap malam, armada penangkap ikan lokal semuanya berada di laut saat tsunami melanda.

Di laut dalam, gelombang tidak diperhatikan.

Namun saat mereka kembali keesokan paginya, mereka menemukan puing-puing dan mayat. 

Ketinggian gelombang hingga 9 meter (30 kaki) juga diukur di Hawaii.

Gelombang dahsyat itu menghancurkan dermaga dan menyapu bersih beberapa rumah. (*)

Baca juga: Gempa Terkini di Prancis M 4,9 Picu Kerusakan Menara Lonceng Gereja La Laigne, Ini Kata Ahli BMKG

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved