Pembunuhan Brigadir J

Hotman Paris Heran Soal KUHP Baru, Asalkan Punya Surat Kelakuan Baik, FS Bebas Vonis Mati

Meski resmi dijatuhi hukuman mati, pengacara kondang Hotman Paris turut menanggapi perihal vonis yang diterima mantan Kadiv Propam tersebut.

Istimewa
Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/1/2023) saat hendak keluar dari persidangan 

Kemudian hadirnya KUHP baru, dianggap Hibnu dapat semakin menjauhkan peluang eksekusi mati terlaksana bagi para terpidananya, termasuk Ferdy Sambo.

Sebab dalam Pasal 100 ayat 1 KUHP baru, termaktub bahwa pidana mati memiliki masa percobaan 10 tahun dengan syarat terpidana memiliki rasa penyesalan dan harapan untuk memperbaiki diri.

"KUHP baru, mati itu menjadi pidana bersyarat. Ketika syarat seseorang itu sudah baik dalam sekian tahun, menjadi tidak eksekusi mati," katanya.

Pandangan yang mirip juga disampaikan Juru Bicara Tim Sosialisasi KUHP, Albert Aries.

Ia menjelaskan bahwa bagi terpidana mati yang perkaranya telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah sebelum awal Januari 2026 dan belum dieksekusi, akan diberlakukan ketentuan Pasal 3.

"Bagi terpidana mati yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) sebelum awal Januari 2026 nanti (daya laku KUHP Nasional), tetapi masih belum dilaksanakan eksekusinya, maka berlakulah ketentuan Pasal 3 KUHP Nasional (lex favor reo)," kata Albert kepada Tribunnews.com melalui keterangan tertulis, Senin (13/2/2023).

Baca juga: BREAKING NEWS: Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati

"Yang menyatakan dalam hal terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan itu terjadi, diberlakukan peraturan yang baru, kecuali peraturan yang lama 'menguntungkan' bagi pelaku," jelasnya.

Kata Albert, hal ini didasarkan pada paradigma pidana mati dalam KUHP Nasional sebagai pidana yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif (Pasal 67 KUHP Nasional) untuk menjadi jalan tengah bagi kelompok yang pro (retentionis) dan kontra (abolitionis) terhadap pidana mati.

Oleh karena itu, lanjutnya, terhadap para terpidana mati yang belum dieksekusi saat berlakunya KUHP Nasional akan berlaku ketentuan “transisi” yang nanti akan diatur dalam Peraturan Pemerintah untuk menghitung “masa tunggu” yang sudah dijalani.

Juga asesmen yang dipergunakan untuk menilai adanya perubahan sikap dan perbuatan terpuji dari terpidana mati tersebut.

"Sehingga ketentuan ini, jangan dimaknai bahwa dengan berlakunya KUHP Nasional akan membuat pelaksanaan pidana mati menjadi hapus ya, karena segala sesuatunya tetap akan dinilai secara objektif melalui assesment yang diatur dalam Peraturan Pemerintah," ujar Albert.

Albert mengungkapkan bahwa saat KUHP Nasional berlaku nanti, maka akan membuka peluang bagi terpidana mati untuk mengajukan grasi kepada presiden.

"Jikalau permohonan grasi terpidana mati itu ditolak dan pelaksanaan eksekusinya belum juga dilaksanakan dalam waktu 10 tahun, maka dengan keputusan presiden, pidana mati tersebut dapat menjadi seumur hidup (Pasal 101)," terang Albert.

Sumber: Tribun Cirebon
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved