Sejarah Kayu Mati Buyut Perbatang di Situs Balong Keramat Tuk Pangeran Mancur Jaya Cirebon
Ratusan warga tampak menghadiri ritual memandikan dan mengganti kain kayu mati Buyut Perbatang di Situs Balong Keramat Tuk Pangeran Mancur Jaya
Penulis: Ahmad Imam Baehaqi | Editor: Mutiara Suci Erlanti
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Ahmad Imam Baehaqi
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Ratusan warga tampak menghadiri ritual memandikan dan mengganti kain kayu mati Buyut Perbatang di Situs Balong Keramat Tuk Pangeran Mancur Jaya di Desa Kertawinangun, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, Sabtu (15/10/2022).
Tradisi itu merupakan puncak rangkaian Maulid Nabi Muhammad Saw di Desa Kertawinangun yang digelar pada 19 Rabiul Awal atau sepekan setalah panjang jimat di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman setiap tahunnya
Juru Kunci Situs Balong Keramat Tuk Pangeran Mancur Jaya, Raden Suparja, mengatakan, kayu mati Buyut Perbatang tersebut mempunyai sejarah panjang.
Baca juga: Menengok Tradisi Maulid Nabi di Kertawinangun Cirebon, Ritual Pencucian Kayu Mati Buyut Perbatang
Menurut dia, kayu tersebut ditemukan oleh Pangeran Mancur Jaya yang merupakan seorang tokoh di era Kasultanan Cirebon pada ratusan tahun lalu.
"Cerita penemuan kayu ini dimulai saat Cirebon dilanda kemarau panjang, dan Pangeran Mancur Jaya mendapat tugas untuk mencari sumber mata air," kata Raden Suparja saat ditemui usai kegiatan.

Ia mengatakan, Pangeran Mancur Jaya yang mendapat perintah dari Sultan Cirebon berkelana ke arah barat Keraton Cirebon dan sampai di kawasan hutan belantara yang kini menjadi wilayah Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon.
Kala itu, Pangeran Mancur Jaya beristirahat sejenak dan tanpa sengaja menemukan sebatang kayu mati, tetapi tanah di bawahnya terlihat basah seperti terdapat sumber air.
Rupanya bertahun-tahun sebelumnya kayu tersebut pernah menjadi tempat duduk pendiri Cirebon, Pangeran Walangsungsang, saat bertapa di kawasan tersebut.
Pangeran Mancur Jaya pun mengambil dan menghentakkan kayu tersebut ke tanah untuk mengecek keberadaan sumber air. Tiba-tiba air memancar dari sela tanah yang dihentak kayu tersebut.
Hentakan kayu dan tanah yang menimbulkan bunyi "tuk," sehingga tempat ditemukannya kayu itu dinamakan Desa Tuk yang saat ini masuk wilayah Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon.
"Tempat ditemukannya mata air tersebut dibangun pedukuhan dan kini menjadi Desa Tuk yang penamaannya diambil dari bunyi yang ditimbulkan kayu saat membentur tanah," ujar Raden Suparja.
Namun, akibat pemekaran wilayah beberapa tahun lalu, tempat ditemukannya kayu itu menjadi Desa Kertawinangun, bukan Desa Tuk lagi," kata Raden Suparja.
Suparja menyampaikan, dalam pemekaran tersebut juga Desa Tuk dibagi menjadi dua desa, yakni Desa Tuk dan Desa Kertawinangun, yang letaknya juga bersebelahan.
Setelah menemukan sumber mata air, Pangeran Mancur Jaya kembali ke Kasultanan Cirebon ungjk melaporkannya kepada Sultan Cirebon di masa itu.