Terungkap, Ini Penampakan Tempat Persembunyian DN Aidit Saat Kabur Seusai Kudeta G30SPKI yang Gagal

DN Aidit merupakan tokoh antagonis PKI, terdapat sebuah rumah yang dulunya menjadi tempat persembunyian DN Aidit dalam pelarian seusai kudeta G30S/PKI

Kompas.com
KISAH DN Aidit, Dikenal Pemimpin Terakhir PKI yang Antogis,Ternyata Rajin Ibadah & Mengaji 

TRIBUNCIREBON.COM - DN Aidit dikenal sebagai sosok politikus yang menjabat sebagai pemimpin terakhir Partai Komunis Indonesia (PKI).

Atas kepemimpinannya di tahun 1960-an, PKI menjadi partai komunis terbesar di dunia, setelah RRC dan Uni Soviet.

Sejarah Indonesia mencatat, DN Aidit merupakan tokoh antagonis yang dituduh sebagai dalam G30S/PKI.

Dikutip dari Kompas.com terdapat sebuah rumah yang dulunya menjadi tempat persembunyian DN Aidit.

Rumah tersebut bahkan menjadi saksi peristiwa G30S/PKI.

Adapun rumah itu merupakan milik Nuri Andrianto (38), warga Kampung Sambeng, Mangkubumen, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah.

Bangunan berlantai dua itu dahulunya sebagai tempat persembunyian seorang pemimpin senior PKI, DN Aidit.

Andrianto mengatakan, dirinya membeli rumah itu medio 2012. Dia tidak mengetahui jika rumah itu dahulunya sebagai lokasi persembunyian DN Aidit.

Terungkap, Ini Penampakan Tempat Persembunyian DN Aidit saat jadi Pemimpin PKI
Terungkap, Ini Penampakan Tempat Persembunyian DN Aidit saat jadi Pemimpin PKI (Kompas.com/Labib Zamani)

"Saya belikan tidak tahu. Otomatis tidak tahu kalau ini rumah peninggalan sejarah, saya tidak tahu," kata Andrianto kepada Kompas.com di Solo, Jawa Tengah, Selasa (13/9/2022).

Dia baru mengetahui rumahnya pernah digunakan sebagai tempat persembunyian DN Aidit setelah mendengar informasi dari masyarakat sekitar.

Sebelum dibangun dua lantai, ungkap Andrianto semula rumahnya berbentuk joglo (rumah Jawa). Tingginya hanya sekitar 160 sentimeter. Atap dan kayu rumah sudah rusak dan keropos.

Untuk mengantisipasi sesuatu yang tidak diinginkan terhadap keluarganya, Andrianto terpaksa merobohkan rumah tersebut dan membangunnya ulang.

Baca juga: Kisah Hidup DN Aidit: Sosok Pemimpin PKI yang Kejam, Ternyata Dulunya Rajin Beribadah

"Tahunya setelah beli rumah ini. Cuma kondisi rumah mau roboh otomatis bisa tidak bisa saya punya keluarga anak kecil otomatis saya robohkan dan rehab semua. Katanya dulu ada lemari besarnya (tempat persembunyian DN Aidit). Tapi saya tidak tahu wujudnya seperti apa," ungkap dia.

Tetangga Andrianto, Prapto (70) membenarkan rumah yang ditempati Andrianto dan keluarganya dahulunya digunakan sebagai tempat persembunyian DN Aidit.

Sebelum dibeli Andrianto, rumah itu awalnya milik Harjo yang disewakan kepada seorang pegawai bernama Kasim. Di rumah Kasim inilah DN Aidit bersembunyi dari kejaran tentara.

Persembunyian DN Aidit di rumah Kasim rupanya telah diketahui aparat militer. Rencananya, dari rumah Kasim, DN Aidit akan melanjutkan pelariannya ke Madiun.

Usai pelarian panjang pascaperistiwa 30 September 1965 tepatnya sekitar pukul 03.00 WIB, aparat militer berhasil mengepung rumah Kasim untuk menangkap DN Aidit.

Mereka menggeledah seluruh isi dalam rumah Kasim. Aparat militer yang mengepung rumah Kasim sempat putus asa karena target yang mereka cari tidak ada.

Karena tidak menemukan DN Aidit, aparat militer kemudian membawa Kasim ke markas untuk diinterogasi dan menunjukkan keberadaan DN Aidit.

Kasim sempat menolak permintaan aparat militer menunjukkan DN Aidit. Tidak tahan dengan siksaan aparat militer, Kasim akhirnya memberitahukan persembunyian DN Aidit. DN Aidit bersembunyi di belakang lemari dalam ruangan rumahnya.

"Pak Kasim dulu kan kos di situ. Dia itu pegawai. Lha Pak DN Aidit itu temannya Pak Kasim. Tapi tidak tahu kok tiba-tiba sama tentara siaga Siliwangi dari Jawa Barat jam 3 pagi mengepung rumah itu," kata Prapto.

Prapto yang saat itu masih berusia 12 tahun terkejut dengan kedatangan banyak aparat militer di Sambeng. Mereka mendobrak masuk ke rumahnya dan menondongkan senjata ke arah Prapto.

Prapto yang sedang tidur terbangun ketakutan karena ditondong senjata aparat militer. Ayah Prapto, Darso meminta aparat militer melepas tondongan senjata ke arah anaknya karena masih kecil.

"Warga di sini semua takut karena tahu-tahu digerebek kok. Bapak saya diminta jongkok kedua tangannya ditekuk dan telapak tangan di atas bahu," katanya.

Pasca-penangkapan DN Aidit, ungkap Prapto, warga satu kampung yang berusia dewasa atau sekitar 21 tahun dibawa aparat militer ke markas.

Mereka dimintai keterangan apakah ikut terlibat dalam peristiwa G30S PKI atau tidak. Karena tidak ada yang terlibat gerakan G30S PKI, warga yang ditangkap akhirnya dibebaskan.

"Dulu bapak saya juga dibawa aparat militer ke markas. Kira-kira enam hari. Tapi bapak saya tiga hari sudah pulang karena tidak terlibat peristiwa G30S PKI," ungkap Prapto.

Warga lainnya, Wiyoto mengatakan, dari cerita orangtua dahulu DN Aidit disergap aparat militer dari persembunyiannya di rumah yang sekarang ditempati Andrianto.

Penyergapan DN Aidit di rumah persembunyiannya itu dilakukan aparat militer pada pagi dini hari, sehingga tidak banyak warga yang mengetahui peristiwa itu.

"Dari cerita mbah-mbah dulu Pak DN Aidit disergap tentara di rumah itu. Saya waktu itu masih umur tiga tahun," kata Wiyoto.

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved