KISAH DN Aidit, Dikenal Pemimpin Terakhir PKI yang Antagonis,Ternyata Rajin Ibadah & Mengaji
DN Aidit dikenal sebagai politikus yang menjabat sebagai pemimpin terakhir Partai Komunis Indonesia (PKI).
Penulis: Sartika Rizki Fadilah | Editor: Machmud Mubarok
DN Aidit kemudian diasingkan ke Pulau Onrust selama tujuh bulan, sebelum akhirnya dibebaskan.
Pada 1948, DN Aidit, Lukman, dan Njoto ditugaskan untuk menjadi penerjemah Manifesto Komunis ke dalam bahasa Indonesia. Pada Agustus di tahun yang sama, ketiganya diangkat sebagai anggota komite sentral, masing-masing bertanggung jawab atas urusan pertanahan, agitasi, dan propaganda.
Mereka kemudian menjadi anggota Politbiro PKI baru yang dibentuk Musso pada 1 September 1948, di mana DN Aidit bertanggung jawab atas bagian perburuhan partai.
Baca juga: Sarwo Edhie Wibowo Berhasil Pimpin RPKAD Tumpas G30S/PKI, Tapi Akhirnya Disingkirkan Soeharto
Membangun PKI
Pada 1948, terjadi peristiwa Pemberontakan PKI Madiun, yang membuat DN Aidit harus melindungi diri ke Tanjung Priok.
Setelah peristiwa PKI Madiun, empat anggota Politbiro, yaitu DN Aidit, Njoto, Lukman, dan Sudisman menggantikan posisi pemimpin lama pada Januari 1951.
Aidit terpilih sebagai sekretaris jenderal partai berdasarkan hasil kongres kelima.
Setelah itu, DN Aidit berusaha mengkudeta tokoh-tokoh tua PKI, di antaranya Alimin dan Tan Ling Djie, yang dinilai banyak melakukan kesalahan.
Kariernya melejit pada akhir 1950-an, setelah menyingkirkan tokoh-tokoh tua PKI.
Dengan dukungan sejumlah aktivis muda dalam Kongres V PKI, DN Aidit berhasil mencapai posisi Ketua Comite Central PKI (CC-PKI).
Selanjutnya, ia menggeser kiblat PKI dari Rusia ke RRC dan membangun PKI secara militan.
DN Aidit membentuk berbagai organisasi mantel dan menempatkan kader-kadernya dalam berbagai organisasi profesi dan militer.
Dengan gayanya yang flamboyan, DN Aidit tidak hanya berhasil mendekati Soekarno, tetapi juga membawa orang-orang PKI di jajaran pemerintahan.
Kampanye Nasakom yang didengungkan rezim Soekarno adalah salah satu bukti keberhasilan DN Aidit dalam politik di Indonesia.
Dalam Pemilu 1955, PKI berhasil masuk dalam empat suara terbanyak di Indonesia dengan raihan 3,5 juta suara.
Pada 1962, DN Aidit juga tergabung dalam Kabinet Kerja III sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) hingga 1963.
Kemudian, pada 1963-1964, ia menduduki jabatan yang sama, sebagai Wakil MPRS dalam Kabinet Kerja IV, dan juga dalam Kabinet Dwikora I pada 1964-1965.