Keraton di Cirebon
INTIP Tradisi Selametan Bubur Suro di Keraton Kanoman dan Lingkungan Warga Cirebon, Masih Eksis Kah?
Patut disyukuri, tahun 2021, acara tradisi Selamaten Bubur Suro berdasarkan dari berbagai sumber masih bisa dilaksanakan di Keraton Kanoman.
TRIBUNCIREBON.COM -Tradisi membuat bubur suro untuk dibagikan kepada masyarakat pada bulan Muharram di Cirebon masih eksis kah?
Sejak munculnya pandemi Covid-19 hampir semua acara yang mengundang kerumanan massa seakan lenyap tak terdengar.
Padahal biasanya, di bulan Muharram atau bulan pertama di tahun Hijriyah, yang juga sering disebut bulan Asyura atau Suro merupakan salah satu bulan sakral bagi lingkungan keraton di Cirebon. Khususnya di Keraton Kanoman, biasa digelar pembacaan Babad Cirebon dan acara yang diberi nama Selametan Bubur Suro.
Untuk pembacaan Babad Cirebon, pihak Keraton Kanoman sudah melaksanankannya pada 1 Muharram 1444 Hijriyah atau Sabtu (30/7/2022).
Baca juga: INTIP Tradisi Pembacaan Babad Cirebon di Bangsal Witana Keraton Kanoman, Bangunan Pertama di Cirebon
Namun untuk pelaksanaan Selamaten Bubur Suro yang biasa digelar tanggal 10 Muharram, masih belum diketahui secara pasti apakah akan dilaksanakan atau tidak.
Patut disyukuri, tahun 2021, acara tradisi Selamaten Bubur Suro berdasarkan dari berbagai sumber masih bisa dilaksanakan di Keraton Kanoman.
Kegiatan itu tepatnya dilaksanakan di Bangsal Paseban Keraton Kanoman Cirebon.

Bahkan saat itu, Juru Bicara Keraton Kanoman Cirebon, Ratu Raja Arimbi Nurtina, Kamis 19 Agustus 2021 sempat menjelaskan bahwa acara ritual Selametan Bubur Suro ini sudah dilakukan sejak masa Sunan Gunung Jati (Wali Sanga), sehingga sudah teruji oleh lintasan zaman dan peradaban.
Karena itu pula ditegaskannya bahwa Keraton Kanoman sebagai pewaris tahta dan tradisi ritual suci peringatan hari besar Islam yang dilakukan Sunan Gunung Jati, tetap konsisten melakukannya.
Dijelaskannya acara tradisi Selametan Bubur Suro dilakukan setiap tanggal 10 Suro atau 10 Muharram karena dikaitakn dengan peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah Islam, seperti tubatnya Nabi Adam
AS kepada Allah, berlabuhnya kapal Nabi Nuh AS, Selamatnya Nabi Ibrahim AS dari api hukuman
Raja Namruj. Nabi Yusuf AS dibebaskan dari penjara, Nabi Ayyub disembuhkan dari penyakit, serta Nabi Musa dan umatnya diselamatkan darikejaran Fir’aun. Selain itu juga sebagai peringatan terbunuhnya Sayyidina Husein bin Ali.
Baca juga: Jubir Keraton Kanoman Sebut Tradisi Pembacaan Babad Cirebon Tahun Ini Jadi Penawar Rindu Masyarakat
Peristiwa bersejarah ini kemudian diperingati dan diabadikan dalam sebuah tradisi yang disebut Bubur Suro oleh para Walisanga, khususnya Sunan Gunung Jati.
Selain itu, peringatan asyura juga mempunyai keutamaan untuk belajar mengeluarkan sedekah
Acara ini diawali dengan prosesi masak-masak oleh rombongan para ratu dan abdi dalem Panca Pitu.
Kemudian prosesi penyajian bubur suro di Pendopo Jinem Keraton Kanoman pukul 08.00 Wib sampai menjelang Dzuhur.
Sementara itu dilansir dari laman disbudpar.cirebonkota.go.id, bubur suro memang merupakan makanan untuk upacara Selametan Bubur Suro.
Upacara ini dilakukan pada bulan Suro atau Muharram, bubur suro dibuat pada bulan suro atau Muharran.
Adapun pelaksanannya biasa digelar di Bangsal Paseban Keraton Kanoman Cirebon.
Untuk bahan pokok bubur Suro dibuat dari bahan suro pendeman atau hasil bumi, seperti kacang-kacangan, umbi-umbian, kelapa, dan buah-buahan. Dan semua bahan tersebut berasal dari masyarakat yang memberikannya secara sukarela.
Bubur suro terdiri dari bubur beras, santen kelapa, dan lauk-pauk. Lauk pauk tersebut di antaranya sambel goreng, dendeng daging sapi suwir, dendeng daging ayam suwir, ikan asin jambal asep, ikan asin ebi, oso (srundeng kuning), Kacang tanah goreng, buah delima pretel, buah jeruk gede suwir, daun kemangi, dan lain-lain.
Untuk penyajian, bubur suro ditempatkan di takir, yaitu wadah yang terbuat dari daun klutuk berbentuk seperti perahu.
Baca juga: Ada Apa di Keraton Kanoman? Keraton di Cirebon yang Punya Banyak Bangunan, di Antaranya Kebon Jimat
Warga pun turut membuat bubur suro
Sementara tahun 2018 lalu, warga di Kabupaten Cirebon
Kabarnya warga di komplek Museum Pangeran Pasarean di Kelurahan Gegunung, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, setiap tahun selalu membuat bubur suro.
Dilansir dari Tribunjabar,id, saat itu, Kamis (30/9/2018) siang, tampak ada sebelas kuali yang berjejer dan didampingi oleh para wanita paruh usia.
Mereka sedang mengaduk bubur. Bubur itu nampak sama dengan bubur pada umumnya.
Namun, pada beberapa tahapan selanjutnya, bubur akan dicampur dengan sembilan bahan hasil bumi, di antaranya kentang, wortel, ubi, jagung, talas dan kembili yang diaduk secara merata.
Sebagian warga lainnya tampak sedang mengiris bumbu, ada yang membersihkan beras, ada pula yang sedang menyajikan bubur.
Puluhan warga dari berbagai daerah dari Cirebon juga tampak berdatangan. Di musala, ada pujian yang menyambut para tamu maupun warga.
Bubur Sura itu merupakan bubur khas yang biasa dibuat setiap tahunnya di beberapa tempat bersejarah di Cirebon.
Semakin sore, tempat itu juga akan semakin dipenuhi pengunjung.
"Bubur ini biasa dibuat pada 10 Sura, diambil dari kisah Nabi Nuh, di mana saat itu semua orang kafir meninggal dan tinggal Nabi Nuh dan pengikutnya yang ada di dalam kapalnya yang selamat. Sisa makanan di sana dicampur-campur agar cukup untuk dimakan semua," kata ujar juru kuncen Museum Pangeran Pasarean, R Hasan Ashari (53), saat ditemui di Kelura, Kamis (30/9/2018).
Dari sisa makanan yang ada di kapal tersebut dibuatlah Bubur Sura seperti saat ini.
Bubur Sura juga biasa disajikan dengan ati, oreg tempe, sambal, dan kerupuk. Rasanya gurih dan sangat lembut di mulut.
Inti dari peringatan pembuatan bubur tersebut adalah agar manusia dapat bergotong-royong, tolong menolong, dan saling mengasihi terhadap orang yang tidak mampu.
Tahun ini, di Museum Pangeran Pasarean khusus membuat Bubur Sura sebanyak satu kuintal.
Semua bahan-bahannya didapatkan dari sumbangan warga sekitar. Dibuatnya pun masih menggunakan kayu bakar.
"Dari 11 kuali ini pembuatan bubur baru setengah kuintal dari pukul 11.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB," kata seorang warga, Dasmi (60), sembari mengaduk bubur.

Persiapan pembuatan bubur sendiri dimulai sejak dua hari sebelum pelaksanaan, mulai dari pengupasan bumbu, penyediaan kayu, dan membersihkan beras.
"Ini sengaja dibuat banyak karena semakin tahun antusias masyarakat yang ingin menyumbangkan hartanya semakin banyak. Pengunjung juga semakin banyak setiap tahunnya," kata R Hasan Ashari.
Peringatan Bubur Sura itu juga biasa diperingati dengan memberikan santunan kepada anak yatim, salawatan, hingga pengajian. (*)
Baca juga: Sejarah Keraton Kasepuhan Cirebon, Sempat Diwarnai Adanya Ketagangan Antara Banten dan Mataram