Kisah Cinta Bos Persib, Memikat Sang Pujaan Hati Pakai Sepeda Ontel dan Kacang Rebus
Umuh Muchtar muda tak menyangka gadis yang dilihatnya di teras sebuah rumah akan terbawa mimpi di kala tidur.
Laporan Kontributor TribunJabar.id Sumedang, Kiki Andriana.
TRIBUNCIREBON.COM, SUMEDANG - Umuh Muchtar muda tak menyangka gadis yang dilihatnya di teras sebuah rumah di Gang Desa, Babakan Sari, Kiaracondong, Bandung akan terbawa mimpi di kala tidur.
Padahal, gadis itu hanya dilihatnya selintas ketika dia bersepeda kumbang.
Waktu itu belum tahun 1970, dan Bandung yang sejuk dengan bunga-bunga pohon flamboyan bermekaran, menjadi tanda mekar jua cinta Umuh Muchtar kepada gadis bernama Pipin itu.
"Ini kisah cinta saya dengan ibu (Istri), ya dulu Ibu punya kakak di Gang Desa, saya waktu itu sudah kerja di Philips (NV Philips Fabricageen Handels Maatschappij) dan orang yang kerja di situ kan disebutnya yang terbaik di Bandung, saya sering lewat ke depan rumah itu pakai sepeda ontel,"
"Pakai sepeda ontel dengan baju trilin, kemeja berdasi kupu-kupu, ya sering lah suit-suit (bersiul)," kata Haji Umuh Muchtar mengisahkan perjumpaan-perjumpaan pertamanya dengan sang istri, Hj Pipin Muchtar kepada TribunJabar.id, Selasa (8/3/2022) di kediamannya di Tanjunsari, Sumedang.
Perjumpaan Umuh dengan Pipin (69) semakin sering, apalagi ketika itu kantor NV Philips Fabricageen Handels Maatschappij tempat Umuh bekerja berada di sekitar Kiaracondong.
Kesempatan jumpa itu datang lagi dan datang lagi. Apalagi Pipin selalu hadir menonton Umuh yang hobi bermain musik gambus.

"Saya pemain gambusan, saya main di mana saja, ibu selalu ada," kata Umuh.
Suatu malam, ketika usai bermain gambus, Umuh yang dari atas panggung telah silau oleh cahaya wajah bintang pujaannya yang ada di kerumunan penonton memberanikan diri menghampirinya.
Seturun dari panggung, dia membeli kacang rebus yang kala itu banyak dijajakkan di acara-acara yang berlangsung malam hari.
Kacang rebus dibungkus kertas koran yang digulung kerucut menyerupai wafer corong es krim.
"Habis main gambusan, banyak tukang suuk (pedagang kacang rebus). Ibu dikasih suuk dan kami mengobrol. Dekat saja dari sana, sampai saya menyatakan cinta dan terjodohkan karena Allah," kata Umuh.
Dia mengaku untuk mendapatkan Pipin, banyak saingan yang mesti dihadapi. Wajar, katanya, Pipin memang bintangnya di Gang Desa.
Namun, segagah apapun saingan, Umuh tetap percaya diri, dan kepercayaan diri itu berbuah manis.
Umuh begitu mencintai Pipin. Keduanya punya ritual yang tak pernah ditinggalkan selama 25 tahun pernikahan sejak 1969. Yakni, menonton di Bioskop.
Setiap Sabtu malam, Umuh dan Pipin pergi ke bioskop Palaguna Nusantara atau ke bioskop Dian.
"Selama 25 tahun ada kewajiban khusus yaitu nonton, dan saya tidak pernah meninggalkan kewajiban itu, bahkan sampai kami punya anak 3,"
"Waktu itu naik motor kalau ke bioskop, naik motor DKW (sepeda motor Jerman)," kata Umuh.
Umuh begitu semangat bekerja dan terutama berbisnis. Dalam meraup rupiah, jalan Umuh selalu mulus. Misalnya, ketika dia mulai menjual celana kepada teman sejawat atau karyawan lainnya di tempatnya bekerja. Penjualan dengan cara kredit itu berjalan lancar.
Dari semula mencoba beberapa puluh potong, kemudian nyaris 400 orang yang kredit celana kepadanya.
"Saya istilahnya gaji Rp1.000, untung dari jualan celana bisa Rp20.000," katanya.
Uang yang banyak itu dia tidak habiskan sendiri. Dia ajak istrinya menonton sepakbola di Stadion, menonton klub Persib kesayangannya sejak dahulu. Kalau Persib menang, para pemainnya dia beri bonus, meski ketika itu Umuh hanya berstatus bobotoh.
Bukan hanya di lapangan hijau, Umuh juga sering berbagi rejeki di aspal, lewat hobinya bersepeda motor. Ketika itu, dia sering bersepeda motor jarak jauh dengan sejumlah Kepala Bagian di kantor tempatnya bekerja.
Jika bersepeda motor ke Pangandaran, misalnya, teman-temannya hanya cukup punya sepeda motor dan mau ikut. Sisanya, mulai dari bensin, makan, hingga penginapan, ditanggung Umuh.
"Saya senang pakai motor dengan Kepala Bagian, orang tidak keluar apa-apa, itu saya yang handle semua. Bersahabat, tidak dikurangi rezeki asal dengan keikhlasan," katanya.
Kini, puluhan tahun telah diarungi Haji Umuh Muchtar dan Hj Pipin Muchtar. Sempat suatu masa, keduanya mengalami cobaan berat, yakni meninggalnya putra bungsu mereka Agung Kurniawan pada sekitar tahun 1998.
Kejadian yang membuat berkabung lama itu akhirnya disadari Umuh sebagai ujian untuk meneguhkan hatinya dan hati Pipin agar semakin kuat mengarungi kehidupan.
Betul saja, hingga kini, keluarganya langgeng, selamat dari badai kehidupan, dan uang yang dimiliki tampak tak pernah berkurang.
Pasangan bercucu 10 dan satu cicit ini terkenal dermawan. Bahkan di Ciluluk, Tanjungsari, Sumedang, Haji Umuh dengan dukungan istrinya, memugar sebuah masjid menjadi megah.
"Kini tinggal menikmati hidup," kata Haji Umuh yang sangat suka masakan sayur kacang, ikan asin goreng, dan sambal buatan Hj Pipin itu.
"Bersyukur ibu selalu mendukung, bahkan dia yang selalu mengingatkan,"
"Itu sebabnya saya enggak pernah macam-macam, cinta ibu tak akan pernah tergantikan," kata Ayah Wakil Bupati Sumedang, Erwan Setiawan ini.
Kini, selain mengisi waktu dengan banyak berbagi dengan masyarakat di Ciluluk, sebuah dusun di mana rumah Haji Umuh berada, dia dan istrinya sering juga menghabiskan waktu bersama untuk menonton pertandingan Persib lewat televisi.
"Sebelum Pandemi Covid-19 ibu tak pernah ketinggalan datang ke stadion. Ya dia ajak lagi ibu-ibu lain, istri-istri pemain, mereka makan sebelum pertandingan, habis pertandingan makan lagi, tapi semenjak pandemi nonton di televisi saja," kata Umuh.