Panglima Santri Geram Menag Yaqut Umpamakan Suara Mengganggu Seperti Gonggongan Anjing
Panglima Santri Uu Ruzhanul Ulum menanggapi pernyataan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumasyang mengumpamakan azan sama mengganggunya dengan gonggonga
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Panglima Santri Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menanggapi pernyataan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas yang mengumpamakan suara azan sama mengganggunya dengan gonggongan anjing. Uu menilai bahwa mengandaikan azan mengganggu seperti gonggongan anjing adalah sesuatu yang tidak elok.
Pak Uu, sapaan karibnya,menegaskan bahwa gangguan dari gonggongan anjing sangat berbeda dengan suara azan dari pengeras suara. Bahkan menurutnya, suara azan terbukti banyak menuntun orang untuk masuk Islam.
"Tidak elok mentasbihkan azan dengan gonggongan anjing, karena mengganggunya gonggongan anjing dan suara azan akan berbeda di telinga. Bahkan banyak orang masuk Islam karena suara azan. Oleh karena itu, Menteri Agama mohon bijaksana dalam membuat statement," ujar Pak Uu di Gedung Sate Kota Bandung, Kamis (24/2/2022).
Baca juga: Menag Yaqut Keluarkan Aturan Volume Pengeras Suara di Masjid Tak Boleh Lebih dari 100 Desibel
Baca juga: Sholat Jumat di Masjid Masih Diperbolehkan Saat PPKM Level 3, Tapi Patuhi Aturan Ini
Pak Uu juga mengutarakan pendapatnya terkait diterbitkannya Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Ia meminta pihak Kementerian Agama agar lebih bijak dalam membuat aturan.
Pak Uu mengungkapkan Surat Edaran ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, sehingga memicu kegaduhan. Terutama, katanya, timing penerbitan Surat Edaran ini dinilai kurang tepat karena menjelang bulan suci Ramadan.
"Memang masalah surat edaran pemakaian speaker ada yang setuju, ada yang tidak. Tetapi justru pro kontranya itu yang bikin gaduh dan ramai," tuturnya.
Pak Uu mengatakan, pihak Kemenag seyogyanya melibatkan tokoh-tokoh agama dari berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk berdiskusi sebelum membuat aturan. Dengan demikian, aturan akan lebih mudah diterapkan dan ditaati, meski surat edaran tidak memiliki kekuatan hukum.
"Paling tidak ada komunikasi dulu dengan tokoh agama atau pemuka masyarakat lainnya. Jangan tiba-tiba (keluarkan) edaran, masyarakat banyak yang bertanya pada saya. Sekalipun secara hierarki surat edaran tidak memiliki kekuatan hukum, tetapi masyarakat banyak yang resah dengan hal semacam ini," katanya.
Lebih lanjut Pak Uu menyarankan agar pihak Kemenag lebih menitikberatkan penyusunan aturan terkait pemanfaatan masjid dan musala jelang Ramadhan, namun disesuaikan dengan kondisi perkembangan pandemi Covid-19. Menurutnya, langkah tersebut lebih bijak untuk dilakukan di negara dengan penduduk mayoritas muslim ini.
Kendati demikian, Pak Uu yang juga Wakil Gubernur Jawa Barat ini menyatakan siap untuk mengikuti aturan surat edaran tersebut, sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat.
"Kalau saya selaku perintah akan mengikuti apa yang diinstruksikan oleh pemerintah pusat, karena kami merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. Saya harap Kemenag lebih bijaksana dalam mengambil keputusan pengaturan agama di Indonesia yang mayoritas muslim. Lebih baik kita persiapkan umat Islam menghadapi bulan suci Ramadhan, surat edaran masjid harus dipersiapkan untuk salah tarawih dan sebagainya. Itu akan lebih mengena dan adem pada masyarakat," kata.
Pak Uu juga mengajak Kemenag untuk mengalihkan fokus penyusunan kebijakan pada permasalahan keberpihakan pemerintah untuk pondok pesantren, pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah dan aaliyah, hingga isu toleransi di beberapa daerah yang dianggap rawan.
"Mungkin masih banyak hal-hal yang harus diatur oleh pemerintah lewat Kemenag, seperti tentang pesantren-pesantren salafiyah yang tidak ada sekolahnya. Madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah dan aaliyah swasta yang kekurangan guru dan sarana prasarana. Kemudian juga tentang daerah-daerah yang dianggap toleransinya rawan," papar Pak Uu.
Jelang bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri, kata Pak Uu, penggunaan speaker masjid dan musala menjadi sangat vital, karena menjadi momentum syiar Islam. Sehingga jika ada pihak yang merasa terganggu dengan penggunaan speaker masjid, Pak Uu harapkan rasa saling menghargai masyarakat lebih ditingkatkan.
"Di bulan Ramadhan dan lebaran nanti, penggunaan speaker pasti lebih banyak, kan sebagai syiar nuansa Ramadhan. Kalau memang ada umat Islam atau non muslim yang merasa terganggu, di sinilah kita harus lebih saling menghargai," ungkapnya.
Seperti diberitakan, Kementerian Agama menerbitkan surat edaran pemakaian speaker yang mengatur tentang volume pengeras suara di masjid dan musala maksimal 100 dB (desibel). Selain itu, surat edaran ini juga mengatur penggunaan speaker di waktu adzan, serta durasi pemakaian pengeras suara maksimal 10 menit.
Roy Suryo Tunjukkan Bukti
Pakar Telematika Roy Suryo turut menyoroti soal pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang memberi contoh perbandingan suara toa masjid dengan gonggongan anjing.
Mulanya, Roy Suryo hampir tidak percaya pernyataan ini dilontarkan oleh Yaqut, seorang Menteri Agama RI.
Bahkan, Roy sempat mengira judul berita yang dia baca hanya untuk menarik para pembaca dengan isi yang tak sesuai.
"Tadinya sempat saya kira ini hanya "clickbait" media (utk mendapat perhatian saja).
Namun ketika media sekelas Detik, Tribun, Liputan 6-pun menuliskan hal yg sama,
Apakah layak suara Muadzin -yg mengumandangkan Adzan, panggilan Sholat- dibandingkan dgn Gonggongan Anjing ? AMBYAR," kata Roy, dalam akun twitternya @KRMTRoySuryo2, Rabu malam 24 Februari 2022.
Kemudian Roy Suryo pun memposting video rekaman Menag saat menyatakan pernyataannya yang dinilai tidak pantas tersebut.
"Ini BUKTI Otentik Rekaman Audio-Video-nya, 100% ASLI Tanpa Rekayasa / Editing ..," kata Roy Suryo.
Tak hanya sampai di situ, Roy Suryo pun kemudian mengunggah video rekaman Menag kembali yang diserrtai keterangannya.
"Maaf karena ada Permintaan Video ASLI tsb ditulis NARASI-nya, maka saya Posting Video berikut Caption Narasi tsb (yg secara jelas memuat kata2 ANJING, MENGGONGGONG dsb)," kata Roy Suryo.
Berdasarkan rekaman video tersebut, berikut pernyataan Menag yang memuat kata-kata anjing menggonggong:
"Yang paling sederhana lagi kalau kita hidup. Tetangga kita ini dalam satu kompleks misalnya, kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya, menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Jadi suara-suara ini, apapun suara itu harus kita atur, supaya tidak menjadi gangguan. Ya speaker di masjid, mushala silakan dipakai, monggo dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada yang merasa terganggu," tutur Menag
Sementara sebelumnya diberitakan Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas menghadiri kegiatan temu ramah dengan para tokoh agama di Gedung Daerah, Jalan Diponegoro Pekanbaru, Rabu (23/2/202).
Di acara itu ia menjelaskan, kenyamanan dan ketentraman menjadi alasan mendasar tentang keputusannya menerbitkan surat edaran aturan pengeras suara masjid saat azan.
Yaqut Cholil Qoumas menyebut, suara bising dari azan yang diperdengarkan melalui toa dan speaker akan menganggu kenyamanan masyarakat.
Jika pengeras suara rumah ibadah dibunyikan dengan suara volume yang keras dan dilakukan disaat bersamaan dikhawatirkan bisa menggangu orang lain.
"Rumah ibadah itu kalau sehari lima kali membunyikan toa dengan suara kencang-kencang disaat bersamaan itu bagaimana," kata Yaqut Cholil Qoumas dilansir dari Tribunpekanbaru.com, usai menghadiri kegiatan temu ramah dengan para tokoh agama di Gedung Daerah, Jalan Diponegoro Pekanbaru, Rabu (23/2/202).
Artinya, kata Yaqut Cholil Qoumas, apapun suara yang didengar oleh orang, jika tidak diatur dengan baik, maka suara tersebut bisa mengganggu orang..
Termasuk suara-suara yang keluar dari pengeras suara atau toa di masjid-masjid dan mushalla.
"Apa pun suara itu, harus kita atur, supaya tidak menjadi gangguan, speaker di masjid, di mushala, monggo dipakai, silkahkan dipakai, tapi diatur, agar tidak ada yang terganggu, supaya niat menggunakan toa dan speaker sebagai sarana, sebagai wasilah untuk siar tetap bisa dilaksanakan tanpa harus mengganggu mereka yang mungkin tidak sama kenyakinannya dengan kita, jadi berbeda kenyakinan itu kita harus saling menghargai," katanya. (*)