SIDANG Vonis Otak Pembunuhan Yang Libatkan 6 Oknum TNI AL Ricuh, Keluarga Korban Ngamuk, Hakim Kabur
Sidang kasus pembunuhan sadis terhadap San Fransisco Manalu alias Toni yang melibatkan 6 anggota TNI AL diwarnai kericuhan.
Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Purwakarta memvonis terdakwa Rasta otak dari pembunuhan yang melibatkan enam orang oknum TNI AL, dengan hukuman 13 tahun penjara.
Terdakwa Rasta diketahui, terjerat pasal 338 KUHP. Atas perbuatan yang ia lakukan terhadap korban San Fransisco Manalu.
Tuntutan Jaksa Juga Bikin Histeris Keluarga Korban
Pengadilan Negeri (PN) Purwakarta menggelar sidang lanjutan kasus pembunuhan sadis terhadap San Fransisco Manalu alias Toni oleh enam oknum anggota TNI AL yang terjadi pada 29 Mei 2021 lalu.
Sidang berlangsung dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), namun keluarga nampak kecewa hingga menangis histeris mendengar tuntutan JPU.
Sebelumnya enam terdakwa oknum TNI AL telah divonis dengan hukuman 9-13 tahun penjara ditambah pemecatan dari dinas militer.
Dalam persidangan yang digelar kali ini, Senin (7/2/2022).
Jaksa menuntut terdakwa sipil atas nama Rasta yang merupakan otak dari pelaku penganiayaan berujung kematian tersebut.

Keluarga kecewa lantaran terdakwa ditutuntut pasal 340 KUHP dengan hukuman kurungan selama 19 tahun penjara.
Mendengar tuntutan ini, keluarga korban yang hadir dalam persidangan sontak berteriak hingga menangis histeris, mereka tidak terima karena tuntutan Jaksa dinilai terlalu ringan.
Tuntutan 19 tahun penjara dinilai tidak sebanding dengan perbuatan keji yang dilakukan terdakwa.
Sebelumnya keluarga korban meminta terdakwa dihukum mati atau minimal penjara seumur hidup.
Bahkan hingga di luar persidangan, keluarga korban masih menangis histeris dan berharap agar majelis hakim bisa adil.
Baca juga: PENGAKUAN Mantan Suami Bunuh Ibu Guru Ati Rohaeni, Sepakat Rujuk Tapi Mantan Istri Selingkuh
Ayah korban Jonisah Pandapotan Manalu menilai, tuntutan Jaksa sangat ringan karena anaknya harus kehilangan nyawa dalam pembantaian tersebut.
Terdakwa yang dianggap sebagai otak pelaku pembunuhan berencana tersebut, dianggap pantas menerima hukuman mati.