Gunung Tangkuban Parahu Semburkan Uap Panas, Ada Potensi Erupsi? Petugas BPBD Disiagakan

Gunung Tangkubanparahu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), mengalami peningkatan intensitas aktivitas vulkanik.

Editor: dedy herdiana
Tribun Jabar/Hilman
Gunung Tangkuban Parahu. Foto diambil pada Kamis (10/10/2019). 

Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono, mengatakan, embusan gas tersebut diduga akibat adanya air bawah permukaan atau air yang meresap ke bawah permukaan yang terpanaskan oleh batuan panas di bagian dangkal atau di bawah permukaan kawah.

"Lalu membentuk akumulasi uap air (steam) bertekanan tinggi, sehingga terjadi over pressure dan keluar melalui rekahan sebagai zona lemah, berupa embusan yang cukup kuat. Embusan berwarna putih mengindikasikan didominasi oleh uap air," ujar Eko Budi Lelono melalui keterangan tertulisnya.

Menurut Eko, dinamika aktivitas vulkanik di dekat permukaan seperti ini dapat terjadi karena adanya perubahan kesetimbangan energi yang berasal faktor internal maupun eksternal.

"Faktor internal berasal dari tekanan uap magma yang naik dari kedalaman, sedangkan faktor eksternal dapat berasal dari curah hujan dan tingkat evaporasi atau penguapan," katanya.

Ia mengatakan, kegempaan Gunung Tangkuban Parahu selama 1 Januari-11 Februari 2022 ditandai dengan terekamnya dua kali gempa vulkanik dangkal, satu kali gempa frekuensi rendah, serta 80 kali gempa embusan.

Dominasi gempa embusan selama periode tersebut, kata Eko, menunjukkan adanya aktivitas hydrothermal di bawah tubuh gunung api dengan energi gempa yang dicerminkan oleh grafik real-time seismic amplitude measurement (RSAM) fluktuatif dan tidak menunjukkan adanya pola kenaikan pada akhir periode pengamatan. 

"Pengamatan deformasi dengan menggunakan EDM (Electronic Distance Measurement) tidak menunjukkan adanya gejala inflasi (penggembungan akibat kenaikan fluida) pada tubuh gunung api," ucapnya.

Kendati demikian, Eko menilai ada potensi bahaya dari aktivitas Gunung Tangkuban Parahu saat ini, yakni berupa erupsi freatik yang bersifat tiba-tiba tanpa didahului oleh gejala peningkatan aktivitas vulkanik yang jelas, menghasilkan material piroklastik serta gas-gas vulkanik konsentrasi tinggi di sekitar kawah. 

"Sementara itu, hujan abu yang lebih tipis dapat menjangkau area yang lebih luas bergantung pada arah dan kecepatan angin," ujar Eko.

Ia mengatakan, jika mengacu pada data pemantauan visual dan instrumental itu, maka potensi bahaya Gunungapi Tangkuban Parahu, saat ini masih terlokalisasi, sedangkan potensi erupsi besar, hingga saat ini masih belum teramati.

Saat ini tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu ditetapkan pada Level I (Normal), dengan rekomendasi agar masyarakat tidak turun ke dasar Kawah Ratu dan tidak mendekati atau beraktivitas di sekitar kawah- kawah aktif lain.

"Tingkat aktivitas ini akan dievaluasi kembali selama dua hingga tiga hari ke depan untuk antisipasi jika terjadi gejala pengingkatan aktivitas vulkanik yang signifikan," katanya.

Dengan adanya peningkatan aktivitas ini, masyarakat agar mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) serta tidak terpancing oleh berita yang tidak benar dan tidak bertanggungjawab mengenai aktivitas Gunung Tangkuban Parahu.

"Kemudian masyarakat harus mengikuti arahan dari instansi yang berwenang yakni Badan Geologi yang akan terus melakukan koordinasi dengan BNPB dan K/L,Pemda, dan instansi terkait lainnya," ujar Eko.

Baca juga: Gunung Tangkuban Parahu- Semeru Disebut Memiliki Kesamaan, Begini Upaya Mitigasi BPBD Bandung Barat

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved