Kelakuan Ustaz Bejat yang Rudapaksa 12 Santriwati Dibongkar Keluarga Korban, Begini Katanya

AN (34) salah satu keluarga korban yang berasal dari Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut mengungkapkan modus bejat pelaku.

Editor: Mumu Mujahidin
ist/tribunjabar
Herry Wirawan, guru pesantren di Bandung yang merudapaksa 12 santriwatinya hingga melahirkan 8 bayi. 

Laporan Wartawan Tribunjabar.id, Sidqi Al Ghifari

TRIBUNCIREBON.COM, GARUT - Keluarga korban rudapaksa oknum guru ngaji di sebuah pesantren di Kota Bandung ungkap kelakuan pelaku.

Seperti diketahui 11 santriwati asal Garut jadi korban rudapaksa oleh Herry Wiryawan guru ngaji di pesantren di Kota Bandung.

Peristiwa rudapaksa itu terjadi sejak 2016 dan baru terungkap 2021.

Dari belasan santriwati yang dirudapaksa, banyak di antaranya yang hamil. Bahkan sudah ada yang hamil dua kali.

AN (34) salah satu keluarga korban yang berasal dari Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut mengungkapkan modus bejat pelaku.

Herry Wirawan, guru pesantren di Bandung yang merudapaksa 12 santriwatinya hingga melahirkan 8 bayi.
Herry Wirawan, guru pesantren di Bandung yang merudapaksa 12 santriwatinya hingga melahirkan 8 bayi. (ist/tribunjabar)

Ia menuturkan pihak keluarga tidak pernah mengetahui korban tengah dalam masalah lantaran setiap kali korban pulang ke rumah tidak pernah berkomunikasi karena korban tertutup.

Pelaku pun kerap memaksa korban untuk segera kembali ke pondok pesantren jika sedang pulang ke rumah. 

"Anak gak pernah lama di rumah, lebih dari tiga atau lima hari si pelaku Herry langsung nelpon, dia nyuruh kembali ke pondok," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id, Kamis (9/12/2021).

Pelaku diketahui tinggal seorang diri di dalam pesantren tersebut, sementara pengajar lainnya tinggal di rumah masing-masing.

AN menjelaskan pihak keluarga pun pernah bertanya-tanya dengan aturan ketat yang diberlakukan pesantren milik pelaku.

Baca juga: Keluarga Santri Korban Rudapaksa Guru Pesantren Marah, Kasus Ini Baru Mencuat, Ini Katanya

"Kenapa sih kok ketat banget, tapi yaa saat itu tidak berburuk sangka, ketat mungkin aturan yang udah diberlakukan oleh pihak pesantren," ucapnya.

Menurutnya keluarga memilih pesantren tersebut lantaran menawarkan pendidikan gratis.

Tawaran pendidikan gratis tersebut tanpa pikir panjang dipilih lantaran keluarga korban tidak cukup mampu untuk menyekolahkan anaknya.

"Sekolahnya gratis itu, kami pilih pesantren tersebut karena ekonomi kami menengah ke bawah," ungkap AN.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved