Ribuan Petani Unjuk Rasa Soal Lahan Tebu PG Jatitujuh, Sampaikan 5 Tuntutan di Pendopo Indramayu
ksi unjuk rasa dilakukan ribuan petani penggarap lahan tebu milik PG Jatitujuh di Pendopo Indramayu
Penulis: Handhika Rahman | Editor: Machmud Mubarok
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman
TRIBUNCIREBON.COM, INDRAMAYU - Aksi unjuk rasa dilakukan ribuan petani penggarap lahan tebu milik PG Jatitujuh di Pendopo Indramayu, Kamis (18/11/2021).
Para petani itu mengatasnamakan diri sebagai Aliansi Milenial Membela Rakyat-Indramayu (AMMER-I).
Mereka mendatangi Pendopo Indramayu, menuntut agar diizinkan untuk bercocok tanam di lahan milik PG Jatitujuh yang berlokasi di perbatasan antara Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka, tepatnya di wilayah Kecamatan Tukdana-Cikedung.
Baca juga: Harta Kekayaan Mayjen TNI Maruli Menantu Luhut, Digadang-digadang Sebagai Calon Pangkostrad
Baca juga: Kang Yana Hilang Misterius, Kapolres Sumedang : Sinyal Ponsel Korban Masih di Cadas Pangeran
Dalam hal ini, para petani meminta lahan tebu tersebut dikembalikan lagi fungsinya sebagai lahan kawasan perhutanan.
"Bahwa situasi yang dialami petani penggarap Indramayu belakangan ini semakin terpuruk akibat adanya konflik yang saat ini masih belum terselesaikan oleh pemerintah," ujar salah satu koordinator aksi, Hilmi Azis sekaligus petani asal Desa Segeran, Kecamatan Juntinyuat kepada Tribuncirebon.com, Kamis (18/11/2021).
Hilmi Azis mengatakan, para petani penggarap tidak bisa bercocok tanam karena kondisi tumpang tindih antara petani kawasan hutan dengan Hak Guna Usaha (HGU) PT Rajawali.
Kondisi tersebut, dinilai dia, sudah sangat memprihatinkan dan mengakibatkan konflik berkepanjangan.
Di sisi lain, mata pencaharian para petani, lanjutnya, hanya mengandalkan hasil garapan di lahan tersebut untuk menghidupi keluarga.
Dalam aksi unjuk rasa itu, sedikitnya ada 5 tuntutan yang diminta para petani.
Pertama, masyarakat Indramayu atau petani penyangga yang sudah eksisting sebagai penggarap di kawasan hutan yang tumpah tindih dengan HGU PT Rajawali tidak terusir dari lahan garapannya untuk keberlangsungan kehidupan diri dan keluarganya.
Kedua, pemerintah daerah agar mendesak pemerintah pusat untuk memberikan kepastian hukum terhadap subjek tanah yang disengketakan.
Ketiga, memperbolehkan lagi petani penggarap Indramayu untuk mengelola lahan garapan yang sudah digarap tanpa adanya intimidasi dan kriminalisasi dari aparat.
Keempat, cabut statement Bupati Indramayu yang mewajibkan lahan tersebut hanya ditanami tebu.
"Karena itu bukan kewenangan bupati, seharusnya bupati memediasi bukannya malah mengintervensi rakyat kecil," ujar dia.
Tuntutan terakhir, disampaikan Hilmi Azis, petani penggarap bisa berproduksi bahan pangan dengan tenang untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan menafkahi diri dan keluarga.