Konflik Internal di Pesantren Al-Ibrohimi, Gus Shofi Anak Kiai Ditonjok Paman di Depan Banyak Orang
Konflik internal Yayasan Pesantren Al-Ibrohimi, Manyar, Gresik akhirnya mencuat publik dan ditangani oleh polisi.
TRIBUNCIREBON.COM - Anak pemangku pondok pesantren di Gresik mengalami penganiayaan hingga mobilnya dirusak.
//
Pelakunya adalah salah satu pengurus pondok pesantren, yaitu paman dari korban.
Konflik internal Yayasan Pesantren Al-Ibrohimi, Manyar, Gresik akhirnya mencuat publik dan ditangani oleh polisi.
Korban diketahui bernama Tubashofiyur Rahman salah satu anak pemangku pesantren mengaku telah dianiaya oleh pamannya sendiri.
Pria yang akrab disapa Gus Shofi menceritakan awalnya dia berada di Kantor MA Al-Ibrohimi.
Kedatangannya bertujuan untuk menyerahkan berkas penghentian tugas Mohammad Said sebagai kepala sekolah.
Said menerima pemberhentian itu dengan lapang dada.
Namun setelah beberapa menit kemudian, datanglah KA (49) yang langsung melakukan pemukulan membabi buta kepada Gus Shofi.
Bahkan pukulan itu juga mengenai anak korban yang masih balita. Situasinya akhirnya menjadi tegang, sebab penganiayaan itu ditonton langsung oleh banyak guru yang kebetulan berada di Kantor MA.
Dia mengaku memilih diam saja dipukuli, bahkan putrinya yang diketahui masih berumur 2 tahun terus menangis.
“Dipukul berulang kali, pelaku masih pakai akik ditangannya," terangnya, Kamis (12/8/2021).

Adapun Gus Shofi mengalami luka pada bagian tubuh, lalu dibagian kepala pelipis kiri terdapat luka lecet dan mengalami sakit di bagian kepala belakang.
Sedangkan putrinya mengalami luka di bagian pelipis sebelah kiri, kemudian lebam di bagian mata.
Selain melakukan penganiayaan, KA juga melakukan perusakan mobil milik korban. Aksi koboi itu sempat terekam CCTV.
Dalam kamera pemantau itu, KA yang menggunakan sarung dan kopyah menaiki mobil putih bagian depan sampil marah-marah.
Diketahui KA yang merupakan paman korban diduga kuat tidak terima karena korban menghentikan tugas Mohammad Said sebagai Kepala Sekolah.
Padahal keputusan itu atas dasar keputusan pengurus yayasan karena Said dinilai tidak pernah melaksanakan tugas.
"Tentu ini sangatlah tidak pantas seorang kiyai melakukan tindak selayaknya preman. Saya berharap agar kasus ini cepat ditangani polisi. Padaha l pemberhentian sebagai Kepala Sekolah karena berdasarkan keputusan yayasan. Kepala sekolah dipecat karena tidak pernah melakukan tugas yayasan,” terangnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kapolsek Manyar AKP Bima Sakti mengatakan baru memeriksa 6 orang saksi dan akan memanggil terduga pelaku Jum'at (13/8/2021) besok.
Bukti-bukti kuat lainnya, sudah dikantongi. Seperti bukti visum pelapor, dan juga meminta rekaman CCTV di lokasi kejadian.
“Bukti ini akan kita kaji lebih dalam sembari pengumpulkan data dari saksi-saksi," tegas AKP Bima Sakti.
Terkait adanya dugaan pengrusakan barang korban oleh KA di TKP, polisi masih melakukan pendalaman. Sementara ini pihaknya masih fokus pada kasus penganiyaan saja.
Terpisah, saat dikonfirmasi melalui sambungan selulernya, KA tidak berkenan memberikan komentar atas kasus penganiayaan di tubuh pondok pesantren Al-Ibrohimi.
"Mboten usah mas," tegas KA.

Santri Dianiaya Hingga Buta
Sebelumnya, dari Lumajang dilaporkan, bahwa Polres Lumajang sedang mendalami dugaan kasus penganiayaan santri di pondok pesantren di Kecamatan Pasirian, Lumajang.
Sejumlah saksi telah diperiksa dalam penyelidikan kasus yang melibatkan pengurus ponpes tersebut.
Diketahui, dugaan kasus penganiayaan tersebut mencuat ke publik setelah korban berinisial PM mengunggah status di media sosial grup warga Lumajang.
Dalam postingannya, dia mengaku menjadi korban penganiayaan seorang pengurus pondok pesantren hingga menyebabkan mata kirinya buta.
PM saat ditemui di kediamannya di kawasan Tempeh Lumajang mengatakan, dugaan aksi kekerasan itu terjadi pada 3 April 2021 lalu.
Mulanya, santri berusia 19 tahun itu mendapat tamparan beberapa kali di bagian wajah sampai akhirnya terkena bagian mata sebelah kiri.
Penamparan itu terjadi karena dirinya bersama 10 orang temannya tidak mengikuti pengajian rutin. Sebab, dia mengaku sedang sakit sehingga memilih untuk absen. Namun, alasan itu tidak diterima oleh pengasuh sampai terjadi aksi pemukulan.
Selang beberapa hari kemudian tamparan itu menyisakan rasa nyeri di mata kiri PM. Sampai akhirnya pada 21 April 2021 PM memeriksakan matanya di Rumah Sakit Bhayangkara. Dokter pun mendiagnosa di mata PM terjadi pendarahan dan harus segera dioperasi.
"Saya dipukul langsung tidak bisa melihat, mata rasanya cekot-cekot akhirnya saya periksa didiagnosa pendarahan," kata PM, Senin (2/8/2021).
PM sempat menjalani operasi di RSUD dr Haryoto Lumajang. Tetapi hasilnya nihil. Akhirnya dokter menyarankan agar PM melakukan operasi cangkok mata di salah satu rumah sakit di Surabaya.
"Lalu saya dirujuk ke Surabaya disuruh cangkok mata dengan biaya Rp 500 juta. Karena orang tua saya petani tidak sanggup dengan biaya, jadi cangkok mata dibatalkan," ujarnya.
Sebenarnya dalam kasus ini, kata PM, keluarganya sudah dua kali mendatangi pihak pondok pesantren. Kedatangannya meminta agar pihak pondok pesantren segera berupaya mengembalikan penglihatannya.
Namun PM kecewa, pengasuh pondok pesantren yang melakukan penamparan tak pernah menemuinya. Hingga akhirnya, pihak keluarga PM memutuskan melayangkan kasus tersebut ke Polres Lumajang pada 15 Juni 2021 lalu.
Kapolres Lumajang, AKBP Eka Yekti Hananto Seno membenarkan pihaknya telah menerima aduan kasus tersebut. Dari laporan tersebut, sejauh ini polisi masih dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi.
"Sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 5 saksi, termasuk pengasuh pondok yang dilaporkan. Secepatnya akan dilakukan gelar perkara untuk menentukan tersangkanya," pungkasnya. (Willy Abraham/Tony Hermawan)
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Anak Kiai di Gresik Dihajar Hingga Babak Belur di Depan Guru, Putrinya Usia 2 Tahun juga Jadi Korban