652 Tahun Cirebon
Sejarah Berdirinya Cirebon, Saat Walangsungsang Babat Alas Kebon Pesisir, Bangunan Pertama Masih Ada
Sejarah berdirinya Cirebon tertuang dalam Kitab Purwaka Caruban Nagari yang ditulis oleh Wangsakerta pada 1669 Masehi.
Penulis: Ahmad Imam Baehaqi | Editor: Machmud Mubarok
Juru Bicara Keraton Kanoman, Ratu Raja Arimbi Nurtina, mengatakan, titik nol babad alas yang dilakukan Pangeran Walangsungsang dan Ki Danusela ialah wilayah Witana.
Menurut dia, kini bangunan pertama saat pendirian pedukuhan itu hingga kini masih eksis dan menjadi Bangsal Witana yang berada di kompleks Keraton Kanoman.
"Witana merupakan gabungan dari dua kata, yakni Wi yang berarti pembuka dan Tana berarti tanah sehingga dapat diartikan sebagai Tanah Pembuka," ujar Ratu Raja Arimbi saat ditemui seusai kegiatan.
Siapa Walangsungsang?
Dilansir dari tulisan Dayo Susmanto di Kompasiana, Pangeran Walangsungsang ialah putra Prabu Siliwangi dari Ibu Nyi Mas Subanglarang. Pangeran Walangsungsang mempunyai dua adik yakni Nyai Mas Rara Santang dan Pangeran Raja Sagara. Ketiga anak ini diyakini yang telah membangun pedukuhan Cirebon (Caruban Nagari).
Pangeran Walangsungsang pada usia remaja keluar dari istana karena mimpi bertemu dengan Nabi Muhammad dan diperintahkan untuk mencari atau mempelajari agama Islam yang bisa menyelamatkan kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Kemudian disusul oleh kedua adiknya.
Setelah melalui perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu tokoh ke tokoh lainnya, sampailah mereka bertiga ke suatu tempat yakni Gunung Jati dan bertemu dengan Syekh Nurul Jati atau Syekh Nur Jati.
Lalu, Syekh Nurjati mengajarkan dua kalimat syahadat dan mengajarkan ilmu-ilmu lainnya seperti shalawat, zikir, zakat serta lainnya. Setelah dirasa lengkap ilmu yang diajarkan kepada Pangeran Walangsungsang, Pengeran Walangsungsang diberi gelar Somadullah (orang yang lengkap akan ilmu Allah).
Somadullah diberi izin untuk membuka pedukuhan bersama adik dan istrinya (bernama Endang Geulis) ke arah selatan. Kemudian beliau bertemu dengan Ki Pengalang Alang yang mempunyai kewenangan daerah hutan dan rawa daerah selatan. Setelah datang waktunya, pada Hari Ahad 1 Syuro ia membuka hutan rawa belukar serta menebangi pohon besar dan kecil.
Di tengah kesibukannya menebang pohon, beliau mencari udang rebon yang hasilnya diolah menjadi terasi dengan cara ditumbuk. Lambat laun usaha membuat terasi ini tersebar sehingga banyak orang yang datang ke pedukuhan itu dan membelinya. Bahkan ada yang akhirnya menetap sehingga pedukuhan pun semakin ramai.
Karena semakin ramai, Ki Pangalang Alang diangkat menjadi menjadi Kuwu (Kepala Desa) dan wakilnya Pangeran Cakrabuana (Walangsungsang). Setelah Ki Pangalang Alang meninggal, secara aklamasi Pangeran Cakrabuana dipilih menjadi Kuwu Cirebon.
Pangeran Walangsungsang berdakwah menyebarkan ajaran Islam bersama dengan keponakannya yakni Syekh Syarif Hidayatullah. Beliau berhasil membawa masyarakat Cirebon dan sekitarnya untuk beribadah kepada Allah Swt.
Dengan dedikasi yang tinggi beliau juga berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berazaskan Islam namun tanpa paksaan kepada rakyatnya. Di sana beliau pun mendirikan sebuah kraton yaitu Kraton Pakungwati yang telah diakui oleh Ayahandanya Prabu Siliwangi. Selanjutnya beliau bergelar Sri Mangana atau Prabu Anom.
Para sejarawan hingga kini belum ada yang dapat menentukan tahun wafatnya secara pasti, bahkan tempat pemakamannya pun masih simpang siur. Namun, ada keyakinan sebagian masyarakat bahwa Pangeran Walangsungsang disemayamkan di Gunung Cangak, tepatnya Desa Cirebon Girang, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon.
Dibalik tirai ini diyakini sebagai tempat petilasan Pangeran Walangsungsang. Dokumen Penulis
Sampai sekarang tempat itu menjadi tempat ziarah. Mereka datang dari berbagai daerah dengan tujuannya masing-masing. Ada yang sampai menginap atau sekadar berkunjung biasa. Kalau mau menginap harus izin kepada juru kunci terlebih dulu.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/cirebon/foto/bank/originals/pembacaan-babaddd.jpg)