Kronologi Meninggalnya Kokom Penjual Nasi Kuning: RS Penuh, Jalan Macet, Sempat Tak Ada yang Melayat

Kronologi meninggalnya Kokom Komariah (57) pejual nasi kuning yang kritis akibat penyakit yang dideritanya sungguh terasa dramatis.

Editor: dedy herdiana
Tribunjabar.id/Cipta Permana
Agus, suami Kokom Komariah, pasien meninggal di dalam mobil taksi online saat ditemui Jumat (9/7/2021), menjelaskan terkait kronologi kejadiannya yang sempat mengalami penolakan dari dua rumah sakit dan kemacetan akibat penyekatan jalan, sehingga istrinya meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit ketiga. 

Laporan wartawan TribunJabar.id, Cipta Permana.

TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Kronologi meninggalnya Kokom Komariah (57) pejual nasi kuning yang kritis akibat penyakit yang dideritanya sungguh terasa dramatis.

Warga Gang Andir Kidul RT 02 RW 03 Kelurahan Pakemitan, Kecamatan Cinambo, Kota Bandung, ini meninggal dalam taksi online saat berusaha menuju rumah sakit untuk mendapat pertolongan. 

Istri dari Agus (58) ini harus mengalami ditolak dua rumah sakit karena kondisi IGD penuh, dan menghembuskan napas terakhirnya saat perjalanan ke rumah sakit yang ketiga.

Perasaan campur aduk sempat dirasakan oleh Agus saat berupaya mengantarkan sang istri Kokom Komariah untuk mendapatkan penanganan medis ke berbagai rumah sakit menggunakan mobil taksi online di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat ( PPKM Darurat) Jawa-Bali di Kota Bandung.

Baca juga: Heboh Video Pasien Covid-19 Meninggal di RS KMC Kuningan, Dibawa Paksa Keluarga Tanpa Prokes

Di tengah suasana darurat dan berkejaran dengan waktu tersebut, ia yang diantar oleh anak bungsu mereka, terpaksa berhadapan dengan kondisi penuhnya IGD rumah sakit serta penyekatan sejumlah akses jalan di Kota Bandung.

Karena kondisi tersebut, sang istri tercinta harus meninggal dalam pangkuannya, di dalam sebuah mobil taxi daring, karena terlambat untuk mendapatkan pertolongan pihak rumah sakit. 

Kini, almarhumah Kokom telah dimakamkan di TPU Nagrog di Pasirjati, Kecamatan Ujung Berung, Kota Bandung, Kamis (9/7/2021).

Saat ditemui di rumah duka, Agus yang  sehari-hari berjualan Baso Tahu guna menyambung hidup keluarga, hanya dapat memandang jongko kecil nasi kuning milik istrinya yang berada di depan rumah mereka.

Sambil ditemani anak bungsu dan adik dari almarhumah, Agus berusaha tegar mengisahkan tahap demi tahap apa yang dialaminya kemarin hingga detik-detik istrinya meninggal dunia.

Baca juga: Kekurangan Oksigen, Tujuh Pasien Covid-19 Disertai Penyakit Bawaan di Bandung Barat Meninggal Dunia

Menurutnya, sang istri menderita sakit lambung sama seperti dirinya, bahkan keduanya sempat harus istirahat total dari aktivitas berjualan selama beberapa hari.

Namun, berbeda dengan kondisinya, masa istirahat yang dilaluinya hanya berlangsung lima hari, sedangkan sang istri yang diketahui juga menderita sesak nafas harus beristirahat lebih lama, bahkan dari hari ke hari kondisinya semakin lemah, hingga akhirnya di bawa untuk mencari rumah sakit rujukan. 

"Almarhum sakit lambung, dan ada sesak nafas sedikit. Dia mengaku, sudah tidak kuat, apalagi kondisinya semakin lemah dari hari kehari, makanya dengan berbekal surat rujukan dari Puskesmas Cijambe untuk ke rumah sakit besar. Karena kita tidak punya kendaraan, makanya kita pesan taksi online yang dipesan anak paling besar saya untuk ke rumah sakit," ujarnya saat ditemui di rumah duka, Jumat (9/7/2021).

Menurutnya, sekitar pukul 11.00 WIB, taksi online yang dikemudikan oleh Bani tiba untuk menjemput pasien, dan menunggu di Apotek Kimia Farma Ujung Berung. Ia bersama anak bungsunya membopong pasien dengan menyusuri gang dari kediamannya menuju mobil yang telah menunggunya tersebut. 

Tujuan pertama, pasien di bawa ke RS. Hermina, namun setelah beberapa saat menanyakan ketersediaan layanan di IGD rumah sakit tersebut, mereka harus gigit jari, karena layanan IGD rumah sakit dalam kondisi penuh. Akhirnya dengan terpaksa, mereka mencari opsi rumah sakit lain, dengan menuju RS. Al-Islam di Jalan Soekarno Hatta Kota Bandung

"Di Hermina anak saya turun mengurus berkas-berkas dan persyaratan, tapi setengah jam kemudian ada kabar kalau rumah sakit tak bisa menerima pasien lagi karena sudah penuh. Akhirnya kita pergi ke RS Al Islam," ucapnya.

Sejumlah kendaraan yang akan masuk ke Kota Bandung melalui pintu tol Paster diputar balik oleh petugas gabungan dari TNI, Polri dan Dinas Perhubungan, Selasa (6/7/2021). Petugas terapkan aturan sesuai PPKM Darurat.
ILUSTRASI: Sejumlah kendaraan yang akan masuk ke Kota Bandung melalui pintu tol Paster diputar balik oleh petugas gabungan dari TNI, Polri dan Dinas Perhubungan, Selasa (6/7/2021). Petugas terapkan aturan sesuai PPKM Darurat. (Tribunjabar.id/Nazmi Abdurrahman)

Namun, RS Al Islam pun tak bisa menerima istrinya karena ruang rawat IGD yang telah penuh. Agus pun kemudian mendapatkan kabar dari sanak saudaranya, bila RS Santosa Bandung di Kebonjati masih tersedia ruang rawat. 

Namun nahas, ketika itu perjalanan Agus dan keluarganya tersekat oleh penutupan jalan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat saat hendak melewati Jalan Asia Afrika dari Jalan Gatot Subroto.

"Pas lihat ada penutupan jalan, dan engga ada petugas yang jaga di pos itu, akhirnya si akang (sopir taxi online) coba cari alternatif jalan lain, tapi engga lama dari situ, anak saya nanya gimana kondisi ibunya, saya coba panggil-panggil tapi engga ada respon, kayak orang lagi tidur aja gmn, saya coba angkat tangannya tapi lemes dan jatoh lagi. Saya dan anak juga si akang sopir reuwas (syok) dengan kondisi itu, dan bilang kalau ibu udah meninggal," ujar Agus.

Setelah memastikan Kokom telah meninggal dunia, akhirnya Agus dan keluarganya diantar pulang oleh pengemudi taksi online ke kediamannya, bahkan, sang sopir taksi enggan menerima bayaran, meskipun sudah kami repotkan. Ia pun mendoakan hal baik bagi sang sopir taxi online dan keluarganya atas jasa besar yang dilakukan kepada keluarganya.

Setelah jenazah istrinya tiba di rumah duka, Agus pun kemudian menghubungi pengurus wilayah setempat dan ustaz untuk dapat membantu mengurusi jenazah almarhumah. Namun, karena daerah sekitarnya merupakan zona merah dan cukup banyak warga yang terpapar, maka ada dugaan bahwa almarhumah meninggal karena Covid-19, sehingga tidak ada satu pun pelayat maupun yang membantu.

Namun situasi berubah, setelah ia menunjukan surat rujukan puskesmas terkait kondisi kesehatan istrinya, bahwa yang bersangkutan bukan positif covid-19, setelah melihat surat tersebut, barulah banyak warga yang membantu.

"Awalnya tidak ada yang datang karena khawatir istri saya meninggal karena Covid-19. Tapi setelah saya tunjukkan surat rujukannya akhirnya pihak RT, RW dan pak ustaz datang ke sini untuk mengurusi jenazah almarhumah," ucapnya.

Jenazah akhirnya dibawa ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Nagrog di Pasirjati, Ujungberung untuk dimakamkan selepas azan Ashar. 

"Kami sudah merelakan kepergian almarhum, karena yang bernyawa pasti akan meninggal. Memang sudah waktunya Allah memanggil istri saya. Saya harap, kejadian ini bisa menjadi perhatian bagi pemerintah untuk dapat membuat kebijakan penutupan jalan dengan memperhatikan kondisi masyarakat, apalagi kalau yang jalan itu, dalam kondisi darurat. Situasi ini cukup istri dan keluarga saya saja, jangan ada korban lainnya, mohon menjadi perhatian bagi pemerintah," katanya.
(Cipta Permana).

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved