Ditemukan Lagi 2 Kasus Varian Baru Virus Corona di Jatim, Menkes Minta Gencarkan Testing dan Tracing

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengumumkan ditemukan lagi dua kasus baru varian baru virus corona. Kedua kasus teridentifikasi di Jawa Timur

Editor: Machmud Mubarok
Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. 

Dilansir dari Reuters, Kamis (11/3/2021), studi baru menemukan 30 persen dan 100 persen dari varian virus corona B.1.1.7 Inggris lebih mematikan daripada varian dominan sebelumnya.

Dalam sebuah studi, peneliti membandingkan tingkat kematian di antara orang-orang di Inggris yang terinfeksi oleh varian baru SARS-CoV-2, B.1.1.7, terhadap pasien Covid-19 yang terinfeksi varian lain dari virus corona penyebab Covid-19.

Para ilmuwan mengatakan, bahwa ternyata varian virus corona Inggris, B.1.1.7 menunjukkan angka kematian yang secara signifikan lebih tinggi.

Sementara itu, varian baru berikutnya yang juga mengkhawatirkan masyarakat Indonesia adalah N439K yang pertama kali ditemukan di Skotlandia.

Kendati varian baru N439K ini belum disebutkan lebih mematikan seperti varian B.1.1.7, hal yang mengkawatirkan para ilmuwan adalah varian N439K mudah menular dan bisa lolos atau kebal dari antibodi vaksin.

Ahli biologi molekuler Indonesia, Ahmad Utomo, mengatakan bahwa varian baru virus corona N439K relatif lebih mudah menular dan ada kemungkinan bisa lolos (kebal) dari antibodi vaksin Covid-19 yang ada saat ini.

"Ada kemungkinan varian ini (N439K) bisa lolos dari sebagian antibodi paska vaksin, maka pemerintah perlu perkuat kontak telusur yaitu T kedua (tracing) dari 3T," kata Ahmad kepada Kompas.com, Jumat (12/3/2021).

Mutasi N439K untuk pertama kali terdeteksi di Skotlandia pada Maret 2020 dan sejak itu, garis keturunan kedua (B.1.258) telah muncul secara independen di negara-negara Eropa lainnya.

Di mana pada Januari 2021, terdeteksi di lebih dari 30 negara di seluruh dunia.

Varian virus corona N439K dianggap lebih pintar dari virus corona yang ada sebelumnya.

Lalu, akankah virus corona terus bermutasi dan lebih berbahaya dibanding sebelum termutasi?

Menjawab persoalan ini, Ketua Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Institute Prof dr Amin Soebandrio PhD angkat bicara.

Menurut Prof Amin, mutasi itu terjadi setiap kali virus bereplikasi, dan ini tidak hanya terjadi pada virus SARS-CoV-2 penyebab pandemi Covid-19, melainkan juga terjadi dengan berbagai organisme lainnya.

"Setiap kali dia bertambah banyak dalam proses replikasinya itu pasti terjadi mutasi secara acak," kata Prof Amin kepada Kompas.com, Santu (13/3/2021).

Namun, Prof Amin menegaskan, meskipun mutasi virus itu selalu terjadi dan merupakan hal yang wajar, tidak semua mutasi yang terjadi itu adalah mutasi yang buruk, seperti menjadi tambah kuat atau tambah ganas.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved