Prostitusi Online di Cirebon Terbongkar
BREAKING NEWS - Prostitusi Online Berkedok Pijat Plus-plus di Cirebon Terbongkar, Pakai MiChat
Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Cirebon berhasil mengungkap kasus prostitusi online berkedok pijat plus-plus.
Penulis: Ahmad Imam Baehaqi | Editor: Machmud Mubarok
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Ahmad Imam Baehaqi
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Cirebon berhasil mengungkap kasus prostitusi online berkedok pijat plus-plus.
Petugas pun mengamankan tersangka yang berinisial GMI (20), warga Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon.
Kapolresta Cirebon, Kombes Pol M Syahduddi, mengatakan, GMI berperan sebagai mucikari dalam kasus tersebut.
Menurut dia, tersangka menawarkan jasa pijat plus-plus melalui aplikasi berbasis telepon pintar, MiChat.
"Layanan pijat yang ditawarkan sudah termasuk hal-hal tidak senonoh," kata M Syahduddi saat konferensi pers di Mapolresta Cirebon, Jalan R Dewi Sartika, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Selasa (20/4/2021).
Baca juga: Daun Perilla Ternyata Bisa Cegah Kanker Hingga Obati Autoimun Penyakit yang Diderita Ashanty
Baca juga: Kecelakaan Maut di Jonggol, Avanza Hantam Truk Fuso, Satu Orang Meninggal 3 Orang Luka-luka
Baca juga: Persib Hadapi Persija di Final Piala Menpora, Robert Alberts Percaya Diri: Persib Belum Terkalahkan
Ia mengatakan, pengungkapan kasus itu berawal dari informasi yang didapat jajarannya mengenai praktik prostitusi online.
Pihaknya pun mendatangi lokasi yang kerap dijadikan praktik tersebut di wilayah Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon.
"Kami berhasil menciduk GMI pada Senin (5/4/2021) kira-kira pukul 15.30 WIB," ujar M Syahduddi.
Syahduddi menyampaikan, sejumlah barang bukti juga turut diamankan jajarannya dari tangan tersangka.
Di antaranya, ponsel, alat kontrasepsi, seprai, pelumas memijat, uang tunai Rp 1 juta, dan lainnya.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, GMI dijerat Pasal 21 jo Pasal 45 UU ITE dan atau Pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP.
"Tersangka diancam hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar," kata M Syahduddi. (*)