Profil Umbu Landu Paranggi, Guru Cak Nun yang Meninggal Dunia di Bali, Sastra Indonesia Berduka

Umbu meninggal dunia pada Selasa, 6 April 2021 pagi di RS Bali Mandara, Denpasar, Bali.

Editor: Machmud Mubarok
umbulanduparanggi.blogspot.com
Penyair yang dijuluki Presiden Malioboro, Umbu Landu Paranggi, meninggal dunia di Bali, Selasa (6/4/2021). 

Ia sering menggelandang sambil membawa kantung plastik berisi kertas-kertas, yang tidak lain adalah naskah-naskah puisi koleksinya. Orang-orang menyebutnya "pohon rindang" yang menaungi bahkan telah membuahkan banyak sastrawan kelas atas, tetapi ia sendiri menyebut dirinya sebagai "pupuk" saja.

Umbu pernah dipercaya mengasuh rubrik puisi dan sastra di Mingguan Pelopor Yogya. Hari tuanya dihabiskan tinggal di Bali, sembari mengasuh rubrik Apresiasi di Bali Post.

Mengutip Artikel Tribun Bali berjudul Bali Beruntung Memiliki Umbu tayang 31 Oktober 2021, budayawan asal Jombang, Jawa Timur, Emha Ainun Najib pada diskusi sastra Jatijagat Kampung Puisi, Rabu 29 Oktober 2014 mengaku lega setelah berjumpa Umbu Landu Paranggi.

Cak Nun, begitu ia biasa disapa, hadir ke acara di Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar itu setelah menjenguk penyair Umbu Landu Paranggi di RSUP Sanglah.

Budayawan yang tahun 2014 silam berusia 61 tahun itu mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung hingga menyentuh siku.

Duduk di atas karpet merah, Cak berbicara dalam diskusi sastra yang diadakan komunitas pegiat puisi Jatijagat Kampung Puisi.

Umbu Landu Paranggi,  penyair yang dianggap guru oleh Cak Nun, adalah pendiri komunitas ini.

Ide dadakan untuk menggelar diskusi sastra malam itu berawal dari kunjungan Cak Nun ke Denpasar untuk menjenguk Umbu yang dirawat di RSUP Sanglah.

Pada diskusi berlangsung itu Cak Nun menyiratkan rasa hormatnya pada penyair yang telah lama tinggal di Bali ini.

“Jangan harap memahami Umbu. Ia tidak bisa dimengerti, hanya bisa dinikmati,” ujar budayawan suami Novia Kolopaking ini.

Lontaran ini seakan mengomentari tanggapan beberapa masyarakat tentang sosok Umbu yang lebih sering dikenal sebagai seniman yang angkuh.

Sebaliknya, bagi Cak Nun, keangkuhan Umbu adalah bentuk penolakan penyair yang dikenal nyentrik ini terhadap budaya basa-basi.

Menurutnya, Umbu tidak bisa dijangkau lewat obrolan remeh-temeh.

Makna kata menikmati yang ia lontarkan berarti bahwa memahami Umbu hanya bisa dilakukan dengan mengamati kesehariannya secara langsung.

Hanya saja kesempatan bertatap muka dengan Umbu merupakan momen yang langka.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved