Ular Sanca Batik Ditemukan Menggantung di Pohon Jambu, Warga Tanjungsari Teriak-teriak Minta Tolong
ular yang ditemukan warga setempat bernama Teti (45) itu memiliki ukuran yang cukup panjang dan besar, sehingga warga meminta bantuan ke Damkar
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin
TRIBUNCIREBON.COM, SUMEDANG - Warga Dusun Pasigaran, RT 1/4, Desa Pasigaran, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang digegerkan dengan penemuan seekor ular Sanca Batik yang menggantung di pohon jambu, Rabu (24/2/2021).
Pasalnya, ular yang ditemukan warga setempat bernama Teti (45) itu memiliki ukuran yang cukup panjang dan besar, sehingga warga meminta bantuan ke petugas Pemadam Kebakaran untuk menangkap ular tersebut.
Komandan Pleton Pemadam Kebakaran, Kabupaten Sumedang, Arifin Rachmat, mengatakan, ular Sanca Batik yang ditemukan warga tersebut memiliki panjang 2,5 meter dan berat sekitar 6 kilogram.
Baca juga: Puasa Ramadan 1442 H Tinggal 48 Hari Lagi, Ini Bacaan Niat untuk Puasa Qadha Bayar Utang Ramadan
Baca juga: Info Gempa Hari Ini, Gempa Magnitudo 5,6 Mengguncang Melonguane, Tidak Ada Laporan Dirasakan Warga
Baca juga: Ramalan Zodiak Besok, Kamis 25 Februari 2021: Pisces Mulai Boros, Leo Kerja Keras Membuahkan Hasil
"Ular itu dievakuasi oleh tim Unit Rekasi Cepat (URC) UPT Damkar wilayah Tanjungsari," ujarnya melalui pesan singkat.
Dalam melakukan evakuasi ular ini, petugas Damkar hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam lebih dan tidak menggunakan peralatan khusus. Ular itu ditangkap oleh beberapa petugas Damkar.
"Kami mendapat laporan pada pukul 09.35 WIB, lalu melakukan evkuasi pada pukul 09.45 WIB dan selesai evakuasi pada pukul 11.00 WIB," kata Arifin.
Selama melakukan evakuasi, pihaknya memastikan tidak ada korban dari petugas ataupun warga setempat yang sampai digigit ular tersebut.
"Jadi, untuk korban gigitan nihil," katanya.
Arifin mengatakan, ular itu merupakan ular liar yang hingga saat ini belum diketahui asalnya karena saat ditemukan sudah berada di pohon jambu.
Sementara setelah ular itu berhasil dievakuasi oleh petugas, pihaknya langsung menyerahkannya ke pihak yang berwenang dalam menangani masalah hewan.
"Setelah evakuasi, selanjutnya ular diserahkan ke komunitas pecinta binatang," ucap Arifin.
Mengenal Ular Sanca Batik
Pakar herpetologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Amir Hamidy mengatakan, ular sanca batik memiliki nama latin Python reticulatus.
Menurut Amir, masyarakat di Indonesia dan Malaysia sering menggunakan kata sanca untuk menyebut ular jenis piton tersebut.
"Ular yang memangsa seorang perempuan di Sulawesi beberapa waktu lalu merupakan jenis sanca batik," kata Amir saat dihubungi Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Amir menjelaskan, panjang ular sanca batik dapat mencapai 10 meter dan menjadi yang terpanjang di dunia.
Ukuran ini melebihi panjang ular Anaconda dari sungai Amazon.
"Ular piton di daerah Sulawesi memang bisa sangat besar dan panjang karena menjadi predator tertinggi di dalam rantai makanan. Mangsanya juga mamalia besar seperti babi hutan. Hal ini membuat ukuran piton di Sulawesi berbeda dengan piton di Sumatera, karena masih ada predator lainnya seperti harimau," jelas Amir.
"Apabila di penangkaran panjang ular piton bisa mencapai 10 meter, kalau di alam liar panjangnya mencapai 7 meter," tambah Kepala Laboratorium Herpetologi Puslit Biologi LIPI tersebut.
Baca juga: Info Gempa Hari Ini, Gempa Magnitudo 2.7 Guncang Lombok Tengah, Getaran Dirasakan ke Lombok Barat
Baca juga: Anang Hermansyah Sedih, Positif Corona Si Kecil Arsy Harus Terpisah karena Isolasi Mandiri Sendiri
Baca juga: Heboh Info Penerimaan CPNS Dinkes Indramayu Tersebar di Medsos, Diskominfo Pastikan Itu Hoaks
Konflik piton dan manusia Konflik piton dan manusia pernah terjadi di Sulewasi pada tahun 2017. Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut terulang, Amir menghimbau masyarakat untuk mengajak anjing saat pergi ke kebun.
"Lokasi kebun milik perempuan tersebut dekat dengan hutan dan saat itu sudah malam sehingga korban tidak mengetahui keberadaan ular. Anjing akan membantu apabila ada ancaman dari hewan liar di sekitar manusia," kata Amir.
Selain itu, masyarakat juga harus memahami bahwa piton di wilayah Sulawesi merupakan predator tertinggi dalam rantai makanan.
Sangat penting bagi masyarakat untuk turut menjaga kelestarian alam hutan agar ular tidak mencari mangsa lainnya.
"Ular piton berukuran besar biasanya memangsa babi hutan dan mamalia-mamalia besar lainnya. Piton juga mengendalikan populasi babi hutan agar tidak meresahkan masyarakat. Untuk itu, perburuan liar babi hutan akan menganggu rantai makanan dan memaksa ular mencari mangsa yang lain," terangnya.
Menurut Amir, piton merupakan jenis ular yang memiliki kemampuan adaptasi mumpuni.
"Selain berukuran panjang dan besar, kemampuan adaptasi ular ini sangat baik. Ular ini bisa bertahan hidup di tengah perkotaan dan memangsa hewan-hewan kecil seperti tikus atau ayam," katanya.
"Biasanya ular hanya bisa diam untuk mencerna makananya dan butuh waktu sekitar 1 sampai 2 minggu, tergantung besar kecil mangsanya. Asam lambung di perut ular, kadar asamnya sangat kuat untuk mengurai makanan," katanya.
Sementara itu, jumlah populasi ular sanca batik di Indonesia masih terjaga, namun ada tiga jenis lainnya yang terancam punah.
"Ada tiga jenis piton yang statusnya hewan dilindungi, yaitu Python morulus atau Sanca Bodo yang ada di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat, Condropyhton viridis atau sanca Hijau yang ada di Papua dan Pyhton timorensis atau Sanca Timur yang ada di Nusa Tenggara Timur dan Pulau Timor," paparnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Ular Sanca Batik, Predator yang Makan Manusia di Sulawesi", Klik untuk baca: https://sains.kompas.com/read/2018/06/16/172300223/mengenal-ular-sanca-batik-predator-yang-makan-manusia-di-sulawesi?page=all.
Penulis : Michael Hangga Wismabrata
Editor : Gloria Setyvani Putri
Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L