Warga Citaman Blokade Jalan Badami-Loji Gara-gara Harga Ganti Rugi Tol Japek II Tidak Sesuai
Akibatnya kemacetan pengendara menuju objek wisata di Pegunungan Sanggabuana, Kecamatan Tegalwaru terhambat dan tersendat hingga 2 kilometer.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Cikwan Suwandi
TRIBUNCIREBON.COM, KARAWANG -Puluhan warga Kampung Citaman, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang menutup akses jalan Badami-Loji.
Akibatnya kemacetan pengendara menuju objek wisata di Pegunungan Sanggabuana, Kecamatan Tegalwaru terhambat dan tersendat hingga 2 kilometer.
Warga tersebut menuntut harga ganti rugi pembebasan lahan yang diperuntukan Tol Jakarta-Cikampek II tersebut sesuai dengan harga pasaran.
Baca juga: Cek Penerima Bansos Tunai Rp 300 Ribu dari Kemensos di dtks.kemensos.go.id, Tinggal Cocokkan NIK
Baca juga: Bocah 12 Tahun di Bontang Utara Duel dengan Buaya yang Menerkamnya, Alami Luka di Paha Tapi Selamat
Baca juga: Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa Positif Covid-19, Begini Kondisinya Saat Ini
"Kami menuntut keadilan. Karena bangunan dan rumah kami hanya dihargai murah," ungkap salah satu warga, Ida Nurlaela (43) saat berunjuk rasa menutup jalan, Sabtu (2/1/2021).
Setiap 10 menit sekali, dengan membentangkan spanduk, puluhan ibu-ibu menutup akses jalan. Kemudian para pria berorasi dan sebagian mencoretkan kata keadilan di badan jalan dengan menggunakan cat semprot.
Ketua Paguyuban Masyarakat Citaman Bersatu Didin M Muchtar mengatakan, sedikitnya ada 65 kepala keluarga Kampung Citaman yang harus tergusur karena proyek Tol Jakarta-Cikampe II. Mereka menempati lahan seluas 45 hektare dengan 80 bidang tanah.
"80 persen sudah ada bangunan dan sebagian merupakan lahan kosong," kata Didin.
Sementara itu dalam pembebasan lahan, Didin mengatakan, para warga hanya ditawari ganti rugi yang sangat murah yakni dari Rp100 ribu hingga Rp 350 ribu permeternya. Padahal harga pasaran tanah di wilayah yang dilintasi jalan provinsi untuk akses wisata Karawang,Bogor dan Cianjur tersebut memiliki nilai harga Rp1 juta hingga Rp 2,5 juta per meternya.
"Kita tidak tanda tangani tawaran dari pemerintah. Padahal ini merupakan rumah kita dan kami tidak ingin harganya disamakan dengan lahan kosong apalagi hutan," kata Didin. (Cikwan Suwandi)