Provinsi Jabar Jadi Provinsi Sunda
Wacana Ganti Nama Jadi Provinsi Sunda, Bagaimana dengan Cirebon dan Indramayu? Ini Penjelasannya
Seperti orang Cirebonan, budaya dan bahasa mereka berbeda dengan Jawa di Jatim atau Jateng. Makanya Cirebon disebut Sunda subklutur Cirebon
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Wacana penggantian nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda atau Provinsi Tatar Sunda kembali mengemuka.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun menyatakan perlu ada kesepakatan di antara warga Jabar, dari mulai masyarakat di Priangan, Cirebonan, maupun Betawian.
Ketua SC Kongres Sunda, Andri Perkasa Kantaprawira, mengatakan kawasan berbudaya Betawi seperti Bekasi dan Depok, serta masyarakat Cirebonan di Pantura, merupakan kesatuan bersama masyarakat Priangan.
Berdasarkan catatan antropologi dari Belanda, kata Andri, Cirebonan atau Dermayon merupakan subkultur dari Sunda.
Begitu pun dengan Betawi yang di Bekasi, yang merupakan Sundapura atau ibukota Kerajaan Tarumanegara. Bahkan Jakarta sendiri disebut Sunda Kelapa.
"Sundapura itu ibukota dari Tarumanegara, jadi arah pelabuhannya itu ke Bekasi. Kalau bicara antropologi Belanda, yang namanya Betawi, Dermayon (Cirebonan) itu Sunda subkultur," kata Andri saat dihubungi, Kamis (15/10)
Subkultur Sunda tersebut, katanya, dibentuk oleh berbagai faktor. Di antaranya proses migrasi dan kondisi demografis dari wilayah yang ditempati.
"Seperti orang Cirebonan, budaya dan bahasa mereka berbeda dengan Jawa di Jatim atau Jateng. Makanya Cirebon disebut Sunda subklutur Cirebon," katanya.
Andri mengatakan penggunaan nama Sunda sendiri adalah sebuah langkah nasionalisme. Perlu dipahami kembali, katanya, Sunda bukan sebatas suku, tetapi nama geografis.
Baca juga: Kapolres Indramayu AKBP Suhermanto Dapat Jabatan Mentereng, Jadi Wadirresnarkoba Polda Metro Jaya
Baca juga: TKW Bunuh Majikan, Nyawa Ny Seow Kim Choo Berakhir di Tangan Daryati, Ungkap Hal Ini pada Hakim
Baca juga: PROMO INDOMARET Hari Ini Berlaku hingga 20 Oktober 2020, Lengkap Super Hemat, Heboh & Of The Week
Andri mengatakan, sedianya justru kurang tepat jika mempertahankan nama Jawa Barat sebagai hal yang nasionalis. Sebabnya, pemberian nama Jawa Barat disebutnya merupakan pemberian dari Kolonial Belanda yang termaktub dalam Staatblad 1926.
"Jadi yang tidak nasionalis itu yang mempertahankan West Java, karena itu dibuat oleh Belanda untuk memecah belah suku Sunda yang ada di dalamnya. Selain itu juga digunakan untuk pemetaan perkebunan dan yang lainnya," tutur Andri.
Sebelumnya diberitakan, menanggapi wacana pergantian nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda atau Tatar Sunda, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan sebagian besar masyarakat di Provinsi Jawa Barat harus lebih dulu mengerti bahwa Sunda bukanlah sebuah suku atau etnis, namun sebuah nama geografis.
Gubernur dalam hal ini mengacu pada sebutan Lempeng Sunda yang merupakan bagian dari Lempeng Tektonik Eurasia, yang kini secara administratif meliputi Kalimantan, Jawa, Sumatera, bahkan sebagian Thailand, Filipina, Malaysia, Brunei, Singapura, Kamboja, dan Vietnam.
"Harus masyarakat ketahui, Sunda itu sebenarnya bukan etnisitas. Sunda itu wilayah geografis, meliputi Sumatera Kalimantan, dan Jawa, yang disebut Sunda Besar. Kemudian ada Sunda Kecil, yaitu Bali, Nusa Tenggara, dan lain-lain. Tapi dalam perjalanan sejarahnya, menjadi nama etnisitas. Nah kesepakatan ini belum semua orang paham, jadi masih panjang ya," kata Gubernur yang akrab disapa Emil ini di Pusdai Jabar, Rabu (14/10).
Emil mengatakan pihaknya pun harus melihat dulu secara fundamental, bahwa Provinsi Jawa Barat, jika secara namanya, memang sudah bukan lagi Jawa bagian barat. Jawa paling barat kini adalah Banten. "Paling barat ya bukan Jawa Barat, tapi Banten," tuturnya.
Di Provinsi Jawa Barat sendiri, katanya, terdapat tiga budaya utama, yakni Sunda Priangan, Kacirebonan di sebagian Pantura, dan Betawian di sekitar Bekasi dan Depok. Penggunaan nama Sunda untuk nama provinsi bisa saja tidak jadi masalah untuk masyarakat Priangan. Namun, katanya, pendapat dari warga berbudaya Betawi dan Cirebonan pun harus ditampung.
"Jadi menyepakati dulu, kata Sunda itu harus dipahami disepakati oleh sekian persen orang Jawa Barat di Cirebonan, sekian persen orang Jawa Barat di daerah Betawian. Kalau tidak ada kesepakatan, hidup ini tidak akan maslahat," katanya.
Emil mengatakan pihaknya mempersilakan jika terdapat kajian-kajian mengenai nama provinsi Sunda tersebut. Namun, hal ini harus ditindaklanjuti dengan pengumpulan pendapat juga dari masyarakat yang merasa bukan etnis Sunda.
"Sebuah wacana silakan, tapi masih panjang perjalanannya, karena harus dipahami, disetujui dulu, oleh pihak-pihak yang mungkin merasa berbeda kalau itu dihadirkan," katanya.
Sebelumnya diberitakan, sacana penggantian nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda kembali mencuat dalam Kongres Sunda 2020 di Perpustakaan Ajip Rosidi, Kota Bandung, Senin (12/10). Sebelumnya, wacana ini mengemuka berkali-kali dalam berbagai diskusi dan kajian.
Wakil ketua MPR RI Fadel Muhammad Al Haddar yang hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan tidak ada salahnya jika Provinsi Jawa Barat berganti nama menjadi Provinsi Sunda atau Provinsi Tatar Sunda. Selama hasil kajiannya menyatakan bahwa penggantian nama tersebut berdampak positif terhadap kehidupan masyarakat Jawa Barat.
Fadel meminta Kongres Sunda atau panitia yang memperjuangkan penggantian nama provinsi ini untuk menjalin komunikasi lebih luas dengan tokoh-tokoh masyarakat Sunda, baik yang tinggal di Jawa Barat, Ibukota Indonesia, atau luar negeri, untuk mendapat dukungan dan arahan.
"Dekati Presiden. Cari tokoh. Minta waktu. Insyaallah bisa," kata Fadel dalam Kongres Sunda tersebut.
Fadel mencontohkan Provinsi Irian Barat yang kemudian berganti nama menjadi Provinsi Papua. Begitupun dengan pembentukan Provinsi Gorontalo, yang namanya berbeda dengan provinsi lainnya di Pulau Sulawesi.
"Saya kasih contoh Provinsi Gorontalo, di antara provinsi bernama Sulawesi. Mereka buat kongres dan dialog. Kami dari MPR, di sini menyerap aspirasi masyarakat, nanti kami sampaikan ke Presiden," katanya.
Anggota DPD RI, Eni Sumarni, mengatakan memang kini nama Sunda sudah nyaris tidak ada di peta, selain Selat Sunda. Padahal Sunda dulunya sebuah kepulauan sampai Nusa Tenggara. Eni menekankan Sunda bukanlah hanya sebuah etnis, tapi sebuah nama geografis, sehingga tidak usah dibenturkan dengan kesukuan lainnya yang tinggal di Jawa Barat.
"Secara psikologis dan historis, ini sudah mendukung. Tinggal kita berani, dan kompak saja. Kami mengapresiasi tokoh masyarakat Jawa Barat yang menginginkan untuk mengubah nama provinsinya menjadi Provinsi Sunda. Apapagi dengan nama Sunda, dari dulu sudah ada," katanya.
Ketua SC Kongres Sunda, Andri Kantaprawira, mengatakan berdasarkan pendapat para tokoh Sunda, mereka menginginkan agar nama Sunda minimal tertulis dalam sebuah nama administratif, sebuah provinsi.
Hal ini, katanya, sudah dimulai sejak 1926, saat Pemerintah Kolonial Belanda mempersilakan penggunaan nama Provinsi Sunda sebagai nama Provinsi Jawa Barat. Andri mengatakan dirinya pun akan langsung menyurati Presiden RI Joko Widodo supaya sejarah pengembalian nama provinsi ini tercipta di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Kami berharap kawasan dan warga yang selama ini tinggal di tempat bernama Jawa Barat akan kembali memiliki spirit jati diri dan kebudayaan, jika namanya jadi Provinsi Sunda," katanya.
Andri mengatakan berbagai tokoh Sunda pun mendukung rencana tersebut, termasuk dari kawasan Pantura Jawa Barat. Pihaknya akan terus memperkuat komunikasi dengan berbagai pihak tersebut. (Sam)