Tsunami
Hadapi Potensi Tsunami 120 Desa di Selatan Jabar Sosialisasi Mitigasi Bencana Mulai Senin Besok
Informasi mengenai potensi tsunami 20 meter di selatan Jawa Barat, katanya, memang sudah lama diketahui masyarakat selatan Jawa Barat.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat, Dani Ramdan, mengatakan masyarakat yang tinggal di 120 desa di sepanjang pantai selatan Jawa Barat sudah memiliki budaya tangguh bencana dalam menghadapi potensi gempa Megathrust dan tsunami.
Informasi mengenai potensi tsunami setinggi 20 meter di selatan Jawa Barat, katanya, memang sudah lama diketahui masyarakat selatan Jawa Barat.
Bahkan beberapa di antaranya sudah mengalami sendiri tsunami tersebut sehingga terbentuk budaya kewaspadaan yang tinggi terhadap bencana secara alami.
"Informasi mengenai tsunami sudah lama dan laten untuk Jabar Selatan. Secara alamiahnya ada potensi megathurst pertemuan dua lempeng benua. Secara alamiah masyarakat juga sudah siap. Begitu ada guncangan, kaluar rumah, menunggu info sesaat, yang lebih jauh, kalau ada potensi tsunami, mereka sudah tahu harus lari ke mana," kata Dani melalui ponsel, Minggu (4/10).
BPBD Jabar pun, ujarnya, telah melakukan mitigasi bencana baik gempa maupun tsunami yang diprediksi berpotensi terjadi di selatan Jawa Barat.
Mulai dari penyiapan alat deteksi gempa dan tsunami bersama BMKG, sosialisasi dan pelatihan simulasi evakuasi, sampai meingkatkan kearifan lokal mitigasi bencana.
Dani mengatakan kondisi geografis, demografis, dan aktivitas di sepanjang pantai selatan Jabar memang tidak bisa disamakan.
Ada yang menjadi pusat pariwisata seperti Pangandaran, pusat nelayan, permukiman, sampai pelabuhan. Karenanya, cara evakuasi pun ada perbedaannya jika terjadi gempa atau tsunami.
"Kawasan dengan populasi yang besar ada di Pangandaran dan Pelabuhanratu. Tapi secara menyeluruh, setiap tahun BPBD biasanya melakukan ekspedisi Desa Tangguh Bencana Jabar Selatan. Kami berikan sosialisasi dan simulasi ke berbagai lapisan masyarakat," katanya.
Terdapat 120 desa sepanjang pantai selatan Jabar, dari mulai Pangandaran sampai Sukabumi.
Semuanya sudah menjadi Desa Tangguh Bencana. Masing-masing desa, katanya, sudah memiliki prosedur evakuasi bencana masing-masing, sesuai dengan kondisi setempat.
• Kabar Potensi Tsunami 20 Meter di Pantai Selatan Jawa, Sukabumi Disebut Bakal Terdampak Paling Parah
• Besok HUT Ke-75 TNI, Inilah Sederet Pasukan Elit TNI Republik Indonesia Kopassus, Denjaka & Paskhas
"Pesan utamanya, kita siap dengan kondisi ini sehingga masyarakat tidak usah khawatir dengan berkunjung ke Jabar Selatan. Kita sudah susun semua sesuatunya. Tsunami sendiri tidak ada predisksi waktunya. Kalau mau menunda-nunda berwisata ke selatan Jabar juga untuk apa. Adanya riset tsunami ini adalah untuk meningkatkan kewaspadaan," katanya.
Dani yang juga Plt Bupati Pangandaran ini mengatakan di Pangandaran sebagai tujuan wisata sendiri sudah terdapat prosedur tanggap bencana dan evakuasi jika gempa atau tsunami terjadi.
Senin (5/10), katanya, di Pangandaran akan kembali dilakukan pelatihan untuk mitigasi bencana kepada para pelaku usaha pariwisata dari mulai pekerja hotel dan restoran sampai pengelola kawasan wisata dan tour guide.
"Kami baru ketemu kemarin dengan PHRI, secara bertahap mulai minggu depan akan kami latih kembali mengenai kesiapan ini. Sebenarnya sudah rutin, agar pemandu-pemandu di hotel, restoran, tampat wisata, tahu apa yang harus dilakukan untuk memandu wisatawan saat bencana terjadi," ujarnya.
BPBD Jabar sendiri, katanya, sedang memperbaiki dua alat deteksi dini tsunami di pantai selatan Jabar dan sisa dua lagi yang akan diperbaiki.
Lebih dari itu, setiap Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalops) BPBD di tingkat kabupaten dan kota di Jabar sudah terhubung sengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui alat deteksi bencana.
"Alat-alat di Pusdalops ini terkoneksi dengan BMKG. Per tiga jam ada update info. Kalau ada peringatan dini, ada update per menit," katanya.
Sebeluknya diberitakan, sebanyak 31 seismograf serta 18 Warning Receiver System New Generation (WRS NG) telah dipasang di berbagai lokasi di Jawa Barat untuk mendeteksi, mengukur, dan mencatat, gempa bumi serta potensi tsunami secara cepat di Jawa Barat.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung BMKG, Tony Agus Wijaya, mengatakan sebelumnya Jawa Barat hanya memiliki 8 seismograf.
Kemudian pada 2019 bertambah 22 unit lagi dan tahun ini mendapat tambahan 1 unit seismograf.
• Diabetes, Gagal Ginjal, dan Asam Urat Bisa Sembuh dengan Konsumsi Daun Binahong, Gini Cara Ngolahnya
• PROMO JSM Indomaret Terlengkap, Berlaku hingga Minggu 4 Oktober 2020, Buruan Cek Katalog Promonya!
Dengan demikian, kini Jabar memiliki 31 alat pendeteksi gempa bumi yang tersebar di berbagai wilayah di Jawa Barat.
"Sementara itu, tahun 2020 ini, tambah satu seismograph di Subang, dan tahun 2021 tambah tiga WRS NG di Jawa Barat," kata Tony melalui ponsel, Minggu (27/9).
Sebanyak 18 WRS NG yang telah ada sendiri, katanya, dipasang di 18 kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Jawa Barat.
Alat ini, katanya, dapat dimanfaatkan BPBD untuk menerima informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami dari BMKG real time dan otomatis, serta komunikasi melalui satelit.
"BMKG memberikan info peringatan dini tsunami, dengan alat penerima info peringatan dini yang dipasang di BPBD, maka info peringatan dini dapat disampaikan dengan cepat. Dua menit setelah gempa, info pendahuluan telah diterima oleh BPBD," katanya.
WRS NG sudah terpasang di kawasan selatan Jawa Barat, yakni Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Banjar, Ciamis.
Kemudian dipasang juga di Depok, Bogor, Subang, Purwakarta, Karawang, Indramayu, Cirebon, Kuningan, Bogor, Bandung, Bandung Barat, dan Sumedang.
Mengenai potensi gempa kuat di zona megathrust di selatan Pulau Jawa berdasarkan hasil kajian para ahli kebumian ITB yang dipublikasikan di jurnal ilmiah baru-baru ini, diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk lebih memperhatikan upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami.
"Edukasi ke masyarakat, bahwa terdapat ancaman potensi gempa dan tsunami di zona megathrust, yaitu barat Sumatera, selatan Jawa hingga Nusa Tenggara. Hal itu merupakan perkiraan skenario kemungkinan terburuk, adalah untuk mitigasi pengurangan risiko bencana, sehingga memiliki kesiapsiagaan lebih baik," katanya.
Langkah mitigasi, katanya, dapat dilakukan dengan penyiapan tempat evakuasi sementara sampai rambu jalur evakuasi.

Selain tentunya terus mengedukasi masyarakat mengenai kesiapsiagaan bencana ini.
Pada 6 Oktober 2020 , BMKG akan menggelar acara bertajuk "Indian Ocean Wave Exercise 20" (IOWave20).
Isinya adalah simulasi gempa bumi dan tsunami. Acara rutin ini sudah direncanakan sejak 2019 sebelum ada pandemi Covid-19.
"Sedianya bakal melibatkan banyak orang di lapangan. Namun, gara-gara ada pandemi Covid-19, acara akan dibikin sebagai geladi ruang. Secara virtual melalui aplikasi zoom," katanya.
Tony mengatakan pihaknya pun akan melakukan uji komunikasi karena sistem peringatan dini tsunami (InaTEWS/Indonesia Tsunami Early Warning System) perlu diuji. Pihaknya perlu melakukan uji diseminasi, termasuk dengan media.
Sebelumnya, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Dr Daryoni mengatakan pihaknya mengapresiasi hasil kajian potensi gempa megathrust di selatan Pulau Jawa.
Adanga potensi gempa kuat di zona megathrust di selatan Pulau Jawa hasil kajian para ahli kebumian ITB yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature baru-baru ini, diharapkan dapat mendorong kita semua untuk lebih memperhatikan upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami.
"Perlu ada upaya serius dari berbagai pihak untuk mendukung dan memperkuat penerapan building code dalam membangun infrastruktur. Masyarakat juga diharapkan terus meningkatkan kemampuannya dalam memahami cara selamat saat terjadi gempa dan tsunami," katanya.
BMKG dalam hal ini mengapresiasi hasil tersebut. Skenario model yang dihasilkan merupakan gambaran terburuk (worst case), dan ini dapat dijadikan acuan kita dalam upaya mitigasi guna mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami.
"Kita akui, informasi potensi gempa kuat di zona megathrust memang rentan memicu keresahan akibat salah pengertian atau misleading.
Masyarakat ternyata lebih tertarik membahas kemungkin dampak buruknya daripada pesan mitigasi yang mestinya harus dilakukan," katanya.
• Sepasang Pelajar SMA di Kuningan Kepergok Asik Mesum di Semak-semak: Tadi Berpelukan Gitu
• Macam-macam Bacaan Sholawat Nabi Muhammad SAW, Lengkap dengan Manfaat dan Keutamaannya
Informasi potensi gempa kuat selatan Jawa saat ini bergulir cepat menjadi berita yang sangat menarik.
Masyarakat awam pun menduga seolah dalam waktu dekat di selatan Pulau Jawa akan terjadi gempa dahsyat, padahal tidak demikian.
Meskipun kajian ilmiah mampu menentukan potensi magnitudo maksimum gempa megathrust dan scenario terburuk, akan tetapi hingga saat ini teknologi belum mampu memprediksi dengan tepat dan akurat kapan dan dimana gempa akan terjadi.
"Maka dalam ketidakpastian kapan terjadinya, yang perlu dilakukan adalah upaya mitigasi dengan menyiapkan langkah-langkah kongkrit untuk meminimalkan risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa," ujarnya.
Informasi hasil kajian ini hendaknya tidak mempertajam kecemasan dan kekhawatiran masyarakat.
Tetapi harus segera direspon dengan upaya mitigasi yang nyata. Apakah dengan meningkatkan kegiatan sosialisasi mitigasi, latihan evakuasi, menata dan memasang rambu evakuasi, menyiapkan tempat evakuasi sementara, membangun bangunan rumah tahan gempa, menata tata ruang pantai berbasis risiko tsunami, serta meningkatkan performa sistem peringatan dini tsunami. (Sam)