Heboh Paguyuban Tunggal Rahayu

Gara-gara Pakai Gelar Profesor Bodong, Pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu Jadi Tersangka dan Ditahan

Erdi mengungkapkan, tak menutup kemungkinan bakal ada pasal lain yang dikenakan pada Sutarman, salah satunya yakni mengenai pengubahan pada lambang ne

Editor: Machmud Mubarok
Tangkapan layar video
Pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu Garut, Sutarman, dan penasihat hukum, seusai pemeriksaan di Mapolres Garut, Kamis (10/9/2020). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman.

TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu, Sutarman akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus pemalsuan atau kebohongan gelar akademik.

Kabid Humas Polda Jabar Kombes Erdi A. Chaniago mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan dan kini Sutarman sudah ditahan.

Dikatakan Erdi, Sutarman disangkakan Pasal 93 juncto Pasal 28 ayat 7 UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dengan ancaman 10 tahun penjara dan atau pasal 378 KUHP dengan ancaman 4 tahun.

"Sudah jelas gelar profesor dan sebagainya itu bohong sehingga itu dinaikkan statusnya tersangka dan dilakukan penahanan," ujar Erdi, saat ditemui di Polda Jabar, kemarin.

Erdi mengungkapkan, tak menutup kemungkinan bakal ada pasal lain yang dikenakan pada Sutarman, salah satunya yakni mengenai pengubahan pada lambang negara. Saat ini, polisi masih melakukan pendalaman dengan melibatkan ahli.

"Ini mungkin ketika alat buktinya cukup akan digunakan pasal yang terpisah. Kemungkinan ada dua pasal bahkan mungkin lebih," katanya.

Sebagaimana diketahui, kasus Paguyuban Tunggal Rahayu sempat viral karena paguyuban itu menggunakan logo dengan mengubah lambang Garuda jadi menghadap ke depan.

Sebelum menetapkan tersangka, polisi sebelumnya telah memintai keterangan dari mantan anggota Paguyuban.

Sutarman (43), pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu, tak merasa mengubah lambang negara, Garuda Pancasila. Ia beralibi penggunaan Garuda yang kepalanya menghadap ke depan itu untuk meluruskan lambang negara.

"Saya tidak mengganti. Kalau diganti pasti diubah. Pada dasarnya ini untuk meluruskan (Garuda Pancasila," kata Sutarman, Kamis (10/9/2020).

Ia mengibaratkan pelurusan burung Garuda itu seperti bacaa iftitah saat salat. Secara kenegaraan, di masa kritis ini Sutarman mengambil sikap menelaah dan menghayati.

Hasilnya ia mengambil sikap untuk meluruskan bagian kepala Garuda Pancasila. Ia menyebut, Garuda Pancasila yang saat ini menjadi lambang negara pada awalnya dibuat menghadap ke depan.

"Awalnya Garuda Pancasila itu memang menghadap ke depan. Digantikan sampai tiga kali hingga kepalanya menghadap ke kanan. Kalau bola dunia (lambang Garuda dengan bola dunia di tengahnya) itu perjanjian,” ujarnya.

Mengenai penambahan kalimat Soenata Legawa di bagian pita yang bertuliskan Bhineka Tunggal Ika, menurutnya hal itu sesuai tatanan awal.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved