Targetkan 400 Ribu Mobil Listrik, Indonesia Kesulitan Pengadaan Baterai Lithium Ion
baterai menjadi komponen kunci untuk kendaraan listrik dan berkontribusi sekitar 25-40% dari harga kendaraan listrik.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Siti Fatimah
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Indonesia terus mengembangkan kendaraan atau mobil listrik. Bahkan
Pemerintah menargetkan pada tahun 2025 sekitar 25 persen atau 400 ribu unit kendaraan Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) ada di pasar Indonesia,
Namun sampai saat ini kendala ada pada pengadaan baterai mobil listrik karena masih ada komponen yang harus diimpor.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi mengatakan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya berkontribusi untuk mewujudkan Indonesia sebagai salah satu pemain utama dalam memproduksi kendaraan listrik (electric vehicle).
"Langkah strategis dilakukan dengan mendorong pengembangan teknologi baterai dalam negeri untuk mendukung pembangunan industri kendaraan listrik nasional," kata Rahadi pada acara webinar Teknologi Bahan dan Barang Teknik (TBBT) 2020 yang digelar oleh Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Kemenperin di Jalan Sangkuriang Bandung, Rabu (26/8/2020).
Rahadi mengatakan, baterai menjadi komponen kunci untuk kendaraan listrik dan berkontribusi sekitar 25-40% dari harga kendaraan listrik.
Untuk kendaraan listrik ini menggunakan baterai lithium ion dengan bahan aktif katoda yang melibatkan unsur lithium nikel, kobalt, mangan dan alumunium.
• Kasus Istri Gugat Cerai Suami Tinggi di Majalengka, Masalah Ekonomi Menjadi Penyebab Perceraian
• Terkait Polemik Pewaris Takhta Keraton Kasepuhan, Wali Kota Cirebon Minta Semua Pihak Menahan Diri
• Keluarga Besar Kesultanan Cirebon Datangi Nasrudin Azis, Bilang Mau Laporan
Katoda sendiri memberikan kontribusi paling tinggi terhadap harga sel baterai lithium yakni sekitar 34%. Karena itu, Kemenperin mendorong agar material tersebut harus diproses di dalam negeri.
“Kemenperin melalui B4T telah berupaya melakukan upaya substitusi impor di bidang energi, salah satunya adalah pembuatan bahan aktif katoda berbasis senyawa NMC (Nikel – Mangan – Cobalt), proses produksinya melibatkan salah satu produk industri smelter Indonesia. Namun, pada proses substitusi impor bahan aktif katoda tersebut yang masih perlu diupayakan adalah bahan lithium,” katanya.
Ia mengungkapkan, Indonesia tidak memiliki sumber alam mineral lithium, guna mengantispasi kebutuhan bahan lithium tersebut, Kemenperin telah menginisiasi proses recovery lithium dari baterai bekas.Proses recovery lithium dari baterai bekas ini juga dikenal dengan istilah urban mining.
"Penelitian terkait urban mining ini sangat diandalkan oleh negara–negara maju terutama negara produsen untuk dapat mempertahankan keberlangsungan produksi," katanya.
Menurutnya, dengan inovasi tersebut nantinya Indonesia dapat memiliki cadangan lithium meski tidak terdapat tambang lithium dari alam. Upaya ini juga merupakan salah bentuk circular economy di bidang energi khususnya kendaraan listrik.
Doddy menambahkan, keseriusan pemerintah dalam pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, ditunjukkan dengan telah ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 tahun 2019 tentang Percepatan Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik (Mobil Listrik.
Perpres tersebut menjadi landasan bagi pelaku industri otomotif di Indonesia untuk segera merancang dan membangun pengembangan mobil listrik.
Mobil Listrik Banyumas
Salah satu elemen masyarakat yang sedang membuat mobil listrik adalah sekelompok pemuda di Banyumas.