Suami Istri di Bandung Banyak yang Cerai, Penyebabnya Sering Cekcok, dan yang Utama Soal Ekonomi

Penyebab perceraian di Kota Bandung selama 2020 tidak hanya diakibatkan oleh pengaruh ekonomi akibat pandemi

Editor: Fauzie Pradita Abbas
instagram
Ilustrasi - Cincin tunangan. Wanita ini Telat Cincin Hingga Harus Dioperasi, Suaminya Tertawa Mendengar Cerita Lucunya 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha

TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Penyebab perceraian di Kota Bandung selama 2020 tidak hanya diakibatkan oleh pengaruh ekonomi akibat pandemi Covid 19.

Data statistik penyebab perceraian di Kota Bandung dari Humas Pengadilan Agama Kota Bandung, Subai, sejak Januari-Agustus 2020 menyebutkan, kasus perceraian diakibatkan karena perselisihan dan pertengkaran sebanyak 1,310 perceraian. Terbanyak kedua yakni faktor ekonomi sebanyak 1,235 kasus.

Data perceraian sepanjang 2019 yang tidak ada pandemi Covid 19, justru penyebab perceraian ‎karena masalah ekonomi sebanyak 2,920 kasus perceraian. Penyebab kedua, karena perselisihan dan pertengkaran sebanyak 2,030 kasus.

Subai mengakui, perceraian karena faktor ekonomi yang dipengaruhi pandemi Covid 19 yang melemahkan perekonomian bukan faktor paling signifikan. ‎

Itu berdasarkan data statistik penyebab perceraian, pada 2019 yang tidak ada pandemi, penyebabnya karena masalah ekonomi. Tahun ini, sejak Januari-Agustus, terbanyak karena perselisihan rumah tangga.

"Iya, (pandemi) bukan (penyebab). Mungkin pengaruhnya sedikit, tidak signifikan," ucap Subai.

 Polemik Pewaris Takhta Keraton Kasepuhan, Wali Kota Cirebon Minta Semua Pihak Menahan Diri

Per Agustus, P‎A Bandung menangani perkara gugatan sebanyak 500-an kasus hingga saat ini. Dari 500-an perkara gugatan, terdiri dari gugatan cerai hingga gugatan waris.

"Untuk faktor penyebab perceraian selama 2020 ini didominasi karena perselisihan dan pertengkaran terus menerus sebanyak 1,310 kasus," ujar Subai.

Kemudian, penyebab kedua yakni karena masalah ekonomi sebanyak 1,235 kasus gugatan. Ketiga, 245 kasus gugatan karena meninggalkan salah satu pihak, lalu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama 35 kasus.

 Rakor di Karawang, KPU Jabar Minta Pimpinan Parpol Paham Syarat Pencalonan dan Syarat Calon

"Ada juga karena murtad 13 kasus, mabuk-mabukan 12 gugatan, dihukum penjara 9 kasus. Sisanya di bawah 10 kasus gugatan karena judi, madat, poligami, cacat badan, kawin paksa hingga zina‎," ucap Subai.

Adapun selama ini, perkara gugatan yang masuk ke PA Bandung kata dia, didominasi istri menggugat cerai suami sebanyak 2,843 gugatan. Lalu suami gugai cerai talak istri sebanyak 617 kasus gugatan.

Sisanya perkara penetapan ahli waris, pengesahan perkawinan, dispensasi kawin, perwalian hingga ekonomi syariah.

"Untuk rentang usia, paling banyak yang mengajukan gugatan cerai selama 2020 mayoritas berusia 31-40 tahun paling banyak,yakni sekitar 1400-an lebih‎. Paling banyak kedua usia 41 hingga 50 tahun kurang dari 1400-an dan ketiga usia 21-30 tahun sebanyak 1200-an. Sisanya 51 tahun ke atas," kata dia.

Ia menambahkan, untuk kasus gugatan perceraian selama Agustus, jumlahnya kembali normal. Tidak ada kenaikan maupun penurunan.

"Saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) April-Mei kemarin sempat ada penurunan. Itu saja paling," kata dia.

Ribuan Janda di Kabupaten Bandung

Sejak pandemi virus corona menyerang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat kebanjiran janda-janda baru.

Hal Itu terjadi karena setiap bulan ada lebih dari seribu kasus perceraian.

Banjir kasus perceraian ini sudah terjadi sejak Maret silam atau ketika pandemi corona mulai menyerang Indonesia.

Antrean warga yang mengikuti sidang perceraian di Pengadilan Agama Soreang, Kabupaten Bandung, Senin (24/8), tumpah ruah hingga ke luar gedung.

tribunnews
Ilustrasi perceraian (makassar.tribunnews.com)

Sebagian pemohon yang tidak tertampung di dalam duduk-duduk di pelataran.

Sebagian lagi mondar-mandir sambil menenteng sejumlah berkas.

Humas Pengadilan Agama Soreang Kabupaten Bandng, Suharja, mengatakan, antrean para pemohon perceraian ini bahkan sempat mengular hingga ke area parkir sebelum sidang dimulai pukul 09.00.

"Mereka mengantre sejak sekitar pukul tujuh pagi," ujar Suharja di kantor PA Soreang, kemarin.

Banyaknya kasus gugatan cerai yang mereka sidangkan, menurut Suharja, memang membuat antrean tak bisa dihindarkan.

Setiap kasus gugatan cerai paling tidak diikuti oleh empat orang.

"Coba dikalikan saja, 264 kali 4, maka sudah ada 800 orang lebih," kata Suharja.

Suharja mengatakan, antrean panjang para pemohon perceraian ini terjadi sejak pemerintah menerapkan masa adaptasi kebiasaan baru pandemi Covid-19.

Biasanya, permohonan cerai berada dalam kisaran 700 kasus per bulan.

Namun, memasuki bulan Juni, jumlahnya melonjak hingga lebih dari seribu kasus per bulan.

Tren kenaikan ini sudah terjadi sejak akhir Maret.

Bahkan, karena terus meningkatnya jumlah pemohon perceraian, pada bulan Mei pendaftaran permohonan perceraian sempat ditutup dua minggu.

Namun, imbasnya, pada bulan Juni, perkara yang masuk sebanyak 1.012 gugatan cerai.

Pada bulan Juli ada 1.002 kasus. Pada Agustus, kasus yang masuk sudah 592.

Jumlah ini, menurut Suharja, masih akan terus bertambah karena masih tersisa satu minggu sebelum ganti bulan.

Menurut Suharja, selain kasus cerai talak yang diajukan suami, kasus lainnya adalah gugat cerai yang diajukan pihak istri.

"Kasus cerai gugat ini bahkan paling banyak, hampir 80 persen," kata Suharja.

Dari semua kasus ini, mayoritas disebabkan faktor ekonomi. Sebab lainnya adanya pria atau wanita lain.

Suharja mengatakan, selain peserta sidang cerai, antrean juga disebabkan banyaknya warga yang kendak meminta bantuan hukum di ruang Pos Bantuan Hukum (Posbakum).

Posbakum adalah ruang yang disediakan oleh Pengadilan Negeri Bandung bagi advokat piket dalam memberikan layanan bantuan hukum kepada masyarakat.

 Sakit Kepala Kambuh Karena Tekanan Darah Tinggi? Ini Cara Mengatasinya, Tak Bisa Pakai Obat Biasa

"Jadi, kami memang kewalahannya seperti itu. Sebenarnya sistemnya sudah tepat, tapi yang daftar banyak dan orang yang datang juga banyak, sementara tempat ini juga terdiri dari pusat pelayanan satu pintu, tapi kapasitas tempatnya cuma bisa menampung 40 orang," kata Suharja.

Menurut Suharja, banyaknya perkara yang ditangani PA Soreang terjadi karena wilayah Kabupaten Bandung ini luas dan banyak.

"Wilayah yuridiksi pengadilan Agama Bandung terdiri dari 31 kecamatan. Satu kecamatan saja di Kabupaten Bandung itu banyak sekali warganya, belum lagi 31 kecamatan," ucapnya.

Ruang persidangan, menurut Suharja, sebenarnya sudah mencukupi.

"Namun kami kekurangan ruangan tunggu karena harus menerapkan protokol kesehatan dengan jaga jarak," ucapnya.

 Jadwal Pemadaman Listrik Kabupaten Sukabumi, Selasa 25 Agustus, Padam Pukul 09.00, Nyala 16.00 WIB

Selain di Kabupaten Bandung, peningkatan angka perceraian pada masa pandemi Covid-19 juga terjadi di hampir semua wilayah di Jawa Barat.

Di Kota Bandung, setidaknya 1.355 pasangan bercerai selama empat bulan, sejak Maret lalu.

Angka gugatannya sempat menurun pada April, yakni 103 kasus, tapi pada Mei naik lagi menjadi 207 kasus, dan pada Juni ketika masa AKB dimulai menjadi 706 gugatan.

Biasanya, rata-rata per bulan ada 500-600 gugatan yang masuk.

Peningkatan kasus perceraian juga terjadi di Kabupaten Garut.

Dalam enam bulan pertama tahun 2020 ada tiga ribu kasus perceraian yang ditangani PA Garut, dan dua ribu di antaranya sudah putus.

Usia mayoritas pasangan yang bercerai 20-40 tahun. Sebagian besar dipicu faktor ekonomi.

Hal serupa terjadi di kota dan kabupaten lainnya, antara lain Kabupaten Ciamis, Kota dan Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Kuningan.

Di daerah-daerah itu, angka perceraian juga meningkat pada masa pandemi dan mayoritas dipicu faktor kesulitan ekonomi. (lutfi ahmad mauludin/tribunnetwork)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved