Pembelajaran Jarak Jauh bagi Peserta Didik di Jabar Tak Bisa Sepenuhnya Daring, Kirim Modul Via Pos
Bukan berarti tidak mencoba belajar tatap muka, tapi kita masih melihat kestabilannya.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Dedi Supandi, mengatakan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh bagi peserta didik di masa pandemi Covid-19 di Jabar tidak dapat seluruhnya dilaksanakan melalui media online atau daring.
Hal ini, katanya, disebabkan adanya sekitar 1.300 titik blankspot di Jawa Barat, yang tidak terjangkau sinyal jaringan untuk koneksi internet. Kebanyakan, katanya, kawasan ini adalah permukiman di kawasan perkebunan dan hutan di Jawa Barat selatan.
"Akhirnya ada pola pembelajaran dengan metode daring (dalam jaringan) dan luring (luar jaringan). Luring ini kenapa dibutuhkan, karena ternyata ada sekitar kurang lebih 1.300 titik lokasi blankspot, yaitu berada di desa-desa di tengah hutan," katanya di Gedung Sate, Kamis (16/7).
Sejumlah sekolah yang melakukan pembelajaran secara luring, katanya, mengirimkan modul pembelajaran ke setiap rumah peserta didik melalui PT Pos.
Selain itu, dapat diambil di sejumlah titik yang sudah disepakati atau nonton saluran televisi bersama.
"Kita pun juga komunikatif lewat grup WhatsApp. Jadi antara guru, pengawas, orang tua, itu dibuat dalam satu grup yang grup itu bisa mengawasi teman-teman siswanya ataupun pelajar untuk bisa belajar di rumah masing-masing," katanya.
Selain melalui luring dan daring, para peserta didik merasa terbantu belajar di rumah dengan pembelajaran melalui televisi. Itu pun, katanya, kemampuan pelajar belajar melalui televisi sampai empat jam sehari.
• Daftar Harga HP Oppo Bulan Juli 2020: Oppo A31 Rp 2,8 Juta, Oppo A91 Rp 3,7 Juta
• Ibu di Tangerang Terpaksa Ngutang untuk Beli Pulsa Kuota, Pinjam HP, Demi Anak Bisa Belajar Online
• Presiden Jokowi dan Istri Pesan Sepeda Lipat Kreuz Buatan Bandung, Harganya Masih Rahasia
"Di zona hijau, Kota Sukabumi, kita masih tetap, hampir keseluruhan menggunakan BDR atau belajar di rumah. Bukan berarti tidak mencoba belajar tatap muka, tapi kita masih melihat kestabilannya. Jadi kestabilan zona hijau itu tidak bisa dilihat hanya satu pekan, tapi harus dilihat dari beberapa pekan," katanya.
Dedi mengatakan pihaknya pun melakukan survei terhadap proses pembelajaran jarak jauh tersebut. Hasilnya, ada beberapa masukan baik dari orang tua maupun siswa, yakni banyak orang tua yang mengeluhkan pembebanan internet atau kuota terhadap pembelajaran anaknya yang.
"Kedua, 100 persen orang tua berharap anaknya itu bisa belajar daring secara mandiri. Jadi tidak lagi belajar didampingi ataupun selalu dipasangkan dengan orang tua sebagainya. Ketiga, ada harapan orang tua pada saat belajar daring si anaknya ini atau orang tua sendiri bisa komunikasi dengan guru dan saling banyak komunikasi," katanya.
Sedangkan peserta didik, katanya, keinginannya agar pembelajaran di rumah tidak terlalu banyak dibebani tugas. Mereka pun ingin materinya lebih konseptual dan kontekstual, tidak monoton hanya berupa kalimat-kalimat, tapi diselingi dengan gambar ataupun video.
Dedi mengatakan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk SPP gratis pun sebaguan dialihkan untuk pengadaan kuota internet bagi murid SMP dan SMA. Namun, akan ada penyesuaian dalam kebijakan ini, khususnya daerah terpencil yang kesulitan terjangkau internet.
Dedi mengatakan BOP semula bagian dari program biaya gratis murid SMP dan SMA. Namun, pengalihan untuk biaya kuota internet karena menyesuaikan kondisi pandemi Covid-19 yang memaksa sebagian besar proses belajar mengajar dilakukan secara daring.
Kebijakan ini pun akan diambil berdasarkan hasil evaluasi dan survei yang sudah dilakukan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah keluhan mengenai beban untuk membeli kuota internet. Teknis pemberiannya, kuota dibeli dan disediakan oleh pihak sekolah untuk kemudian didistribusikan kepada masing-masing murid rata-rata senilai Rp 150 ribu.