Kisah Dosen ITB Membuat Ventilator, Berbulan-bulan Tidur di Masjid Salman Menangis Karena Alat Rusak

Syarif kemudian menugaskan stafnya untuk membeli komponen ventilator. Dari sana ia tersadar, mafia di alat kesehatan luar biasa.

Editor: Machmud Mubarok
(KOMPAS.com/RENI SUSANTI)
Pencipta Vent-I, Syarif Hidayat (kemeja putih) tengah melihat proses pengerjaan ventilator portable. 

CPAP adalah satu fungsi paling sederhana pada ventilator untuk memberikan tekanan positif pada paru-paru agar terus megembang, tidak kuncup. Ini penting karena Covid-19 menghasilkan lendir yang membuat paru-paru tidak bisa menerima oksigen.

“Saya bimbang, karena yang dipakai alat sederhana, tidak menantang banget. Karena yang saya buat terbilang canggih. Tapi dalam ekosistem inovasi, voice of customer sangat penting. Makanya saya libatkan dokter,” ucap dosen ITB ini mengungkapkan.

Ia akhirnya menyetujui permintaan Ike. Meski terbilang sederhana, prosesnya tidak mudah. Kondisi pandemi membuat material yang dibutuhkan sulit ditemukan. Apalagi material yang berasal dari luar negeri, tekendala juga oleh pengiriman sehingga tidak bisa dipastikan akan sampai kapan.

Daftar Harga Xiaomi Bulan Juli 2020: Mi Note 10 Rp 6 Jutaan, Redmi Note 9 Pro Rp 3,4 Juta

Inilah Prakiraan Cuacanya Kabupaten Majalengka, Kamis 2 Juli 2020

Rela dicibir, hingga menangis karena alat rusak

Syarif kemudian memutuskan membuat material yang dibutuhkan. Misal dalam pembuatan pompa. Ia mencari produk yang ada di Indonesia dan tidak berebut.

Pilihannya jatuh pada pompa peniup kasur. Ia modif pompa peniup kasur dengan motor yang biasa digunakan drone.

Kemudian, alat itu akan dilengkapi dengan venting. Semua proses ini sempat dicibir. Syarif dan timnya dinilai tidak akan mampu menyelesaikan ventilator. Ada juga yang bilang, Vent-I sebagai proyek “mission impossible”.

Namun keraguan sejumlah pihak itu tidak dihiraukannya. Ia terus maju, walaupun diisi dengan air mata.

“Pasien Covid harus dirawat 14 hari, maka minimal alat saya harus mampu bertahan 14 hari. Tapi begitu dicoba, hanya tahan 2 hari 2 malam. Saya perbaiki, ganti material, eh 12 jam rusak. Nangislah saya, gimana bisa nolong orang,” tutur dia.

Setelah menangis, ia pun bangkit dan kembali terus mencoba, hingga produknya berhenti diujicoba setelah melewati 21 hari. Bahkan Vent-I dinyatakan lolos uji semua kriteria uji sesuai dengan standar SNI IEC 60601-1:204: Persyaratan Umum Keselamatan Dasar dan Kinerja Esensial dan Rapidly Manufactured CPAP Systems, Document CPAP 001, Specification, MHRA, 2020.

Vent-I menggunakan mesin ventilator Positive End-Expiratory Pressure (PEEP) agar mudah dioperasikan baik oleh dokter ataupun perawat.

Bahkan Vent-I bisa dibawa pulang. Harganya pun jauh lebih rendah. Harga ventilator portable di pasaran dunia dijual Rp 30 juta-70 juta. Sedangkan Vent-I dijual Rp 18 juta. “Vent-I juga sudah dipatenkan, dari 8 ada 5 yang sudah dipatenkan,” ucap dia.

Dokter ahli petir ini mengatakan, pengembangan Vent-I menghabiskan waktu 6 minggu. Selama itu, ia memilih meninggalkan rumah dan tidur di ruang kerjanya di Masjid Salman.

Ia memanfaatkan ruang kerjanya yang kecil untuk mengembangkan idenya dan menggunakan sofa hitam untuk tempat tidurnya.

Setiap malam, ia hanya tidur sekitar 4 jam. Waktunya lebih banyak digunakan untuk pengembangan Vent-I.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved