Buruh Merasa Sangat Kecewa, Menteri Perbolehkan Pengusaha Tunda dan Cicil Pembayaran THR
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran tersebut, tuturnya, justru akan menimbulkan persoalan baru yakni pengusaha akan menekan buruh agar bersepakat
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit SPSI Roy Jinto Ferianto menyatakan sangat kecewa dengan terbitnya Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tanggal 6 Mei 2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 Di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Corona Covid-19.
Sebab, kata Roy, Surat Edaran tersebut sangat bertentangan dengan pasal 7 dan pasal 56 PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, kemudian Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pembayaran THR.
Dalam ketentuan tersebut jelas disebutkan pengusaha wajib membayar THR kepada pekerja atah buruh paling lambat tujuh hari sebelum hari raya.
Dalam peraturan ini dinyatakan pembayaran THR dilakukan secara tunai dan sekaligus serta apabila pengusaha terlambat membayar THR, dikenakan sanksi denda 5 persen dari jumlah THR yang menjadi hak pekerja atau buruh.
"Maka jelas dalam ketentuan tersebut tidak ada ketentuan yang memperbolehkan penundaan dan pencicilan pembayaran THR dengan alasan apapun, karena THR adalah kewajiban pengusaha yang menjadi hak normatif pekerja atau buruh, bukan pemberian atau hadiah secara sukarela dari pengusaha, melainkan kewajiban pengusaha yang diatur dalam ketentuan yang berlaku," kata Roy melalui ponsel, Jumat (8/5).
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran tersebut, tuturnya, justru akan menimbulkan persoalan baru yakni pengusaha akan menekan buruh agar bersepakat untuk menunda atau mencicil pembayaran THR dengan ancaman PHK atau perusahaan tutup.
Kondisi tersebut akan membuat buruh semakin terpojok dan tertekan dalam kondisi pandemi Covid-19 ini.
• Terjebak di Bali Gara-gara Covid-19, Turis Asal Kirgiztan Terpincut Pemandu Wisata Akhirnya Pacaran
• Jadwal Acara TV Hari Ini, Saksikan Sinema India Yeh Teri Galiyan di ANTV dan Bedah Rumah Baru di GTV
• Tanda-tanda Kiamat dengan Kemunculan Dukhan di Pertengahan Ramadhan, Wagub Jabar Uu Merespons
Di sisi lain, ujar Roy, pemerintah sangat tahu kondisi buruh banyak yang di-PHK yang hak-haknya tidak dibayar sesuai ketentuan yang berlaku dan juga banyak buruh yang dirumahkan dengan upah tidak dibayar secara penuh.
"Ada yang 10 persen atau 25 persen dalam sebulan, bahkan ada juga buruh yang dirumahkan upahnya tidak dibayar. Dengan pemerintah memperbolehkan pembayaran THR ditunda ataupun dicicil bagaimana buruh bisa bertahan hidup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," ujarnya.
Apalagi, katanya, untuk menunda pembayaran THR, pengusaha hanya cukup membuat laporan keuangan secara internal, bukan berdasarkan audit akuntan publik yang menyatakan ketidakmampuan perusahaan.
"Sudah dapat dipastikan laporan keuangan secara internal perusahaan itu sangatlah mudah dibuat pengusaha dan setelah itu akan menekan buruh untuk menyetujui penundaan pembayaran THR yang diinginkan pengusaha dengan memanfaatkan pandemi Covid-19 dan surat edaran menaker tersebut," tururnya.
Roy mengatakan pihaknya melihat pengusaha dan pemerintah sama-sama memanfaatkan pandemi Covid-19. Roy menilai pengusaha memanfaatkannya dengan tidak membayar hak-hak buruh sesuai ketentuan yang berlaku atau mengurangi hak-hak buruh dengan alasan pandemi Covid-19.
"Di sisi lain pemerintah memanfaatkan untuk terus mengeluarkan kebijakan yang merugikan buruh dengan alasan menyelamatkan ekonomi karena pandemi Covid-19. Buruh akan selalu menjadi korban kebijakan pemerintah. Mungkin pemerintah berpikir bahwa buruh tidak akan turun ke jalan untuk aksi karena ada larangan dari kepolisian dengan berlindung di Maklumat Kapolri dan juga karena PSBB, social distancing, maupun physical distancing, sehingga dengan mengeluarkan kebijakan yang merugikan juga buruh tidak akan demo," katanya.
Kebijakan-kebijakan pemerintah yang merugikan buruh, tuturnya, justru membuat buruh terpaksa akan turun ke jalan demo untuk memperjuangkan hak-haknya walaupun dalam kondisi pandemi Covid-19.