Breaking News

Susi Pudjiastuti Tolak Ekspor Lobster, Ridwan Kamil Tawarkan Pantai Selatan untuk Budidaya Lobster

contohnya di Pangandaran, kawasan ini cocok untuk budidaya lobster. Lobster, katanya, membutuhkan tempat yang nyaman untuk tumbuh besar.

Editor: Machmud Mubarok
Tribun Jabar/ Daniel Andreand Damanik
Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil, Atalia Kamil, dan Kadisbudpar Jabar Dedy Taufik saat diwawancara wartawan seusai parade AAF di Jalan Asia Afrika, Bandung, Sabtu (29/6/2019). 

Laporan Wartawan Tribun, M Syarif Abdussalam

TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menawarkan Pantai Selatan Jawa Barat untuk dijadikan sebagai lokasi budidaya lobster oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Sebelumnya diketahui, kementerian ini tengah memetakan dan mencari lokasi budidaya lobster di Tanah Air.

"Kalau boleh saya mengusulkan, Pantai Selatan Jawa Barat. Bisa Pangandaran, bisa Pelabuhan Ratu, bisa Garut Selatan. Saya kalau itu ada, kami tawarkan kepada Menteri di situ saja," kata gubernur yang akrab disapa Emil ini di Gasibu, Senin (23/12).

Emil mengatakan contohnya di Pangandaran, kawasan ini cocok untuk budidaya lobster. Lobster, katanya, membutuhkan tempat yang nyaman untuk tumbuh besar.

"Pangandaran, kan lobster itu butuh suhu pas, butuh ekosistem yang nyaman. Nyamannya di pangandaran yang garis pantainya masih luas," katanya.

Seperti diketahui, pemerintah berupaya agar benih lobster dapat dibudidayakan di dalam negeri. Menteri Kelautan dan Perikanan RI Edhy Prabowo mengaku banyak daerah yang berpotensi untuk mengembangkan benur tersebut di Indonesia.

Untuk melakukan benur, katanya, perlu ada kajian di tempat-tempat tertentu. Edhy mengatakan daerah yang telah melakukan pembesaran benih lobster di antaranya NTB, Sulawesi Tenggara, dan Lampung. 

Ibra Azhari, Adik Ayu Azhari, Diciduk Polisi, Kasus Narkoba Lagi

DETIK-Detik Penyelamatan 3 Mahasiswa Unsika Terjebak di Goa Lele Karawang, Terobos Medan yang Sulit

KRONOLOGI 3 Mahasiswa Unsika yang Meninggal Terjebak di Goa Lele Karawang, Ini Identitas Lengkapnya

Sebelumnya muncul pro kontra antara Edhy Prabowo dan mantan menteri KKP, Susi Pudjiastuti

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terlihat menanggapi rencana kebijakan pemerintah yang akan membuka keran ekspor benih lobster.

Tanggapan Susi dibagikannya melalui akun Twitter pada Selasa (10/12/2019) malam, tepatnya pukul 19.16 WIB.

Susi menyebutkan, lobster sangat bernilai ekonomi tinggi sehingga kelestariannya perlu dijaga.

Terlebih lagi, Indonesia telah dianugerahi laut yang luas dan kaya sumber daya.

Dia pun menyebutkan, hendaknya manusia tidak boleh tamak alias serakah karena tergiur dengan harganya yang mahal itu, utamanya harga benih lobster yang melonjak drastis di pasar luar negeri.

"Lobster yang bernilai ekonomi tinggi tidak boleh punah, hanya karena ketamakan kita untuk menjual bibitnya; dengan harga seperseratusnya pun tidak. Astagfirullah... karunia Tuhan tidak boleh kita kufur akan nikmat dari-Nya," tulis Susi Pudjiastuti dikutip Kompas.com, Rabu (11/12/2019).

Tak hanya menulis kata-kata di atas, dia pun membagikan video yang memperlihatkan keseruannya menikmati dua ekor udang lobster besar ditemani semangkuk nasi putih dan lauk-pauk lainnya.

 Dalam video yang diunggah, Susi mengatakan, harga lobster yang dia makan sudah bernilai jual tinggi.

Lobster yang dia makan beratnya antara 400 sampai 500 gram dengan rerata harga Rp 600.000 sampai Rp 800.000.

Dia pun membandingkan dengan harga bibit yang dijual ke Vietnam dengan harga lebih murah.

 Mendikbud Nadiem Makarim Hapus Ujian Nasional, Ini Penggantinya

JADWAL Acara TV Senin 23 Desember 2019, Ada Indonesian Idol dan Film Box Office

Harga satu bibit hanya berkisar Rp 100.000 sampai Rp 130.000. Terlebih lagi bila yang dijual adalah lobster mutiara.

"Bibitnya diambil dan dijual hanya dengan Rp 30.000 saja. Berapa rugi kita? Apalagi kalau lobsternya mutiara jenisnya. Di mana satu kilo mutiara bisa sampai Rp 4-5 juta," ucap Susi. 

Padahal, kalau dibesarkan, harganya lebih mahal dari itu.

"Satu ekor 400 gram itu sudah berapa harganya? Rp 1 juta. Kita jual ke Vietnam hanya dengan harga Rp 100.000 atau Rp 130.000. Nelayan tidak boleh bodoh dan kita akan dirugikan bila itu dibiarkan," imbuhnya.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mempertimbangkan membuka ekspor benih lobster.

Pertimbangan Edhy soal peredaran benih lobster bukan tanpa alasan. Dia menemukan, benih lobster yang diimpor ke Vietnam dari Singapura sebanyak 80 persennya berasal dari Indonesia.

Hal itu membuat harga benih lobster kian melambung jadi Rp 139.000 per benih dari Rp 50.000 hingga Rp 70.000 per benih.

"Coba kalau kita mengarahkan ini, me-manage ini dengan baik, kita atur rapi-rapi, kita buat aturan. Langsung dagangnya dari Indonesia ke Vietnam. Baru kemudian kita hitung berapa pajak yang harus mereka bayar," tutur Edhy.

Sudah Gila

Adanya opsi membuka kembali keran ekspor benih lobster menarik perhatian ekonom senior Faisal Basri. Menurut Faisal, pencabutan larangan ekspor benih lobster akan sangat merugikan Indonesia.

"Belum sebulan dua bulan kabinet (baru) ada, (larangan) ekspor benih lobster dicabut. Sudah gila itu. Namanya kan bibit, bibitnya kita jual ya gimana? Gila enggak? Itu aja," kata Faisal Basri di Jakarta, Selasa (10/12/2019).

Faisal menyayangkan setiap kebijakan di sektor kelautan dan perikanan justru tidak menjaga laut itu sendiri.

Dia bilang seandainya keran ekspor benih lobster benar-benar dibuka, laut Indonesia justru akan tereksploitasi dan kembali hancur.

"Lobster kan di alam kan. Lingkungan nanti kalau boleh diekspor, ya rusaklah tuh lingkungan. Telur-telur lobster itu rusak lah itu. Pokoknya dia enggak peduli laut kita rusak lagi," ujarnya.

Alih-alih diekspor, Faisal justru menyarankan lobster harus dibudidaya di dalam negeri. Apalagi, sektor kelautan dan perikanan adalah salah satu dari sedikit sektor yang surplus.

Kendati demikian, keberlangsungan hidup benih lobster di laut juga harus diperhatikan.

"Jadi kalau benihnya yang jutaan kita pelihara sudah jadi dewasa baru kita ekspor, kan nilainya tinggi. Nah, ini sumber yang bisa kita tingkatkan penerimaan ekspornya. Eh bibitnya (malah) kita jual. Gila enggak?," sebut Faisal.

Dia menyadari, ada sindikat mafia yang melihat keuntungan besar dari ekspor benih lobster. Bahkan, keuntungannya lebih besar dari bisnis kapal ilegal yang diberantas Susi pada masanya. 

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali merespons soal ekspor benih lobster.

Kali ini, soal pernyataan Menteri KP Edhy Prabowo yang menyamakan ekspor benih lobster dengan ekspor nikel.

Susi menyebut dirinya tidak sependapat dengan Edhy. Pasalnya menurut Susi, nikel adalah benda mati yang sewaktu-waktu memang bisa habis. Sedangkan lobster adalah benda hidup yang bisa terus ada jika dijaga.

"Nikel adalah SDA yg tidak renewable/ yg bisa habis. Lobster adalah SDA yg renewable, yg bisa terus ada & banyak kalau kita jaga!!!!!," kicau Susi Pudjiastuti dalam akun twitternya @susipudjiastuti, Selasa (17/12/2019).

Lebih lanjut Susi menyebut, lobster sebagai SDA yang renewable, cara penangkapannya maupun pemeliharaannya pun harus diperhatikan.

Menurut dia, pengambilan tidak perlu menggunakan kapal besar atau alat modern lainnya. Negara pun wajib menjaga sumber daya ini dengan baik dan benar.

Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam renewable yang ekstraktif dan masif harus dilarang.

"Pengelolaan SDA yg renewable secara instant extractive & massiv harus dilarang. Apalagi pengambilan plasmanutfahnya. Its A NO NO !! Sblm thn 2000 an Lobster ukuran >100 gram di Pangandaran & sekitarnya pd saat musim bisa 3 sd 5 Ton per hari. Sekarang 100 kg/ hari saja tdk ada," ucap Susi.

 Dua Polisi Ganteng & Tajir Tewas Secara Tragis, Tabrak Pohon Hingga Tersambar Kereta Api di Jombang

 HASIL Indonesian Idol Top 11, Reaksi Juri Buat Tiara Menangis, Kontestan Pria Ini Tersingkir

Sebetulnya kata Susi, tak hanya di Indonesia saja ekspor benur dilarang. Di negara-negara lain seperti Australia, India, dan Cuba, lobster tidak diambil bibitnya.

Di Australia misalnya, pengambilan lobster minimal berukuran 1 pound dan ukurannya pun turut diatur.

"Australia, India, Cuba dll yg ada Panulirus Hommarus mrk tidak ambil bibitnya, mrk ambil size tertentu saja. Australia min 1 pound &max size jg diatur. Yg besar bisa jadi indukan yg produktif. Mrk tidak budidayakan bibit, tidak ekspor bibit. Apakah krn mrk lebih bodoh dr kita????," sebut Susi.

Lobster.
Lobster. (SHUTTERSTOCKS)

Seperti diberitakan, sebelumnya Menteri KP Edhy Prabowo menyamakan ekspor benih lobster yang masih dalam kajian dengan ekspor nikel.

Dia bilang, nikel dieskpor sejak tahun 2016 hingga 2019 untuk menunggu perusahaan siap membuka pengolahannya. Begitu pun nantinya lobster yang diekspor guna menunggu industri pengolahannya siap.

Kemudian ekspor akan diberhentikan seperti bijih nikel yang akan berhenti diekspor mulai Januari 2020.

Penjelasan KKP

Meskipun masih sebatas rencana, terobosan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terkait ekspor benih lobster masih menuai pro dan kontra. Ekspor dibolehkan agar tak ada lagi penyelundupan.

Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kementerian Kelautan dan Perikanan ( KKP), Lilly Aprilya Pregiwati, menjelaskan kalau pencabutan larangan ekspor benur masih dalam tahap kajian.

"Kebijakan yang tengah dikaji terutama berkaitan dengan pemanfaatan benih lobster hasil tangkapan di alam, dengan mengatur ulang perdagangan benih lobster dan rencana pengembangan teknologi pembesaran benih lobster hingga ukuran konsumsi di dalam negeri," kata Lili dalam keterangannya, Selasa (17/12/2019).

 7 Kendaraan Terlibat Tabrakan Karambol di Tol Cipularang Km 90.8, 4 Orang Mengalami Luka-luka

 Ular Berbisa Tak Bisa Dibedakan dari Ciri Fisik, Panji Petualang Jelaskan Hal yang Sebenarnya

 Vanessa Angel Bilang di Akhir Tahun Naik Jadi 118 Juta, Bukan Lagi 80 Juta, Apa Maksudnya ya?

Menurut dia, salah satu alasan perlunya kajian mendalam terkait revisi regulasi pelarangan ekspor benur, yakni karena banyaknya keluarga nelayan yang hidupnya bergantung pada usaha penangkapan baby lobster.

"Indonesia merupakan negara penghasil benih lobster terbesar di dunia yang berasal dari hasil tangkapan di alam. Di beberapa daerah, ribuan nelayan kecil menggantungkan hidup dari perdagangan benih lobster ini," ungkapnya.

Lanjut Lili, aspek lain yang jadi pertimbangan adalah fakta kalau penyelundupan benih lobster ke luar negeri masih marak.

"Di sisi lain, penyelundupan benih lobster untuk di ekspor ke luar negeri juga marak terjadi, sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu keberlanjutan ekosistem lobster di alam," ujarnya.

Sebagai catatan, benih lobster yang diselamatkan dari penyelundupan sejak 2015 sampai 12 Maret 2019 sebanyak 6.999.748 ekor dengan perkiraan nilai Rp 949,48 miliar.

Larangan ekspor bayi lobster memang membuat angka penyelundupan meningkat tajam.

Di awal-awal pemberlakuannya tahun 2016 oleh Susi Pudjiastuti, ada lonjakan penindakan penyelundupan benih.

Penindakan terhadap jaringan sindikat penyelundupan benih lobster berlangsung di sejumlah wilayah. seperti di Batam, Bandara Soekarno-Hatta, Tempat Pelelangan Ikan Kamal, serta wilayah Tangerang dan Jakarta Barat.

Penyelundupan benih lobster ke Vietnam itu diduga melibatkan sindikat oknum aparat dan bandar di Vietnam.

Dikatakannya, saat ini KKP tengah mengkaji dan merumuskan kembali kebijakan pemanfaatan benih lobster bersama para pemangku kepentingan dan para pakar dan ahli yang terdiri dari para peneliti dan akademisi.

KKP juga aktif meminta masukan dan saran para pelaku usaha dengan memperhatikan aspek keberlanjutan lobster di alam dan keberlangsungan ekonomi masyarakat nelayan.

"Mari kita semua bersabar menunggu hasil kajian secara komprehensif oleh KKP dan tidak membuat kesimpulan sendiri sehingga dapat menimbulkan informasi yang simpang siur," terang Lili.

Dia melanjutkan, untuk merevisi sebuah Peraturan Menteri (Permen) perlu beberapa tahapan, sebelum kemudian dikeluarkan Permen baru untuk mengganti regulasi lama.

Pelarangan ekspor benih lobster sendiri tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus), Kepiting (Scylla), dan Rajungan (Portunus) dari Wilayah Indonesia.

"Kami informasikan bahwa kebijakan ini masih dalam proses pengkajian, memerlukan waktu hingga siap untuk disosialisasikan," kata Lili. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved