Kisah Anak Pemilik 12 Jari Kaki, Dulu Terkenal Jago Tebak Kini Hidup Prihatin di Pelosok Hutan Mande

Sehari-hari ia duduk di emper rumah dan baru ditemani sang adik setelah pulang sekolah dasar menjelang siang.

Editor: Machmud Mubarok
Tribun Jabar/Ferri Amiril Mukminin
Dede Ardas. 

Laporan Wartawan Tribun, Ferri Amiril Mukminin

TRIBUNCIREBON.COM, CIANJUR - Nama Dede Ardas (23) sempat terkenal di Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Namanya sempat melambung karena prediksi yang ia keluarkan saat orang bertanya selalu mendekati.

Tak sedikit warga yang berkunjung ke rumah Dede Ardas untuk bertanya seputar prediksi dan lainnya.

Namun, kini kehidupan Dede Ardas cukup memprihatinkan. Ia tinggal di sebuah rumah mirip saung di tengah kebun menumpang pada tanah PLN di pelosok Kecamatan Mande, pesisir genangan Cirata.

Sehari-hari ia duduk di emper rumah dan baru ditemani sang adik setelah pulang sekolah dasar menjelang siang.

Dede terkenal sebagai anak yang memiliki kelebihan. Selain pandai memprediksi, Dede juga berbeda dengan anak lainnya. Sejak lahir Dede memiliki jari kaki 12.

Dede kini tinggal di saung bersama orangtuanya, Okid (50) dan Yayan (45), di Kampung Malingping RT 04/04, Desa Mande, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur.

Hanya ada empat rumah yang dekat dengan saung yang ditinggali oleh Dede.

Ia sempat sekolah namun hanya sampai kelas empat SD karena minder dengan fisiknya.

Pasalnya di usianya yang ke 23 tahun, tampak pertumbuhannya seperti anak kecil dan tidak seperti anak-anak pada umumnya.

Memiliki tinggi tubuhnya kurang lebih 50 sentimeter, Dede Ardas sepertinya kesulitan untuk melakukan aktivitas seperti berjalan kaki atau kegiatan lainnya. Hampir sekujur tubuhnya Dede Ardas memiliki bintik hitam dan dominan di bagian wajahnya.

Sambil mengenakan baju kaus warna putih dengan celana pendek warna telor asin dengan garis warna merah, Dede Ardas menceritakan kisahnya.

"Saya seperti ini sejak lahir, mungkin ini sudah takdir saya dari Allah SWT," kata Dede.

Dede mengatakan, bahwa dirinya tinggal di rumah panggung mirip saung bersama orangtuangnya dan tinggal berempat.

"Kalau bapak dan ibu saya kesehariannya bekerja serabutan di kebun, di rumah ini saya sudah 5 tahun. Sebelumnya saya tinggal tak jauh dari Kantor Desa Mande," katanya.

Menurutnya kesehariannya hanya bisa duduk termenung di rumahnya sambil menunggu adiknya yang sekolah.

Selepas itu adiknya Neng Silvia Royani pun langsung ke dapur untuk memasak nasi sambil menunggu kedua orangtuanya pulang dari Kebun.

"Saya tidak pernah kemana-mana, paling duduk di rumah seperti ini," ujarnya.

Dede mengaku tidak mengetahui jenis penyakit yang ia derita. Namun hal tersebut tidak membuat dirinya putus asa.

"Ya mau bagaimana lagi, sudah takdir saya seperti ini," kata.

Neng Silvia Royani (12) adik kandung Dede Ardas mengaku tidak malu memiliki kakaknya seperti Dede Ardas.

Namun di benaknya ingin melihat kakaknya normal seperti anak pada umumnya. Ia mengatakan, sudah sejak lama hingga saat ini dirinya berupaya mengejar cita-citanya dengan cara bersekolah.

"Saya berangkat sekolah dari kampung ini suka jalan kaki, setiap harinya berangkat dari rumah pukul 06.00 WIB dan tiba di sekolah pukul 07.00 WIB," katanya.

Sekretaris Desa Mande Kecamatan Mande Engkus Sarifudin (38), mengatakan bahwa Dede Ardas tersebut memiliki keterbatasan fisik. Menurutnya hal tersebut sejak bawaan lahir. Selain itu Dede Ardas menurutnya pernah sekolah namun tidak sampai lulus kelas 6.

Keluarga Dede Ardas menempati lahan milik PLN (PJB-BPWC) Jabar. Dengan begitu kalaupun ada program rutilahu tentunya sulit untuk mendapatkan bantuan tersebut karena terbentur kepemilikan tanahnya.

"Beberapa waktu ke belakang, memang ada bantuan yang diberikan ke Dede Ardas, tapi hingga saat ini belum ada lagi," katanya.

Ia mengatakan jika ada yayasan yang datang ke desa keluarga Dede Ardas selalu menjadi prioritas.(fam)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved