MENGEJUTKAN, 20 Persen Mahasiswa di Bandung Serius Ingin Bunuh Diri, Tekanan Akademis Jadi Penyebab
Hal lain yang mengherankan adalah hingga kini BPJS tidak membiayai penderita bunuh diri karena dianggap penyakit yang dibuat sendiri.
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Kesehatan jiwa di kalangan akademisi hingga kini belum mendapatkan perhatian atau menjadi prioritas.
Padahal mahasiswa calon penerus pemimpin bangsa dan menjadi prasyarat world class university.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Teddy Hidayat mengatakan, peristiwa tiga mahasiswa bunuh diri di sebuah perguruan tinggi dalam waktu tiga bulan menjadi bukti tingginya angka bunuh diri di kalangan mahasiswa.
“Sekaligus menjadi bukti kegagalan perguruan tinggi dalam memberikan perlindungan dan keamanan mahasiswanya,” ujar Teddy kepada Kompas.com di sela-sela World Mental Health Day di Bandung, Sabtu (12/10/2019).
• Jerinx SID Berurusan dengan Polisi, Cuitannya Soal Pisau untuk Membunuh Wiranto Dilaporkan Netizen
• FOTO Terbaru Sophia Latjuba Banjir Hujatan, Mantan Ariel Noah Dianggap Sengaja Pamerkan Belahan Dada
Teddy mengatakan, sebuah survei dilakukan tahun ini pada mahasiswa semester satu perguruan tinggi di Kota Bandung.
Hasilnya, ditemukan 30,5 persen mahasiswa depresi, 20 persen berpikir serius untuk bunuh diri, dan 6 persen telah mencoba bunuh diri seperti cutting, loncat dari ketinggian, dan gantung diri.
Perilaku bunuh diri, sambung Teddy, merupakan puncak dari berbagai permasalahan yang dihadapi mahasiswa.
Tekanan akademis hingga ketidakjelasan kelulusan Hal yang umum antara lain tekanan akademis, ketidakjelasan kelulusan, ancaman drop out. Kemudian faktor keuangan dan biaya hidup, hubungan dengan dosen, orangtua, serta muda mudi.
“Kendala lain yang tidak kalah penting adalah belum setiap perguruan tinggi memiliki tim konseling. Kalaupun sudah ada belum dimanfaatkan oleh mahasiswa,” tuturnya.
• Foto Candid Mulut Mangap Mulan Jameela Curi Perhatian, Rata-rata Memuji Kecantikan Istri Ahmad Dhani
• Pusaka Wiralodra yang Hilang Dijual Ternyata Ada di Pameran, Disparbud Indramayu Mengaku Tak Tahu
Hal lain yang mengherankan adalah hingga kini BPJS tidak membiayai penderita bunuh diri karena dianggap penyakit yang dibuat sendiri.
Padahal banyak mahasiswa yang kehidupannya pas-pasan. Jangankan berobat, untuk hidup sehari-hari saja kekurangan.
Bunuh diri, sambung Teddy, merupakan masalah yang komplek, karena tidak diakibatkan oleh penyebab atau alasan tunggal. Perilaku bunuh diri diakibatkan interaksi dari faktor biologik, genetik, psikologi, sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan.
Di dunia, setiap tahunnya 800.000 orang meninggal karena bunuh diri atau setiap 40 detik satu orang meninggal karena bunuh diri. Di Indonesia, 10.000 orang setiap tahunnya meninggal karena bunuh diri atau setiap satu jam satu orang meninggal bunuh diri.
“Bunuh diri adalah penyebab utama kedua kematian pada kelompok remaja dan dewasa muda usia 15-29 tahun,” ucapnya.
Teddy menjelaskan, sebanyak 80-90 persen bunuh diri berhubungan dengan gangguan mental-emosional, terutama depresi. Sekitar 40 persen penderita depresi berpikir serius untk bunuh diri, dan 15 persen melakukannya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/cirebon/foto/bank/originals/tewas-gantung-diri.jpg)