BONGKAR Jaringan Praktik 'Pemuas Nafsu' Warga Negara Timur Tengah, Modusnya Berkeliling Pakai Mobil
Jaringan praktik 'esek-esek' prostitusi internasional di wilayah Cipanas berhasil dibongkar dan diungkap oleh jajaran Polres Cianjur
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ferri Amiril Mukminin
TRIBUNCIREBON.COM, CIANJUR - Jaringan praktik 'esek-esek' prostitusi internasional di wilayah Cipanas berhasil dibongkar dan diungkap oleh jajaran Polres Cianjur.
Kapolres Cianjur, AKBP Juang Andi Priyanto mengatakan, modus para tersangka merekrut korban untuk dijadikan pekerja seks komersial dan lady boy untuk kemudian diangkut dan dieksploitasi secara seksual sehingga orang tersebut mendapatkan keuntungan dari hasil transaksi sex.
"Mereka berkeliling dengan menggunakan mobil di wilayah Kota Bunga Cipanas. Di dalam mobil terdapat wanita yang ditawarkan khusus ke warga negara asing berkebangsaan Timur Tengah," ujar Kapolres saat menggelar konferensi pers, Selasa (8/10/2019) sore.
Kapolres mengatakan, pengungkapan kasus dilakukan dengan cara pengintaian oleh anggota Satreskrim dan didapati beberapa mobil yang berkeliling di sekitar vila kota bunga Cipanas.
Pihak Satreskrim melakukan penyergapan di tiga TKP berbeda di wilayah Kota Bunga Cipanas.
"Kami melakukan pengintaian dan penyergapan, setelah kami sergap didapati beberapa tersangka yang mempunyai tugas berbeda-beda," ujar Kapolres.
• TERUNGKAP Prostitusi Online, Pelaku dan Korban Ternyata Masih Di Bawah Umur
• Jemput Anak di Sekolah, Wanita Ini Kaget Temukan Tempat Prostitusi Terselubung, Ada Kasur & Kondom
• Ingat Artis Cantik Amel Alvi Kasus Prostitusi? Tampilannya Sekarang Beda, Tapi Dibilang Kaya Alien
Kapolres mengatakan tugas para tersangka di antaranya ada yang bertugas melakukan nego dengan WNA, ada yang sebagai sopir, sampai dengan namun koordinator para wanita
Pengungkapan jaringan esek-esek' internasional ini dilakukan jajaran Polres Cianjur dalam rangka menekan jumlah kriminalitas dan penyakit masyarakat dengan keseriusan Satuan Reserse Kriminal Polres Cianjur.
Prostitusi Online
Polda Kepulauan Riau menggerebek sebuah rumah yang diduga menjadi tempat prostitusi di Villa Kavling, Karimun, Jumat (6/9/2019).
Dari penggerebekan ini, Subdit V PPA Direktorat Kriminal Umum Polda Kepri mengamankan 26 wanita yang dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial ( PSK).
Tidak saja itu, Subdit V PPA Direktorat Kriminal Umum Polda Kepri juga mengamankan satu orang yang diduga sebagai mucikari dari 26 PSK yang berusia 19 sampai 24 tahun ini.
Namun dari hasil penyidikan, aparat Subdit V PPA Ditreskrimum Polda Kepri menemukan, jumlah gadis yang dijual dalam kasus prostitusi online di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, bertambah menjadi 31 orang.
Wakil Direktur Ditresktimum Polda Kepri AKBP Ari Darmanto mengatakan, mereka direkrut dan dipasarkan melalui beberapa jejaring media sosial, di antaranya Beetalk, Line, Wechat, Michat, Facebook hingga media sosial lainnya.
"Ke 31 wanita yang dijadikan pekerja seks komersial (PSK) ini dipasarkan melalui jejaring sosial," kata Ari Darmanto di Mapolda Kepri, Senin (9/9/2019).
Para korban terdiri dari 15 wanita berasal dari Bandung, 4 orang dari Jakarta, 2 orang dari Bogor, 2 orang dari Garut, 2 orang dari Brebes, 2 orang dari Purbalingga, 2 orang dari Lampung, 1 orang dari Palembang dan 1 orang wanita lagi dari Medan.
"Mereka rata-rata berusia 21 tahun. Bahkan ada yang berusia 16 tahun, masih di bawah umur," jelas Ari.
Mereka "dijual" mulai dari Rp 600.000 hingga Rp 2 juta per malam.
Namun uang yang diberikan kepada para wanita itu hanya 50 persen. Sisanya diambil pihak pengelola atau mucikari.
Uangnya pun dibayarkan ke para wanita itu setiap 6 bulan sekali.
"Karena kontrak mereka per enam bulan, makanya diberikan per enam bulan. Hal ini juga untuk menghindari agar para wanita muda ini tidak kabur saat di-booking pelanggannya," kata Ari.
Wajib bayar uang muka
Ari mengatakan, agar bisa dilayani, para pengguna jasa prostitusi online ini wajib membayar DP atau uang dari harga yang disepakati melalui jejaring sosial.
Jika sudah memberikan uang muka, pelanggan kemudian diberi alamat. Lalu perempuan yang dipilihnya langsung meluncur ke lokasi yang sudah dijanjikan.
Selain melalui media sosial, lanjut Ari, para pelanggan juga bisa datang langsung ke perumahan Villa Garden No 58A untuk mendapatkan layanan PSK. Namun itu untuk pelanggan lama.
"Biasanya kalau yang datang merupakan langganan, kalau orang baru tidak bakal dilayani karena prostitusi ini sudah tersistem," papar Ari.
2 Tersangka
Subdit V PPA Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kepri menetapkan 2 tersangka kasus prostitusi online di Karimun yang melibatkan 31 wanita belia dari berbagai daerah di Indonesia.
2 pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka yakni Awi (40) asal Batam dan Fahlen (19) asal Bandung.
Fahllen dalam kasus ini berperan sebagai perekrut, sementara Awi sebagai pemilik tempat prostitusi yang beralamat di perumahan Villa Garden Nomor 58A Kelurahan Kapling, Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau.
Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Saptono Erlangga mengatakan, keduanya bekerja sama melakukan eksploitasi dengan cara merekrut korban yang berjumlah 31 orang perempuan melalui jejaring sosial.
Jejaring sosial itu seperti BeeTalk, Line, Wechat, Michat, Facebook dan lainnya. Modusnya, pelaku membagikan info lowongan kerja dan mencantumkan nomor telepon.

Bahkan, pelaku meyakinkan korban dengan diiming-imingi gaji yang besar sehingga bisa membeli rumah dan mobil dengan pekerjaan yang tidak begitu berat.
"Pekerjaan yang ditawarkan yakni trafis dan pemandu lagu, namun kenyatannya malah dijadikan sebagai pekerja seks komersial (PSK)," kata Erlangga, di Mapolda Kepri.
Erlangga menyebut, Fahlen sudah bekerja sama dengan Awi sejak tahun 2015, bahkan dari hasil rekrutan Fahlen mendapatkan upah mulai dari Rp 800.000 hingga Rp 2 juta.
"Itu tergantung wanita yang didapat Fahlen, semakin muda dan cantik maka Fahlen dibarikan upah bisa mencapai Rp 2 juta, kalau sudah umur di atas 25 tahun hanya kisaran Rp 800.000," ujar Erlangga.
Wadir Ditreskrimum Polda Kepri AKBP Ari Darmanto mengatakan, keduanya dijerat dengan pasal Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Selain itu, tidak menutup kemungkinan juga akan dijerat kasus UU ITE, karena perekrutannya dan penjualan cewek-cewek tersebut melalui jejaringan sosial.
Untuk saat ini, lanjut Ari, kedua tersangka dijerat pasal berlapis yakni Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Pasal 55 KUHP, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda sebanyak Rp 600 juta.
Ari menambahkan, kepolisian telah mendeteksi Awi memiliki jaringan prostitusi di tiga kota, yakni Batam dan dua kota di Jawa.
Diyakini, jaringan ini juga Awi yang menyuplai wanita muda tersebut untuk dipekerjakan sebagai PSK.
"Kasus ini terungkap setelah Polda Kepri menerima laporan dari Ombudsman RI dan kemudian laporan tersebut dijadikan atensi," kata dia. "Ombudsman sendiri melakukan pelaporan langsung ke Kapolda," tambah dia.
Sebelumnya, polisi mengungkap kasus prostitusi online dalam penggerebekan yang dilakukan di Perumahan Villa Garden Nomor 58A, Kelurahan Kapling, Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, Jumat (6/9/2019) kemarin.
Ari mengatakan, saat ini, penyidik Subdit V PPA Ditreskrimum Polda Kepri masih melakukan pengembangan untuk menjerat para pelaku dengan UU ITE. (*)