Curhat Kholid Petani Garam Indramayu Soal Harga Garam, Mulai Berhutang Hingga Makan Hanya Nasi Garam
Menumpuk hutang pun menjadi suatu hal yang mau tidak mau mereka lakukan hanya untuk sekedar mencukupi kebutuhan perut keluarganya
Penulis: Handhika Rahman | Editor: Muhamad Nandri Prilatama
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman
TRIBUNCIREBON.COM, INDRAMAYU - Nasib kurang beruntung dihadapi para buruh garap garam di musim kemarau tahun ini.
Menumpuk hutang pun menjadi suatu hal yang mau tidak mau mereka lakukan hanya untuk sekedar mencukupi kebutuhan perut keluarganya.
Seorang buruh garap garam, Kholid (45) mengatakan, dalam sehari ia hanya mendapat upah sebesar Rp 30-35 ribu, itu pun merupakan nominal terbesar yang dapat ia peroleh.
"Tidak tentu mas, kadang kurang juga dari segitu, ya sekarang harga garam Rp 270 per kilogramnya, jelas sangat rugi," ujar dia saat ditemui Tribuncirebon.com ketika mengarap lahan tambah garam milik majikannya di Desa/Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Selasa (17/9/2019).
Dia mengisahkan, tahun ini adalah tahun tersulit bagi para petani garam. Banyak dari para petani tidak kuat dan memilih berhenti lalu mencari pekerjaan lain karena harga garam yang tidak kunjung stabil.
Adapun alasan dirinya tetap menjadi buruh garap garam adalah karena tidak memiliki pekerjaan dan keahlian yang lain.
Kholid menceritakan, untuk memenuhi kebutuhan perut keluarganya, ia harus rela menghutang ke kerabat maupun saudara.
Sudah jutaan rupiah hutang yang kini ia miliki akibat anjloknya harga garam tersebut yang menyentuh angka Rp 270 per kilogram itu.
"Untuk kebutuhan anak sekolah, juga perut jadi terpaksa," ujar dia.
Beruntung, selain menjadi buruh garap garam, pria paruh baya itu juga merupakan buruh tani.
Dari hasil panen pada musim terakhir ia masih memiliki 4 karung padi. Padi-padi itu ia jual dengan harga yang tidak seberapa asal dapat menambah uang dapur untuk makan keluarganya.
Tidak jarang juga karena tidak memiliki uang, mereka sekeluarga hanya bisa makan nasi dengan teman lauk berupa garam saja.
Ia berharap, pemerintah bisa lebih peduli pada petani garam.
Tidak muluk-muluk yang dia inginkan, yakni berharap pemerintah bisa sedikit menaikan harga garam. Minimal menyentuh harga Rp 500 atau Rp 400 per kilogramnya.
"Harapannya ya bisa naik, kasian para petani. Biar tidak pada ngeluh lagi," ujar dia.
Harga Garam Anjlok

Upah bagi para kuli panggul garam sekarang ini jauh lebih besar dibanding upah bagi para buruh pengarap garam.
Hal tersebut diungkapkan pemilik tambak garam, Vindy Ferdiansyah (30) saat ditemui Tribuncirebon.com di lahan tambak miliknya di Desa/Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Selasa (17/9/2019).
Vindy Ferdiansyah menyampaikan, dalam seharinya itu dirinya bisa menghasilkan maksimal 1 ton garam, dari 1 ton itu dibagi hasil dengan buruh garap garam yang bekerja pada Vindy Ferdiansyah.
Dia menyampaikan ada tiga orang penggarap garam yang bekerja di lahan seluas satu hektare lebih miliknya itu.
Sedangkan untuk harga garam sekarang, yakni hanya sebesar Rp 270 per kilogramnya.
Jika di kalkulasikan, dalam sehari Vindy Ferdiansyah bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah sebesar Rp 210.000. Kemudian nominal tersebut dibagi dua antara pemilik lahan dan buruh garap, sehingga hanya menyisakan Rp 105.000.
Namun, nomial Rp 105.000 ini harus dibagi lagi antar sesama penggarap. Vindy Ferdiansyah memiliki 3 orang penggarap garam. Sehingga upah untuk para buruh garap garam itu hanya sekitar Rp 35 ribu per harinya.
Dirinya membandingkan, lain halnya dengan upah bagi buruh panggul garap, mereka biasa diberi upah Rp 50 untuk satu kilo garam yang dipanggul.
"Dalam sehari bisa sampai puluhan ton karena manggul garam milik para petani yang lainnya juga sih. Misal saja 10 ton sehari dikali Rp 50 ribu, itu bisa sampai Rp 500 ribu, tinggal bagi berapa orang panggul, ada 5 orang berarti satu orangnya dapat upah Rp 100 ribu," ucap dia.
Vindy Ferdiansyah menjelaskan, para buruh panggul garam ini tidak terpengaruh oleh naik turunnya harga garam.
Sehingga pada masa sulit di mana harga garam sedang sangat anjlok ini membuat para petani merasa sangat rugi.
"Saya meski dapat Rp 105.000 tapi kan harus diputar lagi buat modal, beli plastik untuk alas garam, operasional, dan lain-lain," ujar Vindy Ferdiansyah.
Panen Melimpah

Vindy Ferdiansyah (30) mengatakan, persediaan garam miliknya melimpah ruah, seluruhnya ada 30 ton garam.
"Padahal ini sisa musim kemarin, belum saya jual," ujar dia saat ditemui Tribuncirebon.com, Selasa (17/9/2019).
Dia menceritakan garam-garam itu tersimpan rapi di dalam gudang miliknya, Vindy Ferdiansyah juga tidak berniat ingin menjual garam-garam itu dalam waktu dekat.
Hal itu karenakan harga garam yang tidak kunjung stabil, justru fenomena sekarang harga garam cenderung malah mengalami penurunan.
Pada awal musim kemarau saja harga garam sudah anjlok di angka Rp 350 per kilogram. Sekarang, harga garam justru tambah merosot hingga menyentuh angka Rp 330 per kilogram, itu pun harga untuk garam dengan kualitas sangat bagus (berwarna putih bersih).
Jika untuk garam kualitas sedang, hanya dihargai Rp 270 per kilogram.
"Harga Rp 330 itu sekitar bulan Juni, tapi kalau model seperti ini harganya hanya Rp 270," ujar dia.
Sementara itu, garam-garam miliknya yang tersimpan di gudang adalah garam kualitas standar. Pada musim lalu dirinya menghabiskan modal, yakni sebesar Rp 800 untuk satu kilogramnya dan sekarang sudah menumpuk hingga 30 ton.
• Miris, Panen Garam Melimpah Tapi Harga Anjlok,Hingga Upah Buruh Garap Lebih Kecil dari Buruh Panggul
• Panen Garam Hingga 30 Ton, Petani Garam Indramayu Justru Ingin Cepat Musim Penghujan, Ini Alasannya
• WOW, Ini 10 Orang Kaya di Indonesia Versi Bloomberg, Mulai Bos Gudang Garam Hingga Si Anak Singkong
"Hitung-hitungannya itu bagi hasil, nanti dibagi dua antara saya dengan penggarap, kalau mengikuti harga musim lalu modal saya setelah dibagi hasil itu Rp 800 per kilogramnya," ucapnya.
Adapun jika dikalkulasikan, garam-garam itu apabila dijual sekarang hanya akan menghasilkan rupiah sebanyak Rp 8.100.000.
Sedangkan jika berpatok pada harga sebelumnya, dia bisa meraup untung hingga Rp 24.000.000.
Atau dengan kata lain, Vindy Ferdiansyah harus merugi hingga Rp 15.900.000.
"Ya makanya saya simpen terus, berharap cepat musim hujan biar harga garam bisa sedikit naik. Kalau naik hingga harga Rp 500 juga tidak apa apa, yang penting tidak terlalu rugi," ucap dia. (*)