Pemda Cirebon Klaim Tekan Jumlah PMI Ilegal dan Kisah Keluarga TKW Yang Anaknya Belum Pulang

Rahmat, menyebut jika Kabupaten Cirebon sebagai salah satu "lumbung" tenaga kerja wanita (TKW). Namun, dengan adanya layanan tersebut jumlah PMI

ISTIMEWA
TKW Fitriyah (36), asal Kampung Lungbenda, Blok Desa, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, selama 13 tahun hilang kontak dengan keluarga setelah 13 tahun bekerja di Jeddah, Arab Saudi. 

Laporan wartawan Tribun Cirebon, Hakim Baihaqi

TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Cirebon, Rahmat Sutrisno, menyebutkan, Layanan Terpadu Satu Pintu (LSTP) Kabupaten Cirebon terkait pekerja migran Indonesia (PMI), telah berupaya menekan PMI ilegal.

Rahmat mengatakan, layanan tersebut berada di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Cirebon dan telah melakukan komunikasi dengan pemerintah pusat untuk mendeteksi perusahaan kerja di Indonesia.

"Kami sudah mulai intens dengan yang ada di Jakarta. Bandingkan saja dengan kota/kabupaten di luar Cirebon," kata Rahmat saat ditemui di Makodim 0620, Jalan Fatahillah, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Selasa (30/7/2019).

Beberapa anggapan, kata Rahmat, menyebut jika Kabupaten Cirebon sebagai salah satu "lumbung" tenaga kerja wanita (TKW). Namun, dengan adanya layanan tersebut jumlah PMI ilegal dapat ditekan.

Dia menjelaskan, di dalam layanan tersebut terdiri dari Disnaker, kantor imigrasi, kepolisian, hingga Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil).

"Ke depannya tidak ada lagi PMI, saat ini masih kami terus tekan. Coba tanya daerah lain apakah sudah membentuk tim itu," katanya.

Diberitakan, sebelumnya, Pada Desember 2006, Fitriyah diberangkatakan oleh perusahaan jasa penyalur tenaga kerja untuk ke luar negeri yang berada di Jakarta, yakni PT Safika Jaya Utama.

Dua TKW Asal Cirebon Hilang Kontak, Imron: Dua Kemungkinan, Disekap Majikan atau Meninggal

3 TKW Ini Terjerat Masalah di Arab Saudi, Satu Di antaranya Sudah Pulang Ke Kampung Halaman

Kedua orangtua Fitriyah, Marka (58) dan Sunia (54), saat ini hanya bisa memandangi lembar foto Fitriyah, anak ketiga dari empat bersaudara itu, anaknya tersebut terakhir berkomunikasi saat berangkat pada 2006.

Marka mengatakan, satu tahun setelah bekerja di Jeddah, Fitriyah sempat mengirimkan uang gaji tersebut kepada orangtuanya, namun tidak mampu berkomunikasi, karena pada saat itu yang menyampaikan adalah majikannya, yakni Mahmud Ibad Althuwairiqi.

"Yang telepon majikannya, tetapi sampai sekarang sulit," kata Marka di Blok Desa, Kecamatan Palimanan, Kamis (25/7/2019).

Perginya Fitriyah ke luar negeri, kata Marka, adalah atas kemauannya sendiri, lantaran Fitriyah ingin membahagiakan kedua orangtuanya dengan cara menjadi TKW, sehingga dia berharap mendapatkan banyak pundi-pundi rupiah.

"Fitriya berangkat menjadi TKW setelah lima bulan lulus dari sekolah menengah atas (SMA)," katanya.

Ibu Fitriyah, Sunia, mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak keluarga untuk mencoba berkomunikasi dengan Fitriyah, namun sampai saat ini tidak pernah membuahkan hasil.

Sunia berharap, adanya perhatian dari pemerintah, sehingga Fitriyah dapat kembali pulang dan berkumpul dengan keluarga di Blok Desa, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon.

"Pemerintah dapat mendengar dan ikut mencari anak saya di luar negeri," katanya.

Kemudian, Ilyas (86), ayah kandung Carmi, mengatakan, selama puluhan tahun ini hanya mampu memandangi secarik kertas berupa salinan dokumen yang berisikan, identitas putrinya tersebut saat pemberkasan untuk bekerja di Arab Saudi.

Ia pun bercerita, Carmi berangkat ke Arab Saudi dibantu oleh salah satu orang di Desa Rawaurip, juga melalui jasa pemberangkatan tenaga kerja untuk keluar negeri, yakni PT Umah Sejati Alwidah Jaya Sentosa, namun sayangnya, perusahaan tersebut sudah sejak lama tutup.

Lahir pada 4 Mei 1971 di Kabupaten Cirebon, Carmi berangkat setahun setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD) pada tahun 1987 dan pada 1988, Carmi meminta izin kepada ayahnya untuk membantu meningkatkan perekonomian keluarga dengan cara menjadi TKW.

"Waktu daftar, anak saya belum punya KTP. Yang ngurusnya juga sponsor, tapi udah meninggal," kata Ilyas dirumahnya pada Minggu siang (28/7/2019).

Ditahun 1991 atau tiga tahun setelah pemberangkatannya, Ilyas mendapatkan kabar dari Carmi melalui surat, namun di tahun-tahun selanjutnya kabar dari Carmi sama sekali tidak diketahui oleh pihak keluarga.

Pada tahun 1995, Ilyas pun mendatangi kantor PT Umah Sejati Alwidah di Jakarta, untuk mengetahui keberadaan anaknya tersebut, dalam waktu singkat itu Ilyas pun berhasil berkomunikasi dengan Carmi.

Ilyas menceritakan bahwa Carmi merupakan anak pertama dari 10 bersaudara itu, bekerja di rumah pasangan suami istri Suud bin Hudaiban dan Habibah, di Riyadh, Arab Saudi, sebagai asisten rumah tangga (ART).

"Sampai sekarang belum ada lagi kabar," kata Ilyas.

Berbagai cara dilakukan oleh Ilyas sekeluarga untuk memulangkan Carmi, mulai mengadu ke perusahaan yang memberangkatkan anaknya, pemerintah desa, hingga lembaga perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Ilyas mengatakan, ia pernah ditawari oleh salah satu orang yang mengaku memiliki cara untuk memulangkan TKW yang tak kunjung pulang, namun setelah mengeluarkan banyak uang, Carmi tetap saja tidak kunjung pulang.

"Sudah habis harta, benda, demi anak. Tapi saya yakin anak saya masih hidup," kata Ilyas.

Ibu kandung Carmi, Warniah (75), hanya bisa berharap, anak sulungnya tersebut dapat kembali pulang ke kampung halaman, karena berbagai cara telah dilakukan namun tidak membuahkan hasil.

Sembilan adik kandung Carmi, kata Warniah, sebagiannya telah menikah dan memiliki anak bahkan cucu. Ia pun yakin Carmi pun telah menikah serta dalam kondisi sehat di Arab Saudi.

"Saya berharap anak saya bisa pulang, itu saja," katanya. (*)

Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved