Pilpres 2019
INI SOSOK Edward Omar Sharif, Ahli Hukum yang Dipertanyakan Kredibilitasnya oleh Bambang Widjojanto
Ahli hukum yang akrab disapa Eddy itu diajukan sebagi ahli oleh Tim Kuasa Hukum Pasangan Jokowi-Maruf Amin.
"Kalau saya sebutkan mulai dari poin satu sampai poin 200 nanti sidang ini selesai.
Jadi bukan persoalan kualifikasi saya," ujar Eddy.
Eddy juga juga menjawab keluhan Bambang yang merasa waktu yang diberikan Mahkamah Konstitusi ( MK) untuk menyelesaikan masalah sengketa pilpres terlalu singkat.
"Soal 15 saksi dalam satu hari, memang make sense juga, terstruktur, sistematis dan masif kok speedy trial? Tapi kodifikasi undang-undang pemilu kita memang sudah mengatur itu," ujar Eddy.
• Luhut Binsar Panjaitan Buka-bukaan soal Alasan Mau Menjamin Mayjen TNI (Purn) Soenarko, Ini Katanya
• Kisah 2 Jenderal, Beda Nasib Susno Duadji dengan Budi Waseso, Satu Jadi Petani, Satu Lagi Bos Bulog
Menurut Eddy, Undang-Undang tentang Pemilu memang sudah mengatur bahwa penyelesaian pelanggaran pemilu dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Dugaan pelanggaran yang ditangani Bawaslu juga mencakup pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif.
Sementara, undang-undang juga mengatur bahwa penetapan hasil perolehan suara dalam pemilihan umum dapat digugat di Mahkamah Konstitusi.
Dengan demikian, kewenangan MK hanya sebatas mengenai hasil perolehan suara.
Selain itu, singkatnya waktu pembuktian di MK memang diatur singkat.
Kualitas pembuktian yang utama tidak ditentukan melalui pemeriksaan saksi-saksi.
Menurut Eddy, MK mencari kebenaran formal melalui hierarki bukti-bukti yang dibawa oleh para pihak yang terkait.
Eddy mengutip apa yang dikatakan Hakim Konstitusi Suhartoyo mengenai hierarki alat bukti.
"Seperti yang diterangkan Hakim Suhartoyo, keterangan saksi itu nomor tiga.
Yang pertama itu surat-surat, karena alat bukti yang terutama," kata Eddy.
Eddy juga menyinggung tidak adanya bukti P.155 yang sempat ditanyakan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.