Hari Santri

Dari Resolusi Jihad hingga Hari Santri: Peran Sentral Jejak Perjuangan KH Hasyim Asy’ari

Seorang tokoh pemuda bernama Soekarno bertanya kepada Kyai besar KH Hasyim Asyari tentang makna mempertahankan kemerdekaan

Penulis: Sartika Harun | Editor: Dwi Yansetyo Nugroho
tribun
Referensi Kata-kata Bijak Hari Santri Nasional 2023 Paling Menyentuh Hati 1 

TRIBUNCIREBON.COM - Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober memiliki sejarah panjang yang berakar pada perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tahun 2025 ini, peringatan tersebut kembali digelar untuk mengenang semangat juang para santri dan ulama dalam menjaga kedaulatan bangsa.

Penetapan Hari Santri berawal dari gerakan Resolusi Jihad yang dicetuskan pada 22 Oktober 1945 oleh KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama.

Baca juga: Menelusuri Jejak Sejarah Hari Santri Nasional dan Kiprah Keteladanan KH Hasyim Asy’ari

 Gerakan ini lahir di tengah situasi genting, ketika tentara Belanda kembali datang ke Indonesia pasca kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II dan berusaha merebut kembali kekuasaan.

Padahal, Indonesia telah lebih dulu memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Dalam kondisi itu, Soekarno—salah satu tokoh muda saat itu—meminta nasihat kepada KH Hasyim Asy’ari mengenai kewajiban umat Islam dalam mempertahankan kemerdekaan.

Dari sanalah muncul seruan jihad melawan penjajah yang kemudian dikenal sebagai Resolusi Jihad, menjadi dasar lahirnya Hari Santri Nasional yang kita peringati hingga kini.

Baca juga: Menelusuri Jejak Sejarah Hari Santri Nasional dan Kiprah Keteladanan KH Hasyim Asy’ari

Kyai besar KH. Hasyim Asyari lalu memberikan jawaban dengan mengeluarkan tiga fatwa, yaitu:

1. Hukumnya memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardlu’ain bagi tiap-tiap orang Islam;

2. Hukumnya orang meninggal dalam peperangan melawan NICA serta kompotannya adalah mati syahid;

3. Hukumnya orang yang memecah persatuan kita sekarang ini adalah wajib dibunuh.

Atas dasar fatwa ini, para ulama se-Jawa dan Madura mengukuhkan Resolusi Jihad dalam rapat yang digelar pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di kantor Pengurus Besar Nahdatul Ulama (NU) di Bubutan, Surabaya, dikutip dari laman Kemdikbud.

Hasilnya, fatwa Resolusi Jihad Fi Sabilillah ini disebarkan melalui masjid, mushala, dan gethuk tular (dari mulut ke mulut).

Namun, atas pertimbangan politik, Resolusi Jihad tidak disiarkan melalui radio dan surat kabar.

Selain Hizbullah dan Sabilillah, anggota kelaskaran lainpun berbondong-bondong ke Surabaya.

Tokoh pahlawan nasional Bung Tomo memberikan pidato untuk menggelorakan semangat rakyatnya, setelah terbitnya Resolusi Jihad.

Sebelumnya, Bung Tomo menemui KH. Hasyim Asyari di Pesantren Tebuireng.

Sumber: Tribun Cirebon
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved