Dari Uang Tunai ke QRIS: Jalan Moh Toha Jadi Simbol Digitalisasi UMKM Cirebon
Dari sekitar 140 pedagang yang berjualan di Pujaan Toha, 122 di antaranya telah menggunakan QRIS sebagai kanal pembayaran utama
Penulis: Eki Yulianto | Editor: Mutiara Suci Erlanti
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON- Petang hendak turun di langit Cirebon.
Lampu-lampu di sepanjang Jalan Moh Toha menyala, memantulkan cahaya ke genangan air hujan sore tadi.
Dari kejauhan, aroma bakar-bakaran, wangi bawang goreng dan suara spatula bertemu dalam harmoni yang khas.
Di antara riuh pengunjung, suara “ting!” dari ponsel-ponsel pedagang terdengar berulang.
Nada notifikasi itu bukan sekadar pesan pribadi, melainkan tanda uang masuk dari pembeli lewat QRIS.
Baca juga: Dilaporkan Hilang, Siswi Asal Gebang Cirebon Akhirnya Pulang, Ternyata Sempat Kerja di Toko Kosmetik
Di meja gorengan, es pisang ijo, hingga lapak berbagai jajanan kekinian, tampak papan kecil berbalut plastik bening bertuliskan “QRIS diterima di sini”.
Hampir setiap pedagang memilikinya.
Sekilas tampak sederhana, tapi di balik kode berbentuk kotak hitam putih itu, sedang berlangsung revolusi kecil dalam cara masyarakat Cirebon bertransaksi.
Dari pantauan sekitar satu jam di pusat jajanan itu, terlihat lebih banyak pembeli yang mengarahkan ponsel ke kode QR dibanding mengeluarkan uang tunai.
Prosesnya pun cepat, satu kali tap, suara notifikasi berbunyi, dan transaksi pun selesai.
Tanpa uang kembalian, tanpa repot.
Jalan Moh Toha, di Kecamatan Kejaksaan, Kota Cirebon, dulunya hanyalah jalur biasa.
Tak ramai, bahkan agak gelap di malam hari.
Namun sejak 2021, kawasan ini berubah wajah.
Pemerintah Kota Cirebon, melalui Peraturan Daerah Kawasan Tertib Lalu Lintas, memindahkan para pedagang kaki lima dari Jalan Siliwangi ke sini.
Forum Pedagang Kaki Lima (FPKL), lewat tokohnya Erlinus Thahar atau yang akrab disapa Bang Yunus, memperjuangkan relokasi yang manusiawi.
“PKL adalah bagian dari wajah kota, bukan masalah."
"Mereka hanya butuh ruang yang adil dan tertata,” ujarnya, suatu kali.
Kini, di tempat baru itu, geliat ekonomi rakyat berputar dari sore hingga malam.
Ratusan tenda biru dan hijau berjejer rapi di bawah cahaya lampu jalan.
Anak muda menyebutnya “Pujaan Toha”, singkatan dari Pusat Jajanan Toha Street Food.
Dari sekitar 140 pedagang yang berjualan di Pujaan Toha, 122 di antaranya telah menggunakan QRIS sebagai kanal pembayaran utama.
Di lapak gorengan milik Anis (34), papan QR berwarna putih menempel di wadah plastik tempat ia menyimpan bumbu.
“Lebih mudah, gak usah kasih uang kembalian,” tuturnya tanpa henti menggoreng risoles.
Ia bercerita, beberapa kali pembeli urung membeli hanya karena tak ada uang pas.
 
Sejak memakai QRIS, masalah itu hilang.
“Kadang ada yang nanya dulu, bisa QRIS gak? Kalau gak bisa, ya mereka gak jadi beli. Jadi sekarang wajib punya,” ujarnya, sambil tersenyum.
Menurut Asih Purwasih, Bendahara Komunitas Pujaan Toha, penggunaan QRIS di kalangan pedagang kini mencapai sekitar 40 persen dari total transaksi harian. 
Sebagian besar pengguna adalah generasi muda.
“Anak muda zaman sekarang gak mau ketinggalan."
"Mereka lebih suka cashless, kadang juga karena promo-promo dari bank,” ujarnya.
Asih menambahkan, alasan utama pedagang menggunakan QRIS adalah kemudahan dan efisiensi.
Tak perlu repot menyiapkan uang receh, tak perlu takut uang palsu. 
"Sekarang semua lebih mudah, tinggal lihat laporan transaksi aja di HP,” katanya.
Sore berganti malam dan Pujaan Toha semakin ramai. 
Lampu neon warna-warni menciptakan suasana seperti pasar malam modern.
Di tengah kepadatan pengunjung, Masbro (36), seorang pelanggan tetap, tampak asyik menatap layar ponselnya.
“Satu, lebih cepet. Praktis juga, gak harus nunggu kembalian."
“Saya udah dua tahun terakhir pakai QRIS buat semua transaksi. Mulai dari beli makan sampai parkir," ujarnya setelah memindai QRIS di lapak minuman dingin.
Bagi sebagian pengunjung, transaksi digital bukan lagi pilihan melainkan kebiasaan.
Putri (25), pengunjung lain, bahkan mengaku hampir tak pernah membawa uang tunai.
“Kalau di tempat lain uangnya gak ada kembalian, jadi kebanyakan pakai QRIS."
"Sekarang mah enak, tinggal tap aja, cuma ya, asal kuota internet gak habis," katanya.
Menurut Bank Indonesia Kantor Perwakilan Cirebon, penggunaan QRIS di wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan) tumbuh pesat dalam setahun terakhir.
Deputi Kepala Perwakilan BI Cirebon, Himawan Putranto menyebut, pertumbuhan transaksi digital di kawasan ini meningkat signifikan.
“Kalau bicara pembayaran digital di Ciayumajakuning, alhamdulillah menunjukkan perkembangan positif."
“Data kami, per September 2025 tercatat 8,9 juta transaksi tumbuh 173 persen secara tahunan. Nilainya mencapai 869 miliar rupiah," katanya.
Secara akumulatif, hingga September 2025, volume transaksi mencapai 59,87 juta dengan total nilai sekitar 6,4 triliun rupiah.
Angka yang menunjukkan betapa cepatnya masyarakat beradaptasi.
Lebih jauh, Himawan menjelaskan, bahwa QRIS tidak hanya mempermudah transaksi, tetapi juga membantu sistem pembukuan pedagang kecil.
“Selama ini masalah UMKM adalah manajemen kas. Uang masuk tidak tercatat dengan rapi."
"Dengan QRIS, semuanya otomatis tercatat di rekening bank mereka. Itu jadi portofolio penting kalau nanti mereka mau ajukan kredit,” ujarnya.
Artinya, QRIS bukan sekadar cara baru untuk membayar tapi juga menjadi jembatan bagi para pedagang kecil untuk masuk ke sistem keuangan formal.
Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan dan Perindustrian (DKUKMPP) Kota Cirebon, Iing Daiman menilai, penerapan QRIS turut membantu pedagang kecil naik kelas.
“Dulu mereka sulit mengakses perbankan karena tidak punya catatan transaksi."
"Sekarang, lewat QRIS, mereka punya data omzet yang bisa dijadikan dasar pengajuan modal usaha,” ujar Iing.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi yang juga Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UGJ, Editya Nurdiana melihat, fenomena ini sebagai bentuk transformasi sosial.
“Digitalisasi di sektor informal itu menarik, karena bukan hanya soal teknologi, tapi soal kepercayaan."
"Ketika pedagang mulai percaya uangnya aman di sistem digital, di situlah inklusi keuangan bekerja,” ucap Editya.
Bagi pedagang seperti Anis, mungkin tak terpikir bahwa teknologi yang dulu terasa jauh kini menjadi bagian dari hidupnya.
Ia masih ingat masa-masa harus menyediakan tumpukan uang receh di kaleng bekas roti dan kebingungan mencari kembalian seribu rupiah saat pembeli terburu-buru.
Kini, wajahnya tampak lebih tenang.
Di antara hiruk pikuk pengunjung, ia tak perlu lagi mengutak-atik uang.
Semua tinggal menunggu notifikasi masuk.
“Sekarang malah kalau HP sepi, saya curiga jaringannya yang error,” ujarnya sambil terkekeh.
Perubahan semacam ini mungkin kecil, tetapi bagi para pedagang kaki lima, ini adalah langkah besar.
QRIS memberi mereka bukan hanya efisiensi, tapi juga rasa percaya diri, bahwa mereka pun bisa “naik kelas”.
Cirebon, seperti banyak kota lain, sedang mengalami pergeseran cara pandang terhadap uang.
Generasi Z, yang tumbuh bersama ponsel dan koneksi internet, kini menjadi motor perubahan.
Di Pujaan Toha, anak muda yang datang tidak lagi menenteng dompet tebal.
Mereka cukup membawa ponsel dan kuota. Transaksi pun selesai hanya dengan sentuhan layar.
Menurut Asih, sebagian besar transaksi QRIS berasal dari pelanggan muda.
“Mereka udah terbiasa. Bahkan kadang kalau pedagang gak punya QRIS, mereka pindah ke lapak lain yang bisa scan,” katanya.
Meski begitu, uang tunai belum sepenuhnya hilang.
Beberapa pedagang tua masih enggan beralih sepenuhnya ke digital.
Mereka mengaku takut salah pencet atau khawatir saldo tak masuk.
Namun, Asih optimistis perubahan ini hanya soal waktu.
“Dulu aja awalnya gak ada yang mau pindah ke sini (Jalan Moh Toha). Sekarang malah rebutan tempat. Sama kayak QRIS, nanti juga semua ikut,” ujarnya, pelan.
Dari sisi sosial, kehadiran QRIS juga menghapus batas antara pedagang besar dan kecil. 
Kini, tak ada lagi istilah “lapak tradisional” dan “modern”.
Semua bisa ikut serta dalam ekonomi digital.
Bank Indonesia mencatat, inklusi keuangan di wilayah Ciayumajakuning terus meningkat.
Akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal kini mencapai 88 persen, didorong oleh adopsi QRIS dan layanan digital banking.
Di lapangan, manfaatnya terasa nyata.
Seorang pedagang kopi, misalnya, bisa memantau pendapatan hariannya dari layar ponsel.
Ia tahu berapa transaksi yang masuk, kapan dan dari siapa.
Hal-hal sederhana yang dulu hanya bisa dilakukan oleh pengusaha besar, kini juga dimiliki pedagang kecil di trotoar.
Sekitar pukul sembilan malam, sebagian pedagang mulai menutup lapak.
Beberapa masih melayani pembeli terakhir, sebagian sibuk mengecek saldo transaksi di ponsel masing-masing.
Wajah mereka tampak puas.
Di sudut jalan, Anis menatap papan QR miliknya yang mulai pudar karena sering terkena cipratan minyak.
Ia menepuknya pelan, seolah berterima kasih pada benda kecil itu.
“Lumayan lah, sekarang uang masuknya langsung ke rekening,” katanya pelan.
Tak jauh darinya, anak-anak muda masih bersenda gurau sambil memegang ponsel, mencari makanan berikutnya. 
Mereka adalah potret masa depan, generasi yang hidup tanpa uang tunai, tapi tetap lekat dengan pasar rakyat.
Di tengah kota tua Cirebon yang sarat sejarah, Jalan Moh Toha kini punya kisah baru, yakni kisah tentang adaptasi, keberanian dan perubahan.
Tentang bagaimana teknologi, tanpa kehilangan kehangatan manusia, menjadi bagian dari denyut ekonomi jalanan.
| 10 Hari Penuh Misteri, Siswi Asal Gebang Cirebon Akhirnya Pulang, Sempat Kerja di Toko Kosmetik |   | 
|---|
| Dilaporkan Hilang, Siswi Asal Gebang Cirebon Akhirnya Pulang, Ternyata Sempat Kerja di Toko Kosmetik |   | 
|---|
| UPDATE UMK Cirebon Raya, Majalengka, Kuningan, Indramayu Jika UMP Jabar 2026 Naik 10,5 Persen |   | 
|---|
| 6 Lokasi SIM Keliling di Cirebon Hari Ini 30 Oktober 2025, Balai Desa Putat dan Desa Tegalgubug Lor |   | 
|---|
| 6 Lokasi SIM Keliling di Cirebon Besok 30 Oktober 2025, Balai Desa Putat dan Desa Tegalgubug Lor |   | 
|---|


 
                 
				
			 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.