Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON- Suara gemuruh ratusan masyarakat terdengar kala Sultan Keraton Kanoman, Sultan Raja Muhammad Emirudin, berjalan mendekat ke arah mereka.
Dengan pengawalan ketat, Sultan yang sudah memimpin Keraton Kanoman sejak 2003 itu didampingi keluarga besar menuju pelataran Kedaton.
Langkah Sultan menjadi tanda dimulainya prosesi Tawurji atau Surak, tradisi sakral yang digelar setiap Rabu terakhir di bulan Safar atau Rebo Wekasan.
Ratusan warga yang telah menunggu sejak siang langsung berebut menangkap koin pecahan Rp 1.000 dan Rp 500, serta beras yang dilemparkan.
Baca juga: Live TikTok Saat Hasil DNA Diumumkan, Lisa Mariana: Kalau Negatif, Itu Anak Tuyul
Suasana kian riuh saat sebagian warga terjatuh bahkan sampai terinjak demi mendapatkan uang receh dan permen yang sebelumnya telah didoakan oleh Sultan Anom XII, Sultan Raja Muhammad Emirudin.
Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat warga untuk ikut serta dalam tradisi yang sudah berakar ratusan tahun di Keraton Kanoman ini.
Patih Keraton Kanoman, Pangeran Raja Muhammad Qodiran menjelaskan bahwa Tawurji bukan sekadar perebutan koin, melainkan sarat dengan nilai syukur.
"Alhamdulilah, pada hari ini kita ada acara tawurji atau surak."
"Di Kesultanan Kanoman, ini sudah menjadi tradisi turun-temurun."
"Makna dari tawurji adalah rasa syukur karena digelar setiap Rabu terakhir atau Rebo Wekasan di bulan Safar,” ujar Qodiran, Rabu (20/8/2025).
Menurutnya, tradisi ini juga bagian dari rangkaian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
"Rabu Wekasan ini diyakini sebagai saat ketika Rasulullah sedang sakit."
"Maka tawurji menjadi pengingat agar umat menjaga emosi, meredam gejolak dan menumbuhkan rasa syukur."
"Insya Allah nanti kami akan daftarkan tawurji sebagai ikon budaya dari Keraton Kanoman,” ucapnya.
Bagi masyarakat sekitar, tawurji adalah momen yang selalu ditunggu.
Baca juga: HARI INI Masuk Rebo Wekasan 2025, Apa Hukum Melaksanakan Ibadah Khusus pada Rebo Wekasan?
Sri Mutiara (60), warga Petratean, mengaku tak pernah absen mengikuti tradisi ini.
"Saya senang dengan adanya tradisi tawurji. Setiap tahun selalu ikut, selain seru saya juga sekalian jualan es di sekitar keraton,” jelas Sri, sambil tersenyum.
Selain tawurji, di hari yang sama juga digelar tradisi Ngapem di Pendopo Paseban.
Rangkaian kegiatan ini menjadi penutup Rebo Wekasan, sekaligus mengikat masyarakat dengan budaya serta nilai religius yang diwariskan para leluhur.