Gedung Negara Cirebon Jadi Kantor Gubernur KDM, Berubah Nama Jadi Bale Jaya Dewata, Budayawa Protes

Penulis: Eki Yulianto
Editor: taufik ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PERUBAHAN NAMA - Plang perubahan nama Kantor Gubernur Bale Jaya Dewata yang sebelumnya Gedung Negara atau eks Gedung Karesidenan di Jalan Siliwangi, Kota Cirebon diprotes budayawan setempat.

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Perubahan nama Gedung Negara atau eks Gedung Karesidenan Cirebon menjadi Bale Jaya Dewata yang kini dijadikan kantor Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menuai sorotan dari para budayawan dan pegiat sejarah di Cirebon.

Pantauan Tribun, papan nama yang berada di pagar gedung kini sudah diberi nama yang dimaksud. 

Terlihat kalimatnya 'Kantor Gubernur, Bale Jaya Dewata'. 

Cat yang berada di sekitarnya tampak masih baru, menandakan pembuatan nama tersebut baru dilakukan akhir-akhir ini. 

Pemerhati sejarah budaya Kota Cirebon, Jajat Sudrajat mengaku terkejut saat pertama kali mengetahui perubahan nama tersebut dari rekan-rekan pegiat sejarah Kabupaten Cirebon.

“Ya, jadi kemarin itu saya dapat kabar dari teman-teman pegiat sejarah budaya Kabupaten Cirebon."

"Kemudian saya dikirimkan foto lewat WhatsApp, kantor Gubernur bawahnya Bale Jaya Dewata."

"Loh saya kaget, ini penamaan ini dasarnya apa?” ujar Jajat saat ditemui wartawan, Kamis (24/4/2025). 

Jajat menyayangkan tidak adanya pelibatan masyarakat atau tokoh budaya Cirebon dalam proses pemberian nama gedung bersejarah itu.

“Cuma yang bikin saya kaget, kok tidak ada satu pun orang Cirebon yang diajak bicara,” ucapnya.

Meski mengakui gedung tersebut merupakan aset milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Jajat menegaskan pentingnya mempertimbangkan lokasi gedung yang berada di Kota Cirebon, serta aspek historis dan kulturalnya.

“Betul, gedung eks karesidenan itu kepemilikannya provinsi. Tapi lokusnya ada di Kota Cirebon loh."

"Kalau pun Gubernur punya wacana, apa salahnya ngajak bicara? Terlepas dari perwakilan keraton, pegiat budaya, saya pikir agar tidak jadi polemik,” ucap dia.

Ia pun menyoroti pemilihan nama Bale Jaya Dewata yang dianggap tidak relevan dengan sejarah lokal Cirebon.

“Jaya Dewata itu nama muda dari Prabu Siliwangi. Beliau belum pernah ke Cirebon kok."

"Kita banyak kok tokoh-tokoh Cirebon yang inspiratif, seperti Panembahan Losari atau Pangeran Sucimanah"

"Cuma mbok ya saat pemberian nama, diajak diskusi, catat bukan alih fungsinya, tapi penamaannya," katanya. 

Tokoh pegiat budaya lainnya, Chaidir Susilaningrat turut menyuarakan keprihatinannya.

Menurutnya, proses penamaan gedung bersejarah seharusnya melibatkan semua pemangku kepentingan budaya.

“Penamaan gedung bersejarah semestinya dimusyawarahkan dengan semua pihak terkait, dalam hal ini stakeholder kebudayaan, mengingat misi dari penamaan gedung itu tentunya berkaitan dengan upaya pelestarian warisan budaya bangsa,” ujar Chaidir.

Ia juga menilai perubahan nama dilakukan secara diam-diam tanpa sosialisasi yang layak.

“Tampaknya tidak ada perubahan apa-apa, cuma nama saja yang berubah."

"Bahkan peresmian nama baru pun saya tidak dengar ada acara khusus,” ucapnya.

Chaidir mengungkapkan, gedung yang didirikan tahun 1808 itu awalnya merupakan markas pasukan kolonial Belanda dan telah mengalami beberapa kali perubahan fungsi dan nama, termasuk pernah dijadikan Creative Center oleh Gubernur sebelumnya, Ridwan Kamil.

Kini, dengan penamaan baru oleh Gubernur Dedi Mulyadi menjadi Bale Jaya Dewata, para budayawan berharap agar ada dialog terbuka dan keterlibatan masyarakat dalam setiap kebijakan yang menyangkut warisan budaya Cirebon.

“Langkah kami adalah mengajak duduk bareng teman-teman hari Minggu nanti."

"Kita akan satukan visi, kalau menerima dasarnya apa, kalau menolak dasarnya apa."

"Tapi yang kami pertanyakan, ini konsep penamaannya dari siapa?” ujar Jajat.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah membuat kebijakan yang menarik perhatian publik dengan mendirikan lima kantor gubernur di berbagai wilayah Jawa Barat.

Keputusan ini terinspirasi oleh kekayaan budaya yang beragam di provinsi ini, meliputi Priangan Garut, Priangan Bandung Raya, Cirebon, Purwakarta, serta Wilayah Bogor (Sunda Betawi).

Langkah ini juga merupakan upaya untuk menghidupkan kembali fungsi eks kantor karesidenan yang dulunya berperan penting sebagai pusat administrasi di bawah gubernur.

Dengan mengaktifkan kembali kantor-kantor tersebut, Dedi Mulyadi berharap dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat di berbagai daerah secara lebih efektif.

Untuk mempertegas identitas masing-masing kantor gubernur, telah ditetapkan nama-nama khas yang mencerminkan budaya dan sejarah daerahnya.

Di Wilayah Bogor, kantor ini dikenal sebagai Bale Pakuan Padjadjaran.

Sementara itu, Bale Sri Baduga menjadi sebutan untuk kantor di Wilayah Purwakarta.

Di Cirebon, kantor gubernur diberi nama Bale Jaya Dewata, sedangkan Bale Dewa Niskala berada di Priangan Garut.

Terakhir, Bale Pakuan menjadi nama kantor gubernur di Priangan Bandung Raya.

Baca juga: Dedi Mulyadi Ingin Jadikan Cirebon sebagai Jogja-nya Jawa Barat: Kota Lama Penuh Cerita

Berita Terkini