Kisah Solihin Warga Garut Sudah 4 Tahun Tidak Pernah Tidur, Berawal Dari Sakit Telinga

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Solihin (50) warga Kampung Cijeler, Desa Leuwigoong, Kecamatan Leuwigoong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Empat tahun tidak pernah tidur berawal dari sakit telinga

Laporan Kontributor Tribunjabar.id Garut, Sidqi Al Ghifari


TRIBUNCIREBON.COM, GARUT - Solihin (50) seorang warga Garut mengalami kondisi yang langka yaitu tidak pernah tidur selama empat tahun. 


Ia merupakan warga di Kampung Cijeler, Desa Leuwigoong, Kecamatan Leuwigoong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 

Kondisinya itu berawal dari sakit telinga yang dialaminya pada tahun 2020 silam. Sakit telinga yang tak kunjung sembuh itu menyebabkan ia kesulitan untuk terjaga. 


"Awalnya dari sakit telinga, berdengung dan berdesir di telinga kanan, itu yang membuat saya tidak bisa tidur dari tahun 2020," ujarnya saat ditemui Tribunjabar.id di kediamannya, Selasa (28/5/2024). 


Ia menuturkan, dirinya pernah mendatangi dokter di puskesmas terdekat untuk menjalani pengobatan namun kondisinya itu tidak pernah membaik. 


Setelah menjalani beberapa kali pemeriksaan, dokter memberikan berbagai obat untuk mengatasi kondisinya itu. Sayangnya, kondisi Solihin tidak membaik.


Dokter pun menurutnya sempat memberikan obat tidur, tapi hal itu tetap tidak bisa membuatnya terlelap. 


"Bahkan saya pernah menaikan dosis obatnya itu, yang seharusnya satu obat saya minum dua sampai tiga obat, tapi tetap saja tidak tidur-tidur," ungkapnya. 


Solihin menjelaskan, bahwa dirinya merasakan kantuk seperti orang pada umumnya namun rasa kantuk itu tidak berujung tidur. 


Ia menuturkan, selama ini ia hanya bisa memejamkan mata dengan kondisi sadar diperparah dengan rasa sakit dan suara dengungan di telinganya. 


"Kalau ditanya perasaan saya gimana, ya saya sudah tidak kuat, bosan sehari-hari ya begini saja. Kalau siang bisa jalan-jalan," ungkapnya. 


Saat ini Solihin diketahui sudah tidak menjalani pengobatan lantaran kondisi ekonominya yang sulit. 


Meskipun memiliki BPJS namun biaya kebutuhan lain untuk   berobat seperti transportasi dan lain-lain membuat Solihin dan keluarganya tidak mampu lagi melanjutkan pengobatan. 


"Semua tabungan sudah habis untuk biaya berobat. Saya bahkan harus menjual sawah beberapa barang berharga untuk berobat," ungkap Solihin. 


Saat ditemui Tribunjabar.id, Solihin ternyata merupakan ayah dari Agum Gumilar (13) yang meninggal karena dibunuh oleh temannya sendiri yang masih di bawah umur pada Oktober 2023 silam. 


Peristiwa itu kemudian memperparah keadaan Solihin yang tidak bisa tidur dari  empat tahun yang lalu. 


Anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Enjang Tedi mengatakan, keluarga Solihin tidak mendapatkan pendampingan psikis yang tuntas dari pemerintah. 


"Meskipun kondisinya sudah empat tahun tidak bisa tidur, tapi dengan kejadian satu tahun yang lalu anaknya meninggal karena dibunuh, memperparah keadaan Pak Solihin," ujarnya saat menengok Solihin. 


Ia mendorong Pemerintah Kabupaten Garut untuk melanjutkan pendampingan dan trauma healing terhadap keluarga korban. 


Hal tersebut saat ini penting dilakukan untuk bisa meringankan beban psikis yang dialami oleh keluarga Solihin. 


"Ini rehabilitasi keluarganya tidak tuntas, maka ini harus jadi perhatian lagi untuk Pemkab Garut melalui PPA bisa dibantu oleh Dinas Kesehatan," ungkapnya. 

Berita Terkini