Laporan Kontributor Tribunjabar.id, Karawang, Cikwan Suwandi
TRIBUNCIREBON.COM, KARAWANG- Sebanyak delapan nampan dibawa oleh puluhan pengunjuk rasa berpakaian hitam dan pangsi hitam.
Dalam nampan tersebut berisi buah-buahan dan kepala kambing hitam yang taburi bunga tujuh rupa.
Puluhan orang berpakaian hitam tersebut duduk bersila sambil dupa-dupa menyala. Sekelilingnya ratusan pendemo lain berdiri sambil membentangkan spanduk.
Mereka berdoa agar Pemkab Karawang menutup Pertambangan PT Atlasindo Utama yang berlokasi di Kecamatan Tegalwaru.
Sesajen yang mereka bawa, sebagai bentuk syukur para pendemo kalau mereka hasil pertanian dan peternakan mereka merupakan pemberian Tuhan dan pertambangan disebutnya hanya merusak kehidupan masyarakat.
Mereka menagih janji Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana yang memastikan tidak akan pertambangan di wilayah Karawang Selatan, namun nyatanya Pemkab Karawang mencabut pembekuan PT Atlasindo Utama di wilayah Kecamatan Tegalwaru.
"Saya masyarakat Karawang Selatan, saya minta sebagai warga terdampak di Desa Cintawargi, agar PT Atlasindo ditutup. Kami merasakan ledakan bom, rumah kami retak-retak dan ayam kami tidak mau menetaskan telur," kata Ading Mulyadin (45) kata koordinator lapangan.
Sementara itu selain Koordinator Aksi Unjukrasa Solihin Fu'adi (41) mengatakan, pertambangan PT Atlasindo Utama memberikan dampak ekologis hingga sosial masyarakat sekitar.
"Bagaimana wilayah tersebut merupakan salah satu ekosistem elang jawa, namun karena pertambangan, elang jawa tak pernah muncul di wilayah tersebut," katanya.
Selain itu, kata Solihin, pertambangan juga tidak memberikan dampak ekonomi untuk warga.
"Yang untuk itu pengusahanya, masyarakat hanya bisa merasakan dampak kerusakan.
Lalu bupati juga menjanjikan akan menghentikan kegiatan di wilayah Karawang Selatan, tetapi sangat lucu ketika Pemkab melalui DLHK justru mencabut izin pembekuan pada 23 Desember lalu," katanya. (Cikwan Suwandi)
--