Kilas Balik Soeharto

Soeharto Menangis Lihat Tien, Istri Tercinta Terbaring Tak Bernyawa: Dokter, Kok Ora Iso Ditolong?

Editor: Fauzie Pradita Abbas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Soeharto dan Tien

TRIBUNCIREBON.COM - Setelah Tien meninggal, hari-hari menjadi kelabu bagi Soeharto meratapi kematian Tien hingga bertanya kepada dokter yang menangani Tien.

//

Sebuah peristiwa membuat Presiden Indonesia pada periode 1967-1998, Soeharto terpukul dan menangis pilu.

Di hari tersebut, istri Soeharto, Tien meninggal dunia.

Adapun Soeharto begitu terpukul atas kepergian sang istri yang telah ia nikahi sejak 26 Desember 1947.

Satyanegara, dokter ahli bedah saraf yang juga anggota Tim Dokter Kepresidenan menceritakan kepiluan Soeharto ditinggal istrinya.

"Ketika itu 28 April 1996, saya mendapat kabar bahwa Ibu Tien meninggal dunia," kata Satya dalam buku Pak Harto, The Untold Stories yang dikutip dari Kompas.com.

Satyanegara pergi ke rumah duka di Jalan Cendana sekitar pukul 07.00 WIB.

• Priadji Kusnadi, Seniman Siluet asal Bandung, Karya Sudah Dinikmati Soeharto dan Jokowi

Saat itu, jenazah Tien Soeharto dibaringkan di ruang tamu.

Satya menemui Presiden Rebuplik Indonesia yang ke-2 untuk mengucapkan belasungkawa.

Soeharto dan Tien Soeharto (Kolase Tribun Jabar/(Kompas/Wawan H Prabowo)

Ada kejadian yang tak terduga, Soeharto meratapi nasib Tien Soeharto.

"Pak Harto memeluk saya, kemudian berkata sangat perlahan, 'Piye to, kok ora iso ditolong...? (Bagaimana, kok tidak bisa ditolong?)'," ujar Satya yang menirukan ucapan Soeharto.

Dokter itu tidak bisa berkata-kata saat mendengar ucapan Soeharto.

Ia hanya terdiam melihat The Smilling General menangis.

Seoharto beberapa kali mengusap tetesan air matanya dengan sapu tangan.

"Saya hanya tertegun, turut merasakan dalamnya kepiluan di hati Pak Harto," ucapnya.

Setelah kepergian istrinya, Soeharto sering menghabiskan waktu di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Soeharto meminta anak-anaknya untuk mengantarnya ke TMII.

Soeharto dan Mbak Tutut (Antara Foto via Surya)

Di sana, Soeharto hanya duduk terdiam sambil memegang tongkat jalannya.

Soeharto melepas rindu dan mengenang saat bersama sang istri.

"Walau bicaranya sudah tidak jelas tapi saya bisa mengerti isi perkataan beliau. Pak Harto bilang, 'Saya rindu pada Ibu dan setiap saya merindukan Ibu, Taman Mini ini yang membuat kerinduan saya terobati," kata Bambang Sutanto, mantan pimpinan TMII.

TMII memang dibangun atas gagasan Tien Soeharto.

Saat itu, Soeharto membela proyek TMII yang diprotes karena dianggap tak bermanfaat dan mubazir.

Semasa hidupnya, Tien Soeharto sering mengunjungi TMII bersama suaminya.

Kematian Tien Soeharto

Siti Hardiyanti Hastuti atau akrab disapa Tutut, akhirnya menceritakan kenangannya bersama sang ibu Tien, 24 tahun silam.

Tutut membagikan ceritanya lewat media sosial pribadinya di Twitter baru-baru ini, Kamis (30/4/2020).

• Ashanty Tanggung Biaya Operasi Tumor ART-nya, Video Call Ingatkan Makan, Sudah Dianggap Keluarga

Tutut menceritakan pengalaman pahit kematian sang ibu tercinta yakni ibu Tien.

Tien meninggal 24 tahun silam tepatnya 28 April 1996.

Kilas balik, Tutut menceritakan saat itu dirinya sedang bertugas memimpun sidang organisasi donor darah dunia.

Kegiatan tersebut digelar di luar negeri di Prancis dan kemudian di London.

Diketahui saat itu Tutut memang menjabat sebagai Presiden Donor Darah Dunia.

Sayangnya ditengah tugasnya mengabdi kepada negara, betapa terkejutnya Tutut.

Ia mendengar kabar bahwa sang ibu atau ibu Tien telah tiada untuk selama-lamanya.

Diceritakan Tutut dirinya begitu terkejut lantaran melihat kondisi sang ibu saat ia berangkat masih bugar.

"Mendengar kabar ibu wafat saya langsung ke Jakarta," ujar Tutut lewat tulisannya dikutip dari laman pribadinya, Rabu (29/4/2020).

Tien dan Tutut Soeharto (Kolase Tribun Jabar/Kompas.com)

Tahu kabar ibu wafat Tutut langsung berangkat ke Jakarta menemui jenazah sang ibu yang sudah terbujur kaku.

Menurutnya perjalanannya saat pulang ke Jakarta terasa paling lama yang pernah ia rasakan.

Sementara ia harus bergegas melihat wajah terakhir Tien sembari merasakan kesedihan yang mendalam.

Penerbangan yang harus ia lalui harus berhenti dahulu di Singapore.

Beruntung, untuk mempercepat waktu Tutut dijemput sang suami hingga langsung terbang ke Solo.

Akhirnya di sana lah (Solo) Tutut bisa melihat jenazah sang ibu untuk terakhir kali.

Hingga jenazah Tien dimakamkan ke liang lahat di Giribangun, Solo.

Kala itu untuk berangkat ke makam, Tien menemani Soeharto di dalam satu mobil.

Tutut menceritakan di dalam perjalanan menuju makam itu, Soeharto tiba-tiba bercerita kepadanya dengan suara dalam.

“Ibumu pagi itu, mengeluh”

“Bapak, aku kok susah nafas yo”

“Bapak tanya mana yang sakit bu”

Ibumu bilang “Ora ono sing loro (tidak ada yang sakit), mung susah nafas pak (hanya susah nafas pak)”

Bapak bertanya lagi, “Dadanya sakit nggak bu”

Ibumu berbisik “ Ora ono (tidak ada)”

Bapak rebahkan ibu dengan bantal yang agak tinggi, karena ibumu susah nafasnya.

Bapak panggil ajudan untuk segera menyiapkan ambulans. Ibu harus dibawa ke rumah sakit segera.

Tutut pun bertanya kepada Soeharto,

"Jadi ibu tidak mengeluh sakit sedikitpun pak?”

Soeharto menjawab dengan tegas, “Tidak, ibu hanya mengatakan susah nafas.”

“Jam berapa itu pak?” Tutut bertanya.

“Kurang lebih jam 3” kata bapak (Soeharto). Berarti setelah bapak sholat tahajut.

tembang yang dinyanyikan Tutut untuk Soeharto sebelum meninggal (Kolase Tribun Jabar (Kompas.com/tututsoeharto.id))

• Sebulan Bekerja Via Vallen Bisa Dapat Rp 500 Juta di ATM, Langsung Berangkatkan Keluarga Naik Haji

Soeharto melanjutkan ceritanya bahwa di perjalanan Tien sudah tidak sadarkan diri.

Hingga sampai di rumah sakit, semua dokter sudah berusaha membantu Tien, tapi Allah berkehendak lain, ungkap Soeharto kepada Tutut.

Setelah itu, Soeharto tak berbicara lagi kepada Tutut.

Hanya Tutut merasa seperti seorang bapak, Soeharto mengungkapkan perasaan hati kehilangan sang istri tercinta dengan bercerita.

Kala itu Tutut tak dapat membendung air mata hingga menangis.

Lalu Tutut kembali menceritakan, selama masa hidup sang ibu dan bapaknya tak pernah saling berjauhan.

Tutut mengatakan kedua orangtuanya itu saling mencintai dan saling mendukung.

Begitu yang satu tidak ada lagi di kehidupan, maka akan terasa, ada sesuatu yang hilang dalam dirinya.

Kesedihan Tutut tak cukup sampai sana rupanya.

Tersiar kabar tak benar, bahwa Tutut meninggal karena ditembak.

Alangkah kagetnya Tutut mendengar kabar Tien wafat karena ditembak.

Tak hanya itu, kabar tersebut juga beredar Tien ditembak oleh adik-adiknya.

Mendengar kabar itu Tutut merasa heran dan tega menyebar kabar tak benar tersebut.

"Saya heran, siapa manusia yang tega menyebarkan berita keji tersebut.

Demi Allah, apa yang bapak ceritakan, itu yang terjadi," ujar Tutut.

• Soeharto Nyaris Menangis dan Menyesal saat Benny Moerdani Ucap Kata-kata Terakhir Sebelum Meninggal

Untuk menanggapi berita tak benar itu, tadinya diakui Tutut ia hanya akan diam saja.

Namun Tutut merasa berita tersebut terus diulang oleh orang yang tak bertanggung jawab.

Lanjut Tutut menjelaskan, sebelum ia dipanggil oleh sang Maha Kuasa, ia ingin masyarakat tahu kebenarannya.

Bahwa kematian sang ibu, Tien wafat karena murni takdir bukan karena ditembak.

Tutut pun mensyukuri lewat media sosial kini ia bisa menceritakan berita kebenarannya.

"Sebelum Allah memanggil saya, masyarakat harus tahu kebenarannya.

Dan alhamdulillah sekarang ada medsos, yang alhamdulillah, sayapun ikut aktif di sana.

Siapapun yang membuat cerita itu, dan siapapun yang ikut menyebarkan, kami serahkan pada Allah untuk menilainya. Karena kami meyakini, bahwa Allah adalah Hakim Yang Maha Adil," pungkasnya.

Terakhir Tutut berterimakasih kepada orang-orang yang senantiasa mendoakan keluarganya.

Berita Terkini