Orang Tua Asuh Menangis, Cerita Soal Riki Pria ODGJ yang Dibuang di Sumedang & Meninggal

Orang tua asuh sedih tak menerima kenyataan Riki Nugraha (35) anak orang lain yang dia kenal dan asuh sejak kecil meninggal dunia. 

Tribun Jabar/Kiki
Tuti Sumiati (52) saat ditemui di kediamannya di perumahan Puskopad, Tanjungsari, Sumedang, Senin (10/4/2023) malam 

Laporan Kontributor TribunJabar.id Kiki Andriana dari Sumedang


TRIBUNCIREBON.COM, SUMEDANG - Badan Tuti Sumiati (52) terguncang-guncang karena tangisan hebat tak bisa dia bendung.


Hatinya patah dan sedih tak menerima kenyataan Riki Nugraha (35) anak orang lain yang dia kenal dan asuh sejak kecil meninggal dunia


Padahal, tiga bulan lalu dia dan warga perumahan Puskopad, Desa Gunung Manik, Kecamatan Tanjungsari, menitipkannya ke Yayasan Abadi Bina Mentari di Kecamatan Darmaraja dengan maksud Riki mendapat perawatan dan pembinaan mental yang baik. Pria terbelakang mental itu diharapkan membaik. 


Namun, pada Senin (3/4/2023) dini hari, Riki ditemukan meninggal dunia di sebuah rumah kosong di dekat Jembatan Dano, Kecamatan Sumedang Utara. 


Belasan orang saksi, lima hari sebelumnya melihat sebuah mobil pengangkut ODGJ menurunkan Riki di sekitar tempat itu. 

Baca juga: Pria ODGJ Ditemukan Tak Bernyawa Setelah 5 Hari Dirawat Warga di Kampung Dano Sumedang


"Sedih, lebih dari sedih, saya terpukul. Saya dan warga inginnya Iki (Riki) lebih baik, malah kronologi ini yang didapat. Kalau kabur, mengapa kami tak dapat laporan bahwa dia kabur?" kata Tuti kepada TribunJabar.id, di kediamannya, Senin (10/4/2023) malam.  

Tuti Sumiati (52) saat ditemui di kediamannya di perumahan Puskopad, Tanjungsari, Sumedang, Senin (10/4/2023) malam
Tuti Sumiati (52) saat ditemui di kediamannya di perumahan Puskopad, Tanjungsari, Sumedang, Senin (10/4/2023) malam (Tribun Jabar/Kiki)


Tuti lalu berkisah bagaimana dia bisa mencurahkan perhatian untuk Riki. Bahwa perhatian itu telah muncul sejak Riki kecil. Tuti tahu Riki berketerbelakangan mental, karenanya dia semakin sayang, sama sayangnya seperti kepada anak-anak kandungnya. 


"Dia dari kecil, setiap lebaran atau saya punya rezeki, saya selalu mengingatnya, dia yatim-piatu, terbelakang mental, dan karena itu dia dimuliakan Allah,"


"Wajib buat saya sayang kepadanya. Meski ketika itu saya tidak terlalu dekat sebab masih ada keluarganya," katanya. 


Riki tinggal di Puskopad mengontrak rumah. Ketika neneknya meninggal dunia, Riki sebatang kara, bahkan tinggal di rumah yang gelap gulita karena listriknya habis token. 


"Ee dan pipisnya saya yang bersihkan sebab masih buang air di celana. Makanannya saya penuhi,"


"Saya lalu bermusyawarah dengan RT, dengan Pak Lukman, ayah, ummi. Kami sepakat untuk mencari jalan perawatan bagi Iki yang lebih intensif, siang malam dapat perawatan,"


"Maka dibawalah ke Yayasan Abadi Bina Mentari itu. Setiap bulan kami urunan untuk membayar Rp1 juta ke yayasan. Setiap tanggal 1 atau 2 kami bayar. Kami tidak mau telat sebab takut seperti cerita-cerita, kalau telat bayar anak kita dibuang," katanya. 


Namun, ketakutan itu ternyata menjadi kenyataan. Dia berharap Kepolisian Resor Sumedang melakukan penyelidikan serius atas dugaan pembuangan Riki. 


"Kalau emang anak saya Riki dibuang, saya minta penegak hukum harus benar-benar memproses sampai tuntas," 


"Saya kehilangan, bukan sedih lagi, saya betul-obetul kehilangan, walau bukan anak saya, Allah sudah menitipkan itu anak ke saya," katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved