Pray for Bali, Pulau Dewata Dilanda Banjir Parah, Tiga Pelajar Meninggal Dunia, Ini Kesaksian Warga

Banjir parah melanda sejumlah daerah di Bali Senin kemarin. Tiga pelajar meninggal dunia terseret derasnya air.

Editor: taufik ismail
Tribun Bali
Situasi di Jembatan Bilukpoh-Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Selasa 18 Oktober 2022 pagi, akibat banjir. Tagar Pray for Bali menggema di Twitter. Banjir menewaskan tiga pelajar. 

TRIBUNCIREBON.COM - Pray for Bali trending di Twitter hari ini, Rabu (19/10/2022).

Bencana alam melanda sejumlah daerah di Pulau Dewata. Tiga pelajar dilaporkan meninggal dunia.

Banjir terjadi di Jembrana, Bangli, dan Karangasem, Senin (17/10/2022).

Korban jiwa dalam peristiwa ini adalah Ni Putu Widya Margareta (17), siswi SMAN 2 Mendoyo.

Korban jatuh dan terseret arus Sungai Bilokpoh, Penyaringan, Jembrana. Jasadnya ditemukan di pesisir Pantai Delod Berawah, Banjar Dangin Marga, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Selasa 18 Oktober 2022 siang.

Korban meninggal kedua adalah Desak Made Oktania, siswi kelas XI SMKN 1 Bangli. Ia ternyata terkena musibah sepulang dari kerja kelompok.

Kemudian I Gusti Ngurah Wedana Putra (9), siswa kelas 3 SDN Selat, yang meninggal setelah terseret air bah di Banjar Santi, Kecamatan Selat, Karangasem.

Penemuan jasad Widya berawal saat I Komang Agus Suryadi dan I Kadek Arta Negara (18) berniat mencari bongkahan kayu untuk hiasan, di pesisir Pantai Delod Berawah.

Setelah menyusuri pantai, mereka melihat sesosok jasad yang tertahan kayu di pinggir pantai.

Saat metika melihat sosok jenazah itu, mereka langsung memanggil warga lainnya.

Seorang warga kemudian menghubungi aparat desa.

Jasad korban kemudian dievakuasi ke RSU Negara.

Koordinator Pos Pertolongan dan Pencarian SAR Jembrana, Dewa Putu Hendri Gunawan mengatakan, sesuai dengan keterangan pihak desa yang datang ke lokasi, jenazah tersebut adalah Ni Putu Widya Margareta (17).

Kepergian Ni Putu Widya Margareta meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan keluarga besar SMAN 2 Mendoyo yang meninggal setelah terpeleset dan jatuh ke derasnya aliran Sungai Bilukpoh, Senin pagi

Ibu korban, Ni Made Astini (40) mengatakan, tidak ada firasat apa pun sebelum peristiwa nahas itu terjadi.

Namun, ia mengaku sempat bermimpi buruk dua hari berturut-turut.

Selain itu, burung gagak juga sempat beterbangan di atas rumah sebelum kejadian tersebut.

"Sempat bermimpi bahwa anak saya (almarhum) dibawa oleh dua orang laki-laki. Tapi saat itu saya berusaha merebut dan berhasil mengajaknya pulang," kata Made Astini didampingi suaminya I Made Eka Astama (40).

Artini menyatakan, anak pertama dari empat bersaudara tersebut adalah sosok yang baik dan rajin membantu orangtua.

Apalagi, ia juga membantu ayahnya berjualan sayur.

"Bahkan kalau diajak ke sawah dia tidak malu. Anak saya semangat bantu orang tua," kenangnya.

Eka Astama menambahkan, Senin dini hari menjadi hari terakhir ia melihat putri sulungnya.

Ia merasa sangat tak menyangka dan menyesali bahwa mengajak anaknya untuk berjualan di hari itu.

Kepala SMAN 2 Mendoyo, I Komang Winata menyatakan, kepergian siswinya itu menjadi duka yang mendalam bagi keluarga besar SMAN 2 Mendoyo.

Apalagi warga sekolah mengenang Ni Putu Widya sosok yang rajin.

"Memang anak yang kreatif, dan rajin juga. Ia rajin itu tidak hanya di sekolah, tapi juga rajin membantu orangtuanya,” katanya.

Winata menuturkan, dalam kesehariannya, ia juga diajak orangtuanya berjulan sayur.

Bahkan, siswi jurusan IPS I itu juga sempat bercerita kepada wali kelasnya punya cita-cita sebagai pengusaha sayur.

"Sekarang ibunya masih memiliki bayi, tugas itu (berjualan) kemudian digantikan atau dilakukan almarhum. Intinya, siswi ini sangat membantu orangtuanya," tuturnya.

Di kegiatan sekolah, kata dia, Ni Putu Widya juga aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler.

Dan anaknya adalah siswi yang sangat disiplin tergolong anak pintar.

"Dia (korban) juga masuk 10 besar di kelasnya. Intinya tidak pernah ada masalah, orangnya baik. Bahkan teman sebangkunya juga sangat merasa kehilangan," katanya.

Bupati Jembrana, I Nengah Tamba didampingi Ny Candrawati Tamba mengunjungi korban Ni Putu Widya di Banjar Yeh Buah, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Selasa 18 Oktober 2022.

Ia menyampaikan duka cita yang mendalam atas tragedi tersebut dan berharap keluarga yang ditinggalkan tabah serta ikhlas.

"Dumogi Amor Ing Acintya, tiang atas nama Pemerintah Daerah Jembrana turut berbelasungkawa yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya putri bapak/ibu tersebut. Semoga bapak-ibu bisa tabah dan mengiklaskan kepergiannya, kembali lagi ini sudah takdir yang digariskan oleh Ida Bhatara," ucap Tamba di hadapan kedua orangtua dan keluarga korban.

Korban lainnya, Desak Made Oktania siswi kelas XI SMKN 1 Bangli, warga Lingkungan Sidembunut, Kelurahan Cempaga, meninggal dunia terseret derasnya arus saat melintas di wilayah Desa Tamanbali, tepatnya di Lapangan Kilobar, sepulang kerja kelompok.

Mayatnya ditemukan 3 km dari lokasi dia terjatuh.

Ibunda Desak Okta, Jro Wayan Mariasih (47) ditemui di rumah duka, Selasa 18 Oktober 2022, mengatakan, sehari sebelum kejadian (Minggu) anaknya sempat bilang mau kerja kelompok di rumah teman, Senin.

Dia kemudian memperingatkan agar mengurungkan niat saja apabila sedang hujan.

"Saat itu dia (Desak Okta) mengiyakan. Namun karena pada Senin siang tidak hujan, maka dia jadi pergi. Tapi saat akan pulang, justru dia mengalami musibah," ucapnya lirih.

Ngakan Ketut Rudiasa (47), ayah korban, mengaku tidak ada firasat apa pun saat itu.

Hanya saja pada Senin pagi, ia melihat Desak Okta tumben mandi dua kali.

"Sebelum berangkat (sekolah) sempat mandi, kemudian mengganti pakaian dengan seragam sekolah. Namun seragam sekolah dilepas. Malah dirinya mandi lagi dan menggunakan pakaian adat. Tapi akhirnya tidak jadi berangkat karena kondisi hujan lebat," ujarnya.

Baik Ngakan Rudiasa maupun Jro Mariasih mengetahui niat anaknya pergi belajar kelompok ke rumah temannya di Desa Tamanbali.

Remaja 17 tahun itu meninggalkan rumah, Senin siang.

Sementara kedua orangtuanya sedang bekerja sehingga tidak melihat anaknya keluar rumah.

"Kami bekerja dan anak sekolah, biasa sore baru bisa kumpul," kata Ngakan Rudiasa.

Rombongan Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P2A) Bangli mendatangi rumah duka yang berlokasi di Lingkungan Sidembunut, Kelurahan Cempaga.

Rombongan dipimpin Kepala Dinas Sosial P2A, Ida Ayu Gede Yudi Sutha untuk menyerahkan bantuan kepada keluarga.

Terpisah, I Gusti Ngurah Wedana Putra (9), bocah yang meninggal akibat terseret air bah di Banjar Santi, Kecamatan Selat, Karangasem, di masa hidupnya merupakan anak berbakti, penurut, dan senang membantu orangtua.

Dia secara akademis tak berprestasi, tetapi dia dikenal sebagai anak baik, rajin belajar, tidak membantah nasehat orangtuanya.

"Dia itu memang tak berprestasi. Tapi polos orangnya, serta penurut. Keluarga merasa kehilangan," kata orangtua korban, Gusti Ngurah Suparta ditemui di Puskesmas Selat.

Bibi korban, Gusti Ayu Ngurah Santi, mengutarakan hal sama. Gusti Wedana adalah orang yang polos dan baik juga dengan temannya.

"Biasanya bermain sama teman setelah pulang sekolah. Namanya anak-anak, senanganya main sama teman," kata Gusti Santi.

Wali Kelas korban, I Gusti Ayu Surya Wati, mengatakan Gusti Wedana memang rajin dan pro aktif.

Ketika ada teman yang nakal, biasanya korban yang melaporkan ke ruang guru.

Sikapnya baik saat bergaul dengan teman.

Gusti Ayu Surya Wati mengaku bertemu korban terakhir, Sabtu 15 Oktober 2022.

Saat itu korban hendak berangkat les ke sekolah.

Tak ada lagak aneh. Korban hanya menyapa sambil tersenyum.

Selain itu, kata Surya Wati, suaminya sempat melihat korban saat akan gelar pasraman di Bale Banjar.

Baca juga: Paniknya Warga Blitar Saat Banjir Tiba-tiba Menerjang, di Luar Rumah Air Sudah Seperti Lautan

Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul Dumogi Amor Ing Acintya, Kisah Para Korban Bencana di Jembrana hingga Karangasem.

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved