Kesaksian Susi Pudjiastuti di Kejagung Bongkar Kemenperin soal Kuota Impor Garam, Airlangga Terusik?
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membongkar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang pernah mengabaikan kuota impor garam
TRIBUNCIREBON.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membongkar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang pernah mengabaikan kuota impor garam yang telah ditetapkan oleh pihaknya.
Susi mengungkapkan hal itu saat diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016-2022, hari ini.
Pada tahun 2016 lalu, Kemenperin dipimpin oleh Airlangga Hartarto yang kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Baca juga: Hari Jumat Pagi, Susi Pudjiastuti Mantan Menteri KKP Diperiksa di Kejagung soal Kasus Korupsi
Susi Pudjiastuti dalam hal ini diperiksa dalam kapasitas sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019.
Awalnya, Susi menyampaikan bahwa dirinya punya wewenang untuk mengeluarkan rekomendasi kuota impor garam.
"Saksi memiliki kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi dan penentuan alokasi kuota impor garam," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Jumat (7/10/2022).
Ketut menjelaskan, berdasarkan hasil kajian teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan, Susi saat itu mengeluarkan kuota garam sebesar kurang lebih 1,8 juta ton.
Di mana, salah satu pertimbangan dalam pemberian dan pembatasan impor tersebut adalah menjaga kecukupan garam industri dan menjaga nilai jual garam lokal.
"Namun ternyata rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI tidak diindahkan oleh Kementerian Perindustrian RI yang justru menetapkan kuota impor garam sebesar 3,7 ton," tuturnya.

Ketut mengatakan langkah Kemenperin yang mengabaikan rekomendasi Susi itu mengakibatkan kelebihan supply dan masuknya garam impor ke pasar garam konsumsi.
Sehingga, terjadi nilai jual harga garam lokal mengalami penurunan atau anjlok.
"Diduga dalam menentukan kuota impor yang berlebihan dan tanpa memperhatikan kebutuhan riil garam industri nasional tersebut, terdapat unsur kesengajaan yang dilakukan oleh oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi," ungkap Ketut.
Ketut menegaskan pemeriksaan Susi diperlukan demi memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan kasus dugaan korupsi ini.
Sejauh ini, Kejagung masih mencari alat bukti untuk menentukan siapa yang bertanggungjawab secara hukum. Kejagung sudah memeriksa 57 saksi.
"Dalam penanganan perkara ini, telah dilakukan penggeledahan di beberapa tempat yakni Jakarta, Jawa Timur (Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pamekasan), Jawa Barat (Cirebon, Bandung, dan Sukabumi) dan penyitaan berupa dokumen, barang bukti elektronik, dan sampel garam impor," imbuhnya.