Keraton di Cirebon

INTIP Upacara Pernikahan di Keraton Cirebon yang Menjadi Tradisi dan Sudah Ditetapkan Sebagai WBTB

Kasultanan Kacirebonan di Keraton Kacirebonan secara fisik merupakan keraton terkecil di Cirebon, namun di dalamnya terdapat berbagai kekayaan budaya.

Editor: dedy herdiana
Istimewa/Kemdikbud
Upacara Pernikahan di Keraton Cirebon yang Menjadi Tradisi dan Sudah Ditetapkan Sebagai WBTB 

TRIBUCIREBON.COM -  Upacara perkawinan atau pernikahan merupakan bagian dari tradisi daur hidup manusia dan tidak bisa terlepas dari tradisi daerah yang dalam penyelenggaraannya sangat beragam seperti halnya di Kasultanan Kacirebonan di Keraton Kacirebonan.

Keraton Kacirebonan merupakan salah satu keraton di Cirebon, dilansir dari laman kemdikbud.bpnbjabar dalam artikel Upacara Perkawinan Kasultanan Cirebon yang ditulis Irvan Setiawan, menyebutkan bahwa Kasultanan Kacirebonan secara fisik merupakan keraton terkecil di Cirebon, namun di dalamnya terdapat berbagai kekayaan budaya.

Yang menjadi pimpinan di keraton adalah Sultan (kepala famili). Keraton Kacirebonan terlahir pada tanggal 13 Maret 1808, sebagai Raja pertama adalah Pangeran Raja Kanoman (Putra dari Sultan Kanoman IV). Keraton Kacirebonan berasal dari Keraton Kanoman yang memisahkan diri akibat konflik dengan pemerintah kolonial Belanda.

Baca juga: Sejarah Keraton Kacirebonan yang Jadi Satu dari Tiga Keraton Terkenal di Cirebon, Dibangun Bertahap

Potret Keraton Kacirebonan pada 15 Agustus 2013.
Potret Keraton Kacirebonan pada 15 Agustus 2013. (cagarbudaya.kemendikbud.go.id)

Upacara perkawinan di Keraton Kacirebonan diawali dengan lamaran. Lamaran ini dilakukan oleh pihak pengantin pria kepada orangtua mempelai puteri dengan disaksikan sesepuh.

Pelaksanaan lamaran dilakukan seminggu sebelum hari pernikahan. Ketika lamaran biasanya disertakan barang bawaan berupa perlengkapan pakaian wanita beserta perhiasan emas, perlengkapan dapur komplit, daun sirih, sejumlah uang tunai.

Lamaran mempunyai makna bahwa disitulah merupakan awal hidup seseorang untuk hidup secara mandiri.

Sebelum acara akad nikah di Cirebon biasanya kedua mempelai diwajibkan melaksanakan siraman di rumah mempelai puteri.

Peralatan yang diperlukan dalam sesi ini di antaranya, guci keramik/jambangan keramik, berisikan air tujuh sumur/tasik, yang telah direndami pula dengan setangkai mayang (bunga pinang), daun andong hijau/andongmerah, daun puring dan bunga tujuh rupa, serta sebuah bangunan “cungkup”.

Tujuan siraman bersama ini agar kedua belah pihak bisa saling memperhatikan apakah diantara kedua mempelai itu mempunyai tanda-tanda yang jelek.

Baca juga: Menengok Benda Pusaka Peninggalan Kerajaan Padjadjaran di Keraton Kacirebonan

Pelaksanaan acara ini diberitahukan kepada pihak calon pengantin pria dengan cara mengirimkan 2 (dua) orang utusannya untuk menjemput calon pengantin pria.

Pelaksanaan siraman dilakukan oleh kedua mempelai namun bukan mandi sendiri-sendiri tapi ada petugas khusus yang memandikannya.

Makna yang terkandung dalam prosesi siram tawan dari adalah untuk membuang seluruh noda, bisa racun/bisa dan penyakit, sehingga menimbulkan/melahirkan bentuk yang diinginkan, ialah suci bersih bagaikan gemilangnya cahaya kesucian itu.

Setelah prosesi siraman selesai, dilanjutkan dengan prosesi parasan pengantin. Parasan ini khusus untuk calon mempelai pengantin putri.

Calon pengantin puteri diparas (dipotong) rambut, caranya oleh ahli rias rambut yang diatas dahi sedikit disisir kebawah dicukur atau digunting pendek sepanjang 2 cm.

Selebar ukuran “ponian”, sedangkan rambut cethung di kanan kirinya dibiarkan terlebih dahulu. Sedangkan rambut diatas dahi yang dipotong dinamai “parasan keteb”.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved