Keraton di Cirebon
Menengok Tradisi Berebut Air Bekas Ritual Siraman Panjang di Keraton Kasepuhan Cirebon
Setahun sekali, Keraton Kasepuhan selalu diramaikan oleh warga dari berbagai daerah yang datang untuk berebut air yang diyakini sebagai air berkah.
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Setahun sekali, Keraton Kasepuhan selalu diramaikan oleh warga dari berbagai daerah yang datang untuk berebut air yang diyakini sebagai air berkah.
Air tersebut diketahui merupakan air bekas ritual Siraman Panjang yang digelar setiap tanggal 5 Rabiul Awal dalam kalender Islam.
Lalu apa ritual Siraman Panjang itu?
Siraman Panjang
Barikut laporan langsung wartawan Tribuncirebon.com pada tahun 2019 lalu:
Sejumlah abdi dalem berpakaian serba putih tampak berbaris rapih di Bangsal Dalem Arum Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Senin (4/11/2019).

Beberapa abdi dalem terlihat membawa piring besar yang dibungkus kain putih, piring kecil, gelas, dan guci.
Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat pun turut serta dalam rombongan abdi dalem tersebut.
Rupanya mereka tengah menggelar tradisi Siraman Panjang, yakni mencuci piring pusaka peninggalan Wali Sanga.
Benda pusaka itu dibersihkan sebelum digunakan untuk ritual panjang jimat untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya mereka berjalan menuju Ruang Dalem Arum Keraton Kasepuhan kemudian mereka duduk mengelilingi sebuah bak berisi air yang ditutupi kain putih.
Benda-benda yang dibawa para abdi dalem pun diletakkan di atas meja persis di sebelah bak kayu itu.
Sultan PRA Arief Natadiningrat dan seluruh abdi dalem pun menggelar doa bersama sebelum memulai siraman panjang.
Usai doa bersama, ritual tersebut langsung dimulai dan diiringi selawat yang dibacakan abdi dalem yang mengikuti Siraman Panjang.
Piring yang dibungkus kain putih tampak dibuka satu persatu kemudian dicuci dalam bak kayu besar.
Sultan Arief juga terlihat mengelap piring yang telah dicuci itu sebelum kembali dibungkus menggunakan kain putih.
"Siraman panjang ini tradisi yang digelar setiap 5 Rabiul Awal dalam kalender islam," kata PRA Arief Natadiningrat saat ditemui usai ritual tersebut.
PRA Arief Natadiningrat mengatakan, piring-piring tersebut dicuci setahun sekali menjelang peringatan maulid nabi.
Seluruh benda pusaka yang dicuci itu merupakan peninggalan Sunan Gunung Jati dan telah berusia kira-kira 700 tahun.
Terdapat motif kaligrafi bahasa Arab pada piring dan guci yang dicuci dalam ritual Siraman Panjang itu.
"Ini tradisi dari ratusan tahun lalu dan sampai sekarang masih terus dijaga kelestariannya," ujar Arief Natadiningrat.
Menurut dia, benda pusaka yang dicuci dalam ritual itu jumlahnya mencapai lebih dari 50 buah.
Di antaranya, sembilan piring besar peninggalan Wali Sanga, 40 piring kecil, dua gelas, dan dua guci besar
Nantinya, benda-benda pusaka itu digunakan untuk tempat makanan yang akan dibagikan ke abdi dalem dan warga pada puncak peringatan maulid nabi.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW atau ritual Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan sendiri digelar pada Sabtu (9/11/2019).

Makna Siraman Panjang
Keraton Kasepuhan menggelar ritual Siraman Panjang, Senin (4/11/2019).
Ritual itu merupakan pencucian piring pusaka peninggalan Wali Sanga yang akan digunakan pada puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat, mengatakan, tradisi siraman panjang dilaksanakan setahun sekali, yakni setiap 5 Rabiul Awal dalam kalender Islam.
"Jadi sebelum digunakan seluruh benda pusaka ini dicuci bersih dulu," ujar PRA Arief Natadiningrat saat ditemui usai Siraman Panjang di Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Senin (4/11/2019).
Ia mengatakan, tradisi Siraman Panjang juga mempunyai makna tersendiri terutama dalam ajaran Islam.
Saat hendak beribadah umat Islam diwajibkan menyucikan bandannya dari hadas besar dan hadas kecil.
Selain itu, menurut Arief, hampir semua makhluk hidup berunsur air karena 80 persen tubunya mengandung cairan.
"Pada hakekatnya, kita semua diwajibkan bersuci sebelum memulai aktivitas," kata Arief Natadiningrat.
Karenanya, ia berpesan agar masyarakat tidak lupa untuk membersihkan diri setiap akan beraktivitas.
Seperti halnya piring pusaka yang dicuci dalam tradisi siraman panjang karena akan digunakan pada ritual Panjang Jimat.
Menurut dia, benda pusaka yang dicuci dalam ritual itu jumlahnya mencapai lebih dari 50 buah.
"Di antaranya, sembilan piring besar peninggalan Wali Sanga, 40 piring kecil, dua gelas, dan dua guci besar," ujar Arief Natadiningrat.
Nantinya, benda-benda pusaka itu digunakan untuk tempat makanan yang akan dibagikan ke abdi dalem dan warga pada puncak peringatan maulid nabi.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW atau ritual Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan sendiri digelar pada Sabtu (9/11/2019).
Tingginya Anstusias Warga
Puluhan warga tampak berebut air bekas ritual Siraman Panjang di Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Senin (4/11/2019).
Mereka berdesakan memenuhi bak kayu berukuran kira-kira 3 x 3 meter yang digunakan untuk mencuci piring pusaka peninggalan Wali Sanga.
Piring pusaka itu dicuci dahulu sebelum digunakan saat ritual Panjang Jimat atau puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Keraton Kasepuhan.
Saat itu banyak warga membawa berbagai peralatan untuk mengambil air yang dipercaya mengandung berkah tersebut.
Dari mulai ember berbagai ukuran, gayung, jeriken, botol air mineral kecil maupun besar, dan lainnya.
Bahkan, beberapa warga terlihat pakaian yang dikenakannya menjadi basah kuyup karena berebut air itu.
Selain itu, warga lainnya tampak mencuci mukanya dahulu sebelum mengambil air menggunakan wadah yang dibawanya.
"Sengaja datang ke sini mau mengambil air bekas cucian benda pusaka dalam ritual Siraman Panjang," kata Saefudin (28) saat ditemui usai berebut air.
Warga Kabupaten Subang itu mengaku sudah berada di Keraton Kasepuhan sejak pukul 04.00 WIB.
Ia sengaja datang jauh-jauh dari rumahnya untuk "ngalap berkah" Siraman Panjang.
Dalam kesempatan itu, Saefudin pun hanya mendapat air setengah jeriken berkapasitas dua liter yang dibawanya dari rumah.
"Ini kaki sampai merah gara-gara rebutan air tadi, terasa perih sedikit, tapi enggak apa-apa yang penting dapat airnya," ujar Saefudin.
Bahkan, Saefudin juga tampak menenggak air yang didapatkannya langsung dari jeriken putih yang dibawanya.
"Segar, airnya adem," kata Saefudin sambil tersenyum.
Sementara Yanti (46) warga Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, mendapatkan air dua ember penuh.
Ia sengaja datang ke Keraton Kasepuhan bersama keluarganya untuk berburu air Siraman Panjang.
"Airnya buat mandi di rumah, bareng sekeluarga juga enggak dipakai sendirian," ujar Yanti.

Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat, mengatakan, fenomena warga berebut air bekas cucian Siraman Panjang terjadi setiap tahunnya.
Menurut dia, alasan warga rela berdesakan untuk mendapatkan air itu karena piring pusaka yang dicuci merupakan peninggalan Wali Sanga.
Pihaknya mengakui banyak warga dari luar Cirebon yang sengaja datang untuk mendapatkan air yang dipercaya mengandung berkah itu.
"Air itu digunakan mencuci piring pusaka yang terdapat kalimat sucinya dan dibacakan doa juga, jadi perantara barokah Wali Sanga," kata Arief Natadiningrat.
(Tribuncirebon.com/Ahmad Imam Baehaqi)
Artikel ini telah tayang di TribunCirebon.com dengan judul Puluhan Warga Berebut Air Bekas Ritual Siraman Panjang Keraton Kasepuhan Cirebon