SIDANG Vonis Otak Pembunuhan Yang Libatkan 6 Oknum TNI AL Ricuh, Keluarga Korban Ngamuk, Hakim Kabur
Sidang kasus pembunuhan sadis terhadap San Fransisco Manalu alias Toni yang melibatkan 6 anggota TNI AL diwarnai kericuhan.
Laporan Kontributor Tribun Jabar, Irvan Maulana
TIBUNCIREBON.COM, PURWAKARTA - Sidang kasus pembunuhan sadis terhadap San Fransisco Manalu alias Toni yang melibatkan 6 anggota TNI AL di Pengadilan Negeri (PN) pada Selasa (22/2/2022) diwarnai kericuhan.
Majelis Hakim diketahui kabur dari ruang persidangan dengan pengawalan aparat kepolisian.
Kejadian bermula usai pembacaan putusan oleh Majelis Hakim yang memvonis terdakwa sipil atas nama Rasta yang merupakan otak pembunuhan, divonis bersalah dengan hukuman 13 tahun penjara.
Keluarga korban tak terima dan merasa kecewa atas putusan tersebut, vonis 13 tahun penjara dinilai terlalu ringan dan tidak sebanding dengan perbuatan keji yang dilakukan terdakwa.
Saat terjadi kericuhan, ayah korban Jonisah Pandapotan Manalu mengatakan, hakim kabur setelah putusan sidang dengan pengamanan aparat.
"Kami benar-benar tadi berontak, dan tidak menerima putusan pengadilan Negeri Purwakarta," kata Joni usai sidang di PN Purwakarta.

Baca juga: 6 Oknum TNI AL Bunuh Warga, Otak Pelaku hanya Dituntut 19 Tahun Penjara, Keluarga Korban Histeris
Diketahui, saat situasi ricuh dan majelis hakim kabur dari ruang sidang, sidang diambil alih oleh Kepala Kejaksaan Negeri Purwakarta.
"Saya berterimakasih, karena suatu kehormatan bagi kami sidang sempat di skors, dan saat dibuka kembali sidang diambil alih oleh ibu Kajari, itu suatu kehornatan buat kami selaku keluarga korban," kata dia.
Joni juga mengungkap, pihaknya merasa terbantu setelah JPU dari Kejaksaan Negeri Purwakarta, akan melakukan upaya banding.
"Kami berharap, nanti pengadilan tinggi Jawa Barat, dapat menghukum maksimal, pelaku yang merupakan otak dari pembunuhan ini, dihukum maksimal hukuman mati," tegasnya.
Keluarga korban berharap, pengadilan dapat memberikan hukuman sesuai dengan tuntutan.
"Kami meminta hukuman maksimal, walaupun sebenarnya tak sebanding dengan luka yang kami rasakan," ungkap Joni.

Ia menjelaskan, keluarga korban kecewa atas putusan hakim tersebut karena terdakwa merupakan dalang dari kasus yang membuat anaknya kehilangan nyawa.
"Namun tadi kami sangat kecewa, putusan Pengadilan Negeri Purwakarta. Sepatutnya intelektual dader itu sepertiga harus lebih berat dari hukuman dader," katanya.
Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Purwakarta memvonis terdakwa Rasta otak dari pembunuhan yang melibatkan enam orang oknum TNI AL, dengan hukuman 13 tahun penjara.
Terdakwa Rasta diketahui, terjerat pasal 338 KUHP. Atas perbuatan yang ia lakukan terhadap korban San Fransisco Manalu.
Tuntutan Jaksa Juga Bikin Histeris Keluarga Korban
Pengadilan Negeri (PN) Purwakarta menggelar sidang lanjutan kasus pembunuhan sadis terhadap San Fransisco Manalu alias Toni oleh enam oknum anggota TNI AL yang terjadi pada 29 Mei 2021 lalu.
Sidang berlangsung dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), namun keluarga nampak kecewa hingga menangis histeris mendengar tuntutan JPU.
Sebelumnya enam terdakwa oknum TNI AL telah divonis dengan hukuman 9-13 tahun penjara ditambah pemecatan dari dinas militer.
Dalam persidangan yang digelar kali ini, Senin (7/2/2022).
Jaksa menuntut terdakwa sipil atas nama Rasta yang merupakan otak dari pelaku penganiayaan berujung kematian tersebut.

Keluarga kecewa lantaran terdakwa ditutuntut pasal 340 KUHP dengan hukuman kurungan selama 19 tahun penjara.
Mendengar tuntutan ini, keluarga korban yang hadir dalam persidangan sontak berteriak hingga menangis histeris, mereka tidak terima karena tuntutan Jaksa dinilai terlalu ringan.
Tuntutan 19 tahun penjara dinilai tidak sebanding dengan perbuatan keji yang dilakukan terdakwa.
Sebelumnya keluarga korban meminta terdakwa dihukum mati atau minimal penjara seumur hidup.
Bahkan hingga di luar persidangan, keluarga korban masih menangis histeris dan berharap agar majelis hakim bisa adil.
Baca juga: PENGAKUAN Mantan Suami Bunuh Ibu Guru Ati Rohaeni, Sepakat Rujuk Tapi Mantan Istri Selingkuh
Ayah korban Jonisah Pandapotan Manalu menilai, tuntutan Jaksa sangat ringan karena anaknya harus kehilangan nyawa dalam pembantaian tersebut.
Terdakwa yang dianggap sebagai otak pelaku pembunuhan berencana tersebut, dianggap pantas menerima hukuman mati.
"Kami tetap menghormati persidangan, akan tetapi ada satu hal yang kami tidak terima dari tuntutan jaksa, 19 tahun menurut kami sangat tidak manusiawi," ujar Joni usai persidangan.
Jika memang korban bersalah, kata Joni, ia dan keluarganya bisa menerima jika terdakwa dijatuhi hukuman sesuai tuntutan jaksa.
"Ini sudah jelas anak kami tidak terbukti bersalah, bahkan kami keluarga atau selaku orang tua masih penasaran, sebenarnya apa penyebab sampai anak kami dibunuh tanpa ada kesalahan," tegas Joni.
Kronologi Kejadian
Seperti diberitakan sebelumnya, peristiwa pembunuhan San Fransisco Manalu alias Toni terjadi pada 29 Mei 2020 lalu.
Peristiwa memilukan tersebut bermula ketika Ade Mustofa yang merupakan sopir Rasta, seorang pengusaha ikan di waduk Jatiluhur, kehilangan mobil di lokasi pencucian mobil milik Toni, yakni di wilayah Munjul, Purwakarta.
Rasta yang tidak terima atas kehilangan mobil tersebut, meminta salah seorang oknum TNI AL yang merupakan calon menantunya untuk menyiksa Ade Mustofa dan Toni.
Baca juga: SOSOK Ati Rohaeni, Guru yang Ditusuk Mantan Suami, Rekannya Sebut Korban Curhat Ini Sebelum Wafat
Namun, Toni tidak mengakui tuduhan bahwa ia mencuri mobil milik Rasta, Hingga akhirnya Toni tewas setelah diculik dan dianiaya enam oknum TNI AL.
Berbeda dengan Toni, Ade Mustofa masih hidup karena ia mengakui tunduhan tersebut, Ade Mustofa mengaku karena tak tahan dengan siksaan.
Akibat penyiksaan tersebut, Ade Mustofa mengalami luka berat disejumlah bagian tubuh, ia bahkan mengaku trauma akibat penyiksaan tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut Jonisah berharap, agar majelis hakim adil.
"Sekian lama kami memperjuangkan proses hukum ini, saya harap hasilnya adil dan tidak mengecewakan seperti ini," ucapnya.