INI Ritual Aneh Kelompok Pengajian TJN, Dilakukan di Malam Kliwon & Baju Serba Hitam, Ini Kata Saksi
Dalam waktu kurun waktu dua bulan tersebut, ayah dan ibunya sudah tiga kali mengikuti ritual ke Pantai Payangan.
TRIBUNCIREBON.COM - Seorang anak korban tragedi ritual maut di Pantai Payangan, Jember, Jawa Timur ungkap tatacara ritual aneh yang dilakukan ortang tuanya.
Kegiatan ritual mandi di laut yang menewaskan 11 orang di Pantai Payangan jadi perbincangan publik.
Niat mencari berkah hingga buang sial, 11 dari 24 rombongan yang mengikuti ritual itu justru bernasib apes.
Mereka diterjang ombak besar saat masih berada di pinggir pantai dan terhempas ke tengah laut.
Sepasang suami istri jadi korban meninggal dunia dalam tragedi tersebut.

Pasutri itu bahkan meninggalkan lima orang anak yang masih kecil-kecil.
Padahal biasanya, pasutri itu kerap mengajak salah satu dari anak mereka untuk mengikuti ritual tersebut.
Namun, pada malam nahas itu, tak ada satu pun anak mereka yang diajak.
Berdasarkan cerita sang anak, ritual itu memang kerap dilakukan pada tengah malam.
Bahkan menurutnya, ritual yang dilakukan seolah-olah seakan memanggil ombak.
Para rombongan pun harus merendamkan tubuh mereka dan harus terkena ombak.
Tak hanya itu, mereka juga diharuskan mengenakan pakaian hitam dan ada tanggal khusus untuk melakukan ritualnya.
Baca juga: Total Korban Ritual Maut Pantai Payangan Jember 10 Orang Tewas Terseret Ombak, Sisa Seorang
Pasutri yang jadi korban tewas dalam insiden tersebut yakni Syaiful Bahri (40) dan Sri Wahyuni Komariyah (35).
Keduanya merupakan warga Desa/Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Ritual maut yang merenggut nyawa keduanya ternyata bukan kali pertama bagi pasutri tersebut.
Dilansir TribunnewsBogor.com dari TribunJatim.com, Senin (14/2/2022), pasutri itu ternyata sudah tiga kali mengikuti ritual tersebut.
Bahkan, saat ikut ritual-ritual sebelumnya mereka kerap membawa anaknya.
Keikutsertaan mereka dalam acara ritual mandi di laut itu bermula saat mengikuti sebuah pengajian.
Anak sulung Syaiful, SAM (15) bercerita, ayah dan ibunya bersama-sama datang ke pengajian kelompok tersebut, sampai akhirnya mengikuti ritual di Pantai Payangan.
Menurutnya, sang ayah baru dua bulan terakhir ini ikut pengajian kelompok tersebut.
Dalam waktu kurun waktu dua bulan tersebut, ayah dan ibunya sudah tiga kali mengikuti ritual ke Pantai Payangan.
"Ritualnya ada ke Pantai Payangan, ada juga ke pegunungan," ujarnya.
SAM dan dua orang adiknya yang cukup besar secara bergantian dibawa ikut ke pengajian kelompok tersebut.
Ia menceritakan, pengajian biasanya diadakan di rumah Ketua Kelompok Tunggal Jati, Nurhasan di Desa Dukuhmencek, Kecamatan Sukorambi, Jember.
Baca juga: Mimpi Korban Ritual Maut Melihat Keranda Mayat Jadi Firasat Kematiannya Sendiri dan Suaminya
"Kadang yang di Abah, dekat rumah," imbuh SAM sambil menyebut salah satu tetangganya.
Kemudian pada Sabtu (12/2/2022) sekitar pukul 21.00 WIB, Syaiful Bahri dan Sri Wahyuni berangkat berdua ke rumah ketua kelompok untuk berkumpul sebelum berangkat ke pantai.
Saat itu, Syaiful Bahri dan Sri Wahyuni tidak mengajak satu pun anaknya untuk menjalani ritual tersebut.
Kemudian sekitar pukul 23.00 WIB, rombongan tiba di Pantai Payangan, sisi selatan Bukit Samboja, yang menjadi lokasi ritual.
"Kalau ritual di Pantai Payangan, ayah sudah ikut tiga kali. Yang kedua, sekitar 10 hari lalu," ujar SAM.
SAM sendiri mengaku pernah diajak sekali oleh orang tuanya mengikuti ritual itu.
Dia menceritakan, untuk mengikuti ritual tersebut, mereka memakai kaus hitam berlogo dan bertuliskan nama kelompok Tunggal Jati.
"Semuanya berpakaian hitam," tuturnya.
Setelah berada di tepi pantai, lanjut SAM, mereka berdiri menghadap ke pantai dengan lengan saling bergandengan.
Kemudian mereka duduk, dengan posiosi masih menghadap laut.
Dalam ritualnya, mereka membaca sejumlah bacaan seperti syahadat, surat Al-Fatihah, beberapa surat pendek, juga bacaan dalam bahasa Jawa.
SAM menyebut, ritual itu seakan memanggil ombak.
"Jadi dari ombaknya kecil, sampai besar. Tubuh memang harus terkena ombak. Ritual berakhir dengan mandi di laut," imbuhnya.
Ritual berakhir sekitar pukul 02.00 WIB. Sebab biasanya sekitar pukul 03.00 WIB, Syaiful dan istrinya sudah tiba di rumah, meskipun kadang pernah tiba selepas Subuh.
Baca juga: 5 Anak Jadi Yatim Piatu Usai Suami Istri Tewas dalam Ritual Maut di Pantai Payangan: Masih Kecil
Ritual dilakukan setiap penanggalan Kliwon di kalender Jawa.
Peristiwa maut yang terjadi dini hari tadi adalah Minggu Kliwon.
Ritual sebelumnya digelar Kamis Kliwon atau Kamis (3/2/2022), 10 hari lalu.
Namun dalam ritual yang terjadi pada Minggu Kliwon, yakni Minggu (13/2/2022), berujung maut.
Ombak besar menggulung peserta ritual ketika masih dalam tahapan berdiri.
"Mereka berdiri di tepi laut, sedangkan kondisi ombak besar," ujar Kapolsek Ambulu, AKP Maruf.
Ombak Pantai Selatan sedang besar juga diakui oleh juru kunci makam Bukit Samboja, Salidin.
"Ombaknya besar, dan sudah saya beri pesan supaya jangan dekat-dekat laut," ujarnya.
Dalam ritual berujung maut itu, 11 orang meninggal dunia, dan 12 orang selamat.
Kesaksian Korban Selamat
Sementara itu, seorang korban selamat, Jumadi mengaku baru dua bulan mengikuti pengajian tersebut.
"Ngajinya Al Quran, tawasul, ayat kursi, Al Ikhlas," kata Jumadi dilansir dari Youtube Kompas TV, Senin (14/2/2022).
Ia pun menuturkan alasannya kenapa mengikuti ritual tersebut.
"Iya (niat buang sial), wong saya orang enggak punya mba," katanya.
Jumadi juga menjelaskan kalau dirinya dan rombongan belum sempat mandi.
"Enggak mandi, awalnya itu liburan, abis itu ngaji. Ya supaya selamat, bilangnya kayak gitu," tuturnya.
Ia pun tak menyangka dengan datangnya ombak yang besar sehingga menyapu rombongannya.
"Disuruh ke depan dulu, pinggir. Abis itu besar ombaknya langsung mbak. Sekali hempas semua, 21 orang. Saya berenang, dan Alhamdulillah (selamat)," tandasnya.(*)
(TribunnewsBogor.com/TribunJatim.com)