17 Tahun Tsunami Aceh, Ridwan Kamil Menangis di Museum Tsunami Aceh yang Dirancangnya
Ridwan Kamil pun mengunjungi Museum Tsunami Aceh yang berada di Jalan Sultan Iskandar Muda, Provinsi Aceh, Sabtu (25/12/2021).
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Sudah 17 tahun berlalu sejak tsunami melanda Aceh dan sekitarnya pada Minggu 26 Desember 2004.
Tsunami yang menewaskan 280 ribu jiwa di 14 negara ini pun masih membekas di ingatan, khususnya bagi masyarakat Aceh.
Untuk mengenang peristiwa tersebut, Museum Tsunami Aceh didirikan dan diresmikan pada 2009. Museum ini hadir berkat goresan tangan Ridwan Kamil yang kini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat.
Sebagai seorang arsitek, desain Ridwan Kamil untuk museum ini dipilih dari hasil sayembara tingkat internasional yang diselenggarakan pada 2007 dalam rangka memperingati musibah tsunami Aceh.
Ridwan Kamil pun mengunjungi Museum Tsunami Aceh yang berada di Jalan Sultan Iskandar Muda, Provinsi Aceh, Sabtu (25/12/2021).
Didampingi Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh, Jamaluddin dan rombongan, Ridwan Kamil pun masuk ke dalam museum yang sarat dengan filosofi dan makna-makna mendalam.
Ketika memasuki sebuah ruangan bernama Sumur Do'a, Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu sempat meneteskan air mata. Diakuinya, ruangan tersebut paling memberikan kesan emosional di antara seluruh bagian museum.
Sumur Do'a sendiri merupakan bangunan yang menjulang tinggi yang pada dindingnya terdapat nama-nama korban tsunami Aceh.
Sedangkan di bagian puncaknya terdapat lafaz Allah dengan latar bersinar terang. Penataan ini menjadi metafora yang menjelaskan para korban tsunami yang meninggalkan dunia menuju keabadian.
"Dari semua bagian museum, ini adalah ruangan yang paling emosional buat saya. Ini tempat kita berdoa untuk korban-korban tsunami dan di atas ada lafaz Allah, artinya apapun yang terjadi harus tawakal," kata Ridwan Kamil dengan mata berkaca-kaca dan suara bergetar, melalui siaran instagramnya.
Ridwan Kamil pun mengaku dalam proses penciptaan rancang bangun Museum Tsunami Aceh, dia banyak meneteskan air mata, termasuk saat mempresentasikan hasil rancangannya saat sayembara.
"Saya banyak meneteskan air mata dalam proses sketsanya, termasuk dalam proses presentasinya pun saya terbata-bata karena ratusan ribu nyawa melayang akibat tsunami Aceh," katanya.
Ridwan Kamil mengatakan bahwa proses perancangan Museum Tsunami Aceh merupakan akumulasi dari memori yang terekam dari peristiwa tsunami yang terjadi 26 Desember 2004 silam itu.
"Prosesnya sekitar sebulan, tapi proses pencarian cukup intens, mencari cara sederhana agar masyarakat bisa merasakan langsung peristiwa itu, seperti ketakutan, basah, gelap, dan lainnya," tuturnya.
Mengenai filosofi Museum Tsunami Aceh, Kang Emil menerangkan museum ini memrepresentasikan ketakutan, kesedihan, sekaligus harapan.
"Jadi setelah rasa takut yang ditandai lorong gelap dan gemiricik air di bagian pintu masuk, lalu kesedihan dengan adanya sumur doa, dan terakhir harapan dengan hadirnya lorong menuju atap bangunan," katanya.
"Atap bangunan juga berfungsi sebagai tempat evakuasi yang bisa menampung banyak orang. Ini ibaratnya dataran tinggi untuk evakuasi jika tsunami kembali terjadi," katanya.
Swlain sebagai tempat untuk mengenang peristiwa tsunami, Museum Tsunami Aceh juga menjadi simbol kebangkitan warga Aceh. Dibangun pada 2008 dan diresmikan 2009, museum ini mulai dibuka untuk umum pada 2011.
Dari sisi rancang bangunnya, Ridwan Kamil memadukan rumah tradisional Aceh yang dibentuk seperti gelombang besar layaknya gelombang tsunami dalam tema besar bertajuk "Rumah Aceh as Escape Hill".
Kini, Museum Tsunami Aceh menjadi destinasi wisata pavorit wisatawan yang berkunjung ke Aceh, selain Masjid Baiturrahman yang jaraknya berdekatan dengan museum.